Pemberontakan di Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Al Asyi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Pratama26 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor-alih
Baris 4:
|caption=Lokasi Aceh di Indonesia
|partof=
|date=[[4 Desember]] [[1976]][[15 Agustus]] [[2005]]<br />({{Age in years, months, weeks and days|month1=12|day1=04|year1=1976|month2=08|day2=15|year2=2005}})
|place=[[Aceh]], [[Indonesia]]
|result= Persetujuan perdamaian Helsinki
Baris 78:
 
=== Kesepakatan damai dan pilkada pertama ===
{{see also|Kesepakatan Helsinki}}
Setelah [[Gempa bumi Samudra Hindia 2004|bencana Tsunami dahsyat]] menghancurkan sebagian besar Aceh dan menelan ratusan ribu korban jiwa, kedua belah pihak, GAM dan pemerintah Indonesia menyatakan [[gencatan senjata]] dan menegaskan kebutuhan yang sama untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan ini.<ref>Pengakuan yang sangat berguna dan rinci dari proses negosiasi dari pihak Indonesia dalam buku oleh negosiator kunci Indonesia, Hamid Awaludin, ''Peace in Aceh: Notes on the peace process between the Republic of Indonesia and the Aceh Freedom Movement (GAM) in Helsinki'', diterjemahkan Tim Scott, 2009, [[Centre for Strategic and International Studies (Indonesia)|Centre for Strategic and International Studies]], Jakarta. ISBN 978-979-1295-11-6.</ref> Namun, bentrokan bersenjata sporadis terus terjadi di seluruh provinsi. Karena gerakan separatis di daerah, pemerintah Indonesia melakukan pembatasan akses terhadap [[pers]] dan [[pekerja bantuan]]. Namun setelah tsunami, pemerintah Indonesia membuka daerah untuk upaya bantuan internasional.<ref>{{Cite web |url=http://www.asiapacific.ca/analysis/pubs/pdfs/commentary/cac43.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2013-04-20 |archive-date=2008-02-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20080228013211/http://www.asiapacific.ca/analysis/pubs/pdfs/commentary/cac43.pdf |dead-url=yes }}</ref>
 
Bencana tsunami dahsyat tersebut walaupun menyebabkan kerugian manusia dan material yang besar bagi kedua belah pihak, juga menarik perhatian dunia internasional terhadap konflik di Aceh. Upaya-upaya perdamaian sebelumnya telah gagal, tetapi karena sejumlah alasan, termasuk tsunami tersebut, perdamaian akhirnya menang pada tahun 2005 setelah 29 tahun konflik berkepanjangan. Era pasca-[[Soeharto]] dan [[Sejarah Indonesia (1998-sekarang)|masa reformasi]] yang liberal-demokratis, serta perubahan dalam sistem militer Indonesia, membantu menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi pembicaraan damai. Peran Presiden Indonesia yang baru terpilih, [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan Wakil Presiden [[Jusuf Kalla]] adalah sangat signifikan dalam menangnya perdamaian di Aceh.<ref>See Hamid Awaludin, op. cit.</ref> Pada saat yang sama, kepemimpinan juga GAM mengalami perubahan, dan [[militer Indonesia]] telah menimbulkan begitu banyak kerusakan pada gerakan pemberontak yang mungkin menempatkan GAM di bawah tekanan kuat untuk bernegosiasi.<ref>{{Cite web |url=http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HH15Ae01.html |title=Asia Times Online:: Southeast Asia news - A happy, peaceful anniversary in Aceh<!-- judul hasil Bot --> |access-date=2013-04-20 |archive-date=2017-02-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170203041743/http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HH15Ae01.html |dead-url=yes }}</ref> Perundingan perdamaian tersebut difasilitasi oleh [[LSM]] berbasis [[Finlandia]], ''[[Crisis Management Initiative]]'', dan dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia [[Martti Ahtisaari]]. Perundingan ini menghasilkan [[Kesepakatan Helsinki|kesepakatan damai]] <ref>[http://www.aceh-mm.org/download/english/Helsinki%20MoU.pdf Text of the MOU] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130418023930/http://www.aceh-mm.org/download/english/Helsinki%20MoU.pdf |date=2013-04-18 }} (PDF format)</ref> ditandatangani pada [[15 Agustus]] [[2005]]. Berdasarkan perjanjian tersebut, Aceh akan menerima otonomi khusus di bawah Republik [[Indonesia]], dan tentara non-organik (mis. tentara beretnis non-Aceh) akan ditarik dari provinsi Aceh (hanya menyisakan 25.000 tentara), dan dilakukannya pelucutan senjata GAM. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, [[Uni Eropa]] mengirimkan 300 pemantau yang tergabung dalam ''[[Aceh Monitoring Mission]]'' (Misi Pemantau Aceh). Misi mereka berakhir pada tanggal [[15 Desember]] [[2006]], setelah suksesnya [[pilkada]] atau [[Pemilihan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam 2006|pemilihan daerah gubernur Aceh]] yang pertama.
 
Aceh telah diberikan otonomi yang lebih luas melalui UU Pemerintah, meliputi hak khusus yang disepakati pada tahun 2002 serta hak masyarakat Aceh untuk membentuk partai politik lokal untuk mewakili kepentingan mereka. Namun, pendukung HAM menyoroti bahwa pelanggaran HAM sebelumnya di provinsi Aceh akan perlu ditangani.<ref>[http://hrw.org/english/docs/2005/09/19/indone11764.htm]</ref>