Soedirman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ibuku (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Ibuku (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 41:
| signature_alt = A hastily scrawled signature
| signature = Signature of Sudirman.svg
}}[[Jenderal Besar|Jenderal Besar TNI]] ([[Anumerta]]) [[Raden]] '''Soedirman''' ([[EYD]]: '''Sudirman'''; {{lahirmati|[[Purbalingga]]|24|1|1916|[[Magelang]]|29|1|1950}}{{efn|name=A}}) adalah seorang perwira tinggi [[Indonesia]] pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia]]. Sebagai [[PanglimaJenderal Tentara NasionalBesar (Indonesia)|Panglima Besar]] [[Tentara Nasional Indonesia]] pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan [[wong cilik|rakyat biasa]] di [[Purbalingga]], [[Hindia Belanda]], Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang [[priyayi]]. Setelah keluarganya pindah ke [[Cilacap]] pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam [[Muhammadiyah]]. Saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi. Soedirman sangat dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam. Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah; ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok [[Pemuda Muhammadiyah]] pada tahun 1937. Setelah [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Jepang menduduki Hindia Belanda]] pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara [[Pembela Tanah Air]] (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di [[Banyumas]]. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama prajurit melakukan pemberontakan, hingga kemudian diasingkan ke [[Bogor]].
 
Setelah [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya]] pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden [[Soekarno]]. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara [[Jepang]] di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal [[Badan Keamanan Rakyat]]. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara [[Oerip Soemohardjo]], dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di [[Yogyakarta]], Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di [[Ambarawa]]. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember. Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah [[Perjanjian Linggarjati]] – yang turut disusun oleh Soedirman – dan kemudian [[Perjanjian Renville]] yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam [[Agresi Militer I]] kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk [[Peristiwa Madiun|upaya kudeta pada 1948]]. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit [[tuberkulosis]]-nya; karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.