Sunan Gunung Jati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sabrangi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
HarisX (bicara | kontrib)
memisahkan dari fatahillah (sunan gunung jati & fatahillah tidak sama)
Baris 1:
[[Gambar:Sunan_gunung_jati.jpg|right|thumb|ilustrasi '''Sunan Gunung Jati''']]
#REDIRECT [[Fatahillah]]
'''Sunan Gunung Jati''' atau '''Syarif Hidayatullah''', lahir sekitar [[1450]] M namun ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir pada sekitar [[1448]] M. Suna Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok [[ulama]] besar di [[Jawa]] bernama [[walisongo]].
Sunan Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M. Ayah beliau adalah Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar. Jamaluddin Akbar adalah seorang Muballigh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai Syekh Mawlana Akbar bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh Mawlana Akbar adalah putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, ulama besar di Hadramawt, Yaman yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui cucu beliau Imam Husayn.
 
Ibunda Syarif HidayatullahIbunya adalah Nyai Rara Santang, putri Prabudari Siliwangiraja yangPajajaran bersamaRaden kakandaManah beliau,Rarasa. KiyanSedangkan Santangayahnya bergelaradalah PangeranSultan CakrabuwanaSyarif berguruAbdullah kepadaMaulana Syekh Datuk KahfiHuda, seorangpembesar MuballighMesir asalketurunan BaghdadBani bernamaHasyim aslidari Idhafi MahdiPalestina.
 
SUnan Gunung Jati adalah putra dari pasangan [[Nyai Rara Santang]], seorang [[putri]] dari [[raja Pajajaran]] [[Raden Manah Rarasa]]. Sedangkan ayahnya adalah [[Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda]], pembesar [[Mesir]] keturunan [[Bani Hasyim]] dari [[Palestina]].
Pertemuan Rara Santang dengan Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar masih diperselisihkan. Sebagian riwayat menyebutkan bertemu pertama kali di Mesir, tapi dugaan yang lebih kuat atas dasar perkembangan Islam di pesisir ketika itu, pertemuan mereka di tempat-tempat pengajian seperti yang di Majelis Syekh Quro, Karawang (tempat belajar dari Nyai Subang Larang ibunda dari Rara Santang) atau di Majelis Syekh Kahfi, Cirebon (tempat belajar Kiyan Santang kakanda dari Rara Santang).
 
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai [[negara]]. Menyusul berdirinya [[Kesultanan Demak|Kesultanan Bintoro Demak]], dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan [[Kesultanan Cirebon|Kasultanan Cirebon]] yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar, sangat mungkin terlibat aktif membantu pengajian di majelis-majelis itu mengingat ayahanda dan kakek beliau datang ke Nusantara dengan misi dakwah yang kuat.
 
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "walisongo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir [[Cirebon]] ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Pernikahan Rara Santang putri Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang dengan Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Syarif Hidayatullah.
 
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan [[Timur Tengah]] yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
 
Bersama putranya, [[Maulana Hasanuddin]], Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke [[Banten]]. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal [[Kesultanan Banten]].
 
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada [[Pangeran Pasarean]]. Pada tahun [[1568]] M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah [[Gunung Sembung]], [[Gunung Jati]], sekitar 15 kilometer sebelum [[kota Cirebon]] dari arah barat.
 
[[Kategori:walisongo]]