Hukum adat Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Sejarah Hukum Adat: Ringkasan Singkat sejarah
Memperbaiki ringkasan
Baris 45:
[[Mohammad Koesnoe|Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H.]] di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan seorang Ulama [[Aceh]]<ref>[[Mohammad Koesnoe|Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H.]] Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum</ref> yang bernama [[Syekh Jalaluddin|Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani]] (Aceh Besar) pada tahun 1630.<ref>[[Syekh Jalaluddin|Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani]]. ''Safinatul Hukaam Fi Tahlisil Khasam'' (Bahtera Segala Hakim dalam Menyelesaikan Segala Orang Berkesumat/Bersengketa)</ref> [[A. Hasymi|Prof. A. Hasymi]] menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.
 
=== Definisi ===
Menurut [[Kamus Besar Bahasa Indonesia]], adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan, maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan [[hukum kebiasaan]].<ref>H. Noor Ipansyah Jastan, S.H. dan Indah Ramadhansyah. ''Hukum Adat''. Hal. 15.</ref>
 
Baris 51:
 
Sedangkan menurut [[Soejono Soekanto]], hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akibat hukum (''das sein das sollen'').<ref name="ReferenceA"/> Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada <!-- Bantu untuk menerjemahkannya -->''Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving''.<!-- Bantu untuk menerjemahkannya -->
 
 
[[Syekh Jalaluddin]]<ref>[[Syekh Jalaluddin]]. ''Safinatul Hukam fi Tahlisil Khasam''</ref> menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis di belakang peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang berada di belakang fakta-fakta yang menuntuk bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.