Setelah amandemen ke-2 Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 18B ayat (2) menjadi dasar pengakuan hukum adat dalam konstitusi Negara Indonesia yaitu:
"''[[Negara]] mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]] (NKRI), yang diatur dalam Undang-undang''"<ref name="mal"/><ref>https://law.unja.ac.id/keberadaan-hukum-adat-dalam-sistem-hukum-indonesia/</ref>.
== Terminologi ==
Sedangkan pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa adat [[Minangkabau]] telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke [[Indonesia]] dalam abad ke satu tahun masehi.
Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan seorang Ulama [[Aceh]]<ref>Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum</ref> yang bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani (Aceh Besar) pada tahun 1630.<ref>Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani. ''Safinatul Hukaam Fi Tahlisil Khasam'' (Bahtera Segala Hakim dalam Menyelesaikan Segala Orang Berkesumat/Bersengketa)</ref> Prof. A. Hasymi menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.
=== Definisi ===
Menurut [[Kamus Besar Bahasa Indonesia]], adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan, maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.<ref>H. Noor Ipansyah Jastan, S.H. dan Indah Ramadhansyah. ''Hukum Adat''. Hal. 15.</ref>
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum kebiasaan.<ref name="ReferenceA">.</ref> Menurutnya hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk, hukum adat dan hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
Sedangkan menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akibat hukum (''das sein das sollen'').<ref name="ReferenceA"/> Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada <!-- Bantu untuk menerjemahkannya -->''Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving''.<!-- Bantu untuk menerjemahkannya -->
Syekh Jalaluddin<ref>Syekh Jalaluddin. ''Safinatul Hukam fi Tahlisil Khasam''</ref> menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis di belakang peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang berada di belakang fakta-fakta yang menuntuk bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.
=== Hurgronje ===
[[Christiaan Snouck Hurgronje]], dalam karyanya yang berjudul ''De Atjehers'', mendefinisikan hukum adat sebagai "[[adat]] yang memiliki sanksi."<ref>Tolib Setiady, p. 8</ref> Hurgronje berpandangan bahwa adat yang tidak memiliki sanksi adalah kebiasaan normatif yang hanya mengatur tingkah laku yang patut dan berlaku dalam masyarakat. Hurgronje juga berpandangan bahwa tidak ada batas yang jelas antara hukum adat dan hukum kebiasaan.<ref>Tolib Setiady, p. 8</ref>
=== van Vollenhoven ===
[[Cornelis van Vollenhoven]] mendefinisikan hukum adat sebagai "keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak di[[kodifikasi hukum|kodifikasi]] (adat)". van Vollenhoven menempatkan hukum adat sebagai sebuah ilmu pengetahuan, sehingga kedudukannya sejajar dengan hukum-hukum lain pada sebuah rezim hukum positif.<ref>{{Cite journal|last=Sumanto|first=Dedi|year=Juli-Desember 2018|title=Hukum Adat di Indonesia Perspektif Sosiologi dan Antropologi Hukum Islam|url=https://media.neliti.com/media/publications/270192-hukum-adat-di-indonesia-perspektif-sosio-9d6d52b9.pdf|journal=Ilmiah Syari'ah|volume=17|issue=2|pages=182|doi=}}</ref>
=== ter HaarLingkungan ===
B. ter Haar membatasi hukum adat sebagai hukum yang "mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta di dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut."
Dalam orasi ilmiahnya pada dies natalis [[Rechtshoogeschool te Batavia]] tahun 1930, ter Haar kemudian menjelaskan hukum adat "lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat hukum adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senapas dan seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi."<ref name="ter Haar">[[Ter Haar]]. ''Peradilan Lanraad berdasarkan Hukum Tak Tertulis''. Dalam pidato Dies Natalies. 1930.</ref>
Ia juga menjelaskan bahwa hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidak hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga di luar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut.<ref name="ter Haar"/>
== Lingkungan ==
[[Cornelis van Vollenhoven]] membagi [[Indonesia]] menjadi 19 lingkungan hukum adat (''rechtsringen''). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai ''rechtskring''. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (''Rechtsgouw''). Wilayah hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
* [[Aceh]]
* Jawa Barat (Sunda)<ref name="mal"/>.
=== Status pada hukum nasional ===
Mengenai persoalan penegak '''hukum adat''' Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah.
Dalam kasus salah satu adat [[suku Nuaulu]] yang terletak di daerah [[Maluku]] Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, di mana proses adat itu membutuhkan [[kepala]] manusia sebagai alat atau perangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut.
Ketika berlakunya undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok kekuasaan kehakiman, di tentukan penghapusan peradilan adat dalam pasal 39, dan berdasarkan penjelasan atas pasal 39 ini disebutkan bahwa berdasarkan pada UU No. 1 Drt. Tahun 1961 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan, Susunan, Kekuasaan, dan Acara Peradilan, Sipil, pada Pasal 1 ayat (2) oleh Menteri Kehakiman secara berangsurangsur telah menghapus pengadilan Adat di Bali, Sulawesi, Lombok, Sumbawa, Timor, Kalimantan dan Jambi<ref name="adat"/>.
=== Penegakan ===
Penegak hukum adat adalah pemuka adat tingkat tinggi sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat yang dibawahinya untuk menjaga keutuhan hidup [[sejahtera]].
# Agama: [[Hindu]], [[Budha]], [[Islam]], [[Kristen]] dan sebagainya. Misalnya: di Pulau [[Jawa]] dan [[Bali]] dipengaruhi agama Hindu, Di [[Aceh]] dipengaruhi Agama Islam, Di [[Ambon]] dan [[Maluku]] dipengaruhi agama Kristen, Sakala Brak [[Animisme]] dan Hindu Budha.
# [[Kerajaan]] seperti antara lain: [[Sriwijaya]], [[Majapahit]].
# Masuknya [[Bangsa Arab]] para Khalifah Al-Mujahid, [[India Selatan]] [[Suku Tumi]] (Orang Tamil), [[China]], [[Eropa]].
== Daftar pustaka ==
|