Kidung Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Analisis: Pranala
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 59:
Kemudian ada sebuah hal yang menarik, tampaknya dalam kidung Sunda, nama raja, ratu dan putri Sunda tidak disebut. Putri Sunda dalam sumber lain sering disebut bernamakan [[Dyah Pitaloka Citraresmi|Dyah Pitaloka]].{{Citation needed}}
 
Satu hal yang menarik lagi ialah bahwa dalam teks dibedakan pengertian antara [[Nusantara]] dan tanah Sunda. Orang-orang Sunda dianggap bukan orang Nusantara, kecuali oleh patih Gajah Mada. Sedangkan yang disebut sebagai orang-orang Nusantara adalah: orang [[Palembang]], orang [[Tumasik]] ([[Singapura]]), [[Sampit]], [[Suku Madura|Madura]], [[Bali]], Koci (''[[Cochinchina]]'', Vietnam), Wandan ([[Banda, Maluku Tengah]]), Tanjungpura ([[Kabupaten Ketapang]]) dan Sawakung ([[Pulau Sebuku]]?) (contoh bait 1.54 b54b dan 65a). Hal ini juga sesuai dengan kakawin Nagarakretagama di mana tanah Sunda tak disebut sebagai wilayah Majapahit di mana mereka harus membayar upeti. Tapi di Nagarakretagama, Madura juga tak disebut.{{Citation needed}}
 
== Penulisan ==
Baris 73:
Semua [[naskah]] kidung Sunda yang dibicarakan di artikel ini, berasal dari Bali. Tetapi tidak jelas apakah teks ini ditulis di [[Jawa]] atau di Bali.
 
Kemudian nama penulis tidaklah diketahui pula. Masa penulisan juga tidak diketahui dengan pasti. Di dalam teks disebut-sebut tentang [[bedil]] (senjata [[bubuk mesiu]] atau [[senjata api]]). Senjata berbasis bubuk mesiu masuk ke Indonesia sejak [[Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa|perang Jawa-Mongol Yuan]], dimana pasukan Mongol menyerang Kediri dengan 炮 - "pào" (bahasa China untuk meriam).<ref name="Schlegel">Schlegel, Gustaaf (1902). "On the Invention and Use of Fire-Arms and Gunpowder in China, Prior to the Arrival of European". ''T'oung Pao''. 3: 1–11.</ref>{{Rp|1–2}}<ref>Lombard, Denys (2005). ''Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 208.</ref><ref>Reid, Anthony (2011). ''Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid II: Jaringan Perdagangan Global''. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Halaman 255.</ref> Meriam yang disebut [[cetbang]] sudah umum digunakan saat ekspansi Majapahit tahun 1336-1350.<ref>Dr. J.L.A. Brandes, T.B.G., LII (1910)</ref><ref>{{Cite book|title=Budaya Bahari|last=Pramono|first=Djoko|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2005|isbn=9789792213768|location=|pages=}}</ref>{{Rp|57}}
 
C. C. Berg berpendapat bahwa puisi ini mestinya disusun sekitar tahun 1550 M atau sesudahnya karena ada gambaran tentang kuda patih Anepakěn, patih kerajaan Sunda. Kudanya dibandingkan dengan kuda bernama Anda Wesi milik Rangga Lawe, tokoh terkenal dari puisi Jawa lainnya; ''Kidung Rangga Lawe''. Yang terakhir ini, menurut Juynboll berasal dari tahun 1465 saka, atau 1543 M. Namun Berg terbuka untuk penanggalan lebih awal, karena manuskrip Leiden adalah salinan baru dari tahun yang lebih muda.<ref>Berg, 1927: 5.</ref> Damais berpendapat bahwa ''Kidung Rangga Lawe'' awalnya disusun pada 1334 M, membaca [[Sengkala|sengkalannya]] sebagai 1256 saka bukannya 1465 saka.<ref>Damais, 1958: 56.</ref>