Cetbang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
→Munculnya Islam (1478–1600): Ini diambil tanpa konteks. Tuhfat Al-Nafis ditulis pada abad ke-19, jauh setelah jatuhnya Malaka. |
||
Baris 39:
[[Berkas:Warship of Madura.jpg|jmpl|Sebuah [[Ghali (kapal)|ghali]] atau lancaran dari Madura, dengan setidaknya 4 buah cetbang.]]Menurut catatan Portugis yang datang ke Malaka pada abad ke-16, telah terdapat perkampungan besar dari pedagang Jawa yang diketuai oleh seorang kepala kampung. Orang-orang Jawa di Malaka juga membuat meriam sendiri secara swadaya, dimana meriam pada saat itu sama bergunanya dengan layar pada kapal dagang.<ref>Furnivall, J. S. (2010). ''[https://books.google.co.id/books?id=qiARYzj_QL8C&dq= Netherlands India: A Study of Plural Economy]''. Cambridge University Press. Halaman 9: "''when Portuguese first came to Malacca they noticed a large colony of Javanese merchants under its own headman; the Javanese even founded their own cannon, which then, and for long after, were as necessary to merchant ships as sails''."</ref>
[[João de Barros|De Barros]] dan Faria e Sousa menyebutkan bahwa saat [[Perebutan Malaka (1511)|jatuhnya kesultanan Malaka]] (1511), Albuquerque merebut 3.000 dari 8.000 artileri. Di antaranya, 2.000 terbuat dari kuningan dan sisanya dari besi, dalam gaya meriam ''berço'' Portugis. Semua artileri memiliki pedati meriam yang tepat yang tidak dapat disaingi bahkan oleh Portugal.<ref name=":8">{{Cite book|last=Partington|first=J. R.|url=https://books.google.co.id/books?id=fNZBSqd2cToC&dq|title=A History of Greek Fire and Gunpowder|date=1999|publisher=JHU Press|year=|isbn=978-0-8018-5954-0|location=|pages=|language=en}}</ref>{{rp|279}}<ref name=":22">{{Cite book|last=Crawfurd|first=John|url=https://archive.org/details/adescriptivedic00crawgoog/page/n8/mode/2up?q=|title=A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries|publisher=Bradbury and Evans|year=1856|isbn=|location=|pages=}}</ref>{{rp|22}}<ref>{{Cite book|last=Birch|first=Walter de Gray|year=1875|url=https://archive.org/details/commentariesgre02unkngoog/page/n7/mode/2up?q=|title=The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 volume 3|location=London|publisher=The Hakluyt society|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|127-128}} Meriam yang ditemukan berasal dari berbagai jenis: ''esmeril'' (meriam putar 1/4 sampai 1/2 pon,<ref name=":14">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=yYupSOK0BgIC&printsec=|title=Artillery Through the Ages: A Short Illustrated History of the Cannon, Emphasizing Types Used in America|last=Manucy|first=Albert C.|publisher=U.S. Department of the Interior Washington|year=1949|isbn=|location=|page=34}}</ref> mungkin merujuk pada ''cetbang'' atau ''lantaka''), ''falconet'' (meriam putar cor perunggu yang lebih besar dari ''esmeril'', 1 sampai 2 pon,<ref name=":14" /> mungkin merujuk pada ''[[lela]]''), ''saker'' berukuran sedang (meriam panjang atau ''culverin'' diantara 6–10 pon),<ref>''Lettera di Giovanni Da Empoli'', with introduction and notes by A. Bausani, Rome, 1970, page 138.</ref><ref name=":9" />{{Rp|385}} dan ''bombard'' (meriam yang pendek, gemuk, dan berat).<ref name=":13">{{Cite book|last=Charney|first=Michael|date=|year=2004|url=https://books.google.co.id/books?id=tdJ7DwAAQBAJ&source=gbs_navlinks_s|title=Southeast Asian Warfare, 1300-1900|location=|publisher=BRILL|isbn=9789047406921|url-status=live}}</ref>{{Rp|46}} Orang Melayu juga memiliki 1 buah meriam besar yang cantik, dikirim oleh raja [[Kalikut]].<ref name=":13" />{{Rp|47}}<ref name=":222">{{Cite book|last=Crawfurd|first=John|date=|year=1856|url=https://archive.org/details/adescriptivedic00crawgoog/page/n8/mode/2up?q=|title=A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries|location=|publisher=Bradbury and Evans|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>{{Rp|22
Perlu dicatat bahwa, meskipun memiliki banyak artileri dan senjata api, senjata [[Kesultanan Melaka|kesultanan Malaka]] umumnya dan sebagian besarnya dibeli dari orang Jawa dan Gujarat, di mana orang Jawa dan Gujarat bertugas sebagai operator senjata. Pada awal abad ke-16, sebelum kedatangan Portugis, orang Melayu adalah orang-orang tanpa senjata bubuk mesiu. ''[[Sejarah Melayu]]'' menyebutkan bahwa pada tahun 1509 mereka tidak mengerti "mengapa peluru membunuh", menunjukkan ketidakbiasaan mereka menggunakan senjata api dalam pertempuran, jika tidak dalam upacara.<ref>Charney, Michael (2012). Iberians and Southeast Asians at War: the Violent First Encounter at Melaka in 1511 and After. Di ''Waffen Wissen Wandel: Anpassung und Lernen in transkulturellen Erstkonflikten''. Hamburger Edition.</ref>{{Rp|3}} Sebagaimana dicatat ''Sejarah Melayu'':<blockquote>''Setelah datang ke Melaka, maka bertemu, ditembaknya dengan meriam. Maka segala orang Melaka pun hairan, terkejut mendengar bunyi meriam itu. Katanya, "Bunyi apa ini, seperti guruh ini?". Maka meriam itu pun datanglah mengenai orang Melaka, ada yang putus lehernya, ada yang putus tangannya, ada yang panggal pahanya. Maka bertambahlah hairannya orang Melaka melihat fi'il bedil itu. Katanya: "Apa namanya senjata yang bulat itu maka dengan tajamnya maka ia membunuh?" <ref>Kheng, Cheah Boon (1998). ''Sejarah Melayu The Malay Annals MS RAFFLES No. 18 Edisi Rumi Baru/New Romanised Edition''. Academic Art & Printing Services Sdn. Bhd.</ref>{{Rp|254-255}}''</blockquote>Buku ''Asia Portuguesa'' oleh Manuel de Faria y Sousa mencatat kisah serupa, walaupun tidak se-spektakuler yang digambarkan dalam ''Sejarah Melayu''.<ref>{{Cite journal|last=Koek|first=E.|date=1886|title=Portuguese History of Malacca|url=https://archive.org/details/portuguese-history-of-malacca/page/n1/mode/2up|journal=Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society|volume=17|pages=117–149}}</ref>{{Rp|120–121}}
|