Daerah Istimewa Surakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dana amelino (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Maulana.AN (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 47:
 
== Sosial Budaya ==
Sampai saat ini belum ada informasi yang lengkap mengenai kondisi socialsosial budaya DIS antara tahun 1945-1946. Kondisi terakhir sebelum perang dunia kedua menempatkan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran dalam posisi pembangunan industri agraris khususnya gula tebu dan tembakau. Hal ini menyebabkan tumbuhnya kelas buruh yang pada akhirnya ideologi sosialis, yang dalam bentuk lebih ekstrimnya komunis, berkembang subur. Setelah kemerdekaan Indonesia, didukung dengan merosotnya kehidupan ekonomi dan kekacauan politik, kelas buruh bergerak membentuk revolusi.
 
== Pembekuan dan Penghapusan ==
Pembekuan dan pengapusan status daerah istimewa tak terlepas dari munculnya revolusi sosial berupa gerakan anti swapraja di Surakarta. Revolusi sosial di Surakarta merupakan pertemuan antara kebencian rakyat kepada pemimpin-pemimpin tradisional dan kepentingan kekuatan politik yang ingin menggoyang pemimpin-pemimpin nasional. Rakyat sudah lelah lantaran dijajah Belanda, diduduki Jepang, didominasi keraton, serta ketidakpedulian keraton terhadap revolusi. [[Pakubuwana XII]] dianggap tidak mempunyai pengalaman dalam mengurus masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum, kurang memiliki wattak yang serius dan keberanian untuk mengambil keputusan serta tidak memahami kekuatan-kekuatan revolusi yang sedang bergerak ke arah demokrasi barat dan kedaulatan rakyat. Kondisi ini diperburuk dengan hubungan yang tidak harmonis antara [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat|Kesunanan Surakarta]] dengan [[Kadipatèn Mangkunagaran|Mangkunegaran]].<ref name=":0">{{Cite journal|last=Sutiyah|first=Sutiyah|date=2017-09-19|title=KEHIDUPAN POLITIK DI KOTA SURAKARTA DAN YOGYAKARTA MENJELANG PEMILIHAN UMUM 1955|url=https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita/article/view/11164|journal=Paramita: Historical Studies Journal|language=id|publisher=Universitas Negeri Semarang|volume=27|issue=2|pages=198|doi=10.15294/paramita.v27i2.11164|issn=2407-5825}}</ref>
Dengan memperhatikan kondisi pergolakan di Surakarta dan tidak berjalannya pemerintahan lokal secara efektif, maka Pemerintah Pusat membekukan pemerintahan Daerah Istimewa dan menggantinya dengan pemerintahan Karesidenan yang berda langsung di bawah Pemerintah Pusat. Dengan demikian, sejak tanggal 15 Juli 1946, Daerah Istimewa Surakarta secara resmi dibekukan sampai waktu yang tidak ditentukan. Untuk selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh Pemerintahan Karesidenan Surakarta.
 
Gerakan anti feodal meluas menjadi aksi massa. Kesatuan Barisan Banteng (BB) menculik Sunan, kanjeng Ratu dan Soerjohamidjojo pada bulan Januari 1946 menuntut agar Sunan bersedia disejajarkan dengan pemimpin rakyat lainnya dengan panggilan “Bung”. Selain itu, mereka juga menuntut Sunan untuk melepas kekuasaan politiknya dan bergabung dengan Pemerintah Republik.<ref name=":0" /> Kondisi semakin genting di Surakarta memuncak kala Sutan Syahrir diculik oleh kaum oposisi republik pimpinan Tan Malaka. Setelah dilakukan penculikan, segelintir pasukan oposisi berupaya menyerang istana presiden di Yogyakarta, tetapi berhasil digagalkan.<ref>{{Cite journal|last=Prasadana|first=Muhammad Anggie Farizqi|last2=Gunawan|first2=Hendri|date=2019-06-17|title=KERUNTUHAN BIROKRASI TRADISIONAL DI KASUNANAN SURAKARTA|url=http://handep.kemdikbud.go.id/index.php/handep/article/view/36|journal=Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya|language=id|publisher=Balai Pelestarian Budaya Kalimantan Barat|volume=2|issue=2|pages=196|doi=10.33652/handep.v2i2.36|issn=2684-7256}}</ref>
== Penghapusan ==
 
Setelah pengakuan kedaulatan pada Desember 1949, Pemerintah negara bagian Republik Indonesia mulai mereorganisasi wilayahnya. Pada pertengahan 1950 Jawa dibagi menjadi 3 provinsi dan satu daerah istimewa setingkat provinsi. Kalimantan dijadikan satu provinsi administratif dan Sumatra di pisah menjadi 3 provinsi. Akhirnya dengan UU Negara Bagian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1950, Karesidenen Surakarta sebagai wujud metamorfosis Daerah Istimewa Surakarta diatur menjadi bagian dari Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, semua swapraja (monarki pra Indonesia) yang masih ada baik secara ''de jure'' maupun ''de facto'' dihapuskan dengan UU Nomor 18 Tahun 1965. Dengan demikian berakhirlah sudah kekuasaan monarki-monarki Surakarta di bidang Pemerintahan. Kondisi ini semakin diperkuat dengan penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang menyatakan daerah istimewa adalah [[Daerah Istimewa Aceh]] dan [[Daerah Istimewa Yogyakarta]].
Untuk mengatasi keadaan genting tersebut pemerintah mengeluarkan UU No. 16/SD/1946 yang memutuskan bahwa Surakarta menjadi daerah karesidenan di bawah seorang residen dan merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia. Menteri dalam negeri melalui keputusan tanggal 3 Maret 1950 menyatakan bahwa wilayah Kesunanan dan Mangkunegaran secara adminiatrtif menjadi bagian dari provinsi Jawa Tengah. Kedua aturan tersebut mengakhiri status istimewa Surakarta.<ref name=":0" />
 
== Pembentukan Kembali ==
Seiring dengan dibukanya kembali semangat otonomi daerah dan dengan pemberian Otonomi Khusus pada Papua (2001), Papua Barat (2008), Aceh (2001 dan 2006), dan DKI Jakarta (1999 dan 2007) serta penegasan keistimewaan Aceh (1999 dan 2006) dan Yogyakarta (2012), muncul wacana untuk menghidupkan kembali Daerah Istimewa Surakarta sebagai bagian dari NKRI. Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah melakukan uji materi ke [[Mahkamah Konstitusi]] atas UU Negara Bagian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1950.
 
== catatanReferensi ==
{{reflist}}
== Lihat pula ==