Di Tondon Tiku memulai persiapan pemakaman ibunya, persiapan yang dalam budaya Toraja memakan waktu beberapa bulan. Saat mengurus persiapan, dia menyuruh seorang penasihat mengumpulkan senjata secara diam-diam sementara yang lain disuruhnya pergi ke bentengnya di Alla' dan Ambeso.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=51–52}} Tiku kemudian membuat persiapan untuk melarikan diri dari tahanan Belanda; dia juga mengembalikan semua properti yang dia ambil sebagai tuan, karena dia tahu dia tidak akan menggunakannya lagi. Selama di Tondon, pasukan Belanda mungkin telahdianggap melecehkan pemimpinPong TorajaTiku.{{sfn|Bigalke|2005|p=60}} Malam sebelum pemakaman ibunya, pada Januari 1907, Tiku dan 300 pengikutnya melarikan diri dari Tondon, menuju selatan.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=54–55}}
Setelah dia diberitahu bahwa Belanda telah mengikutinyamengejarnya, Tiku memerintahkan sebagian besar pengikutnya untuk kembali ke Tondon sementara dia dan sekelompok lima belas orang, termasuk dua istrinya, terus ke selatan.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=56}} Mereka pertama kali tiba di Ambeso, tetapi benteng itu runtuhjatuh beberapa hari kemudian, dan saat itu mereka mengungsi ke Alla'. Benteng ini pula jatuh pada akhir Maret 1907 dan Tiku mulai bekerja kembali ke Tondon melalui hutan. Dia dan para pemimpin lainnya, baik Bugis maupun Toraja, dikejar oleh pasukan Belanda.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=60–61}} Para pemimpin lainnya menyerah kepada Belanda dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara di [[Makassar]] atau diasingkan ke [[Buton]].{{sfn|Tangdilintin|1976|p=62}} Tiku, sementara itu, tetap bersembunyi di hutan.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=63}}
Pada tanggal 30 Juni 1907 Tiku dan dua anak buahnya ditangkap oleh pasukan Belanda; dia adalah pemimpin gerilya terakhir yang ditangkap. Setelah beberapa hari di penjara,{{sfn|Tangdilintin|1976|p=64}} pada 10 Juli 1907 Tiku ditembak dan dibunuhmati oleh tentara Belanda di dekat Sungai Sa'dan; beberapa laporan menyuruhnyamenyatakan bahwa ia sedang mandi pada saat itu.{{sfn|Adams|2006|p=143}} Ia dimakamkan bersama seluruh keluarganya di Tondol, sementara sepupunya Tandibua' menjadi penguasa asli Pangala', melayani di bawah Belanda.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=65–66}}