Abangan cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut [[adat]] daripada hukum Islam murni ([[Syariat Islam|syariah]]).<ref name="gee">Geertz, Clifford. 1983. ''Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarkat Jawa.'' Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.</ref> Dalam sistem kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi [[Agama Hindu|Hindu]], [[Agama Buddha|Buddha]] dan [[animisme]]. Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa itu bentuk varian Islam di Indonesia.<ref name="gee" />
== Kontroversi ==
Berdasarkan cerita masyarakat, kata abangan diperkirakan berasal dari kata [[Bahasa Arab]] aba'an.<ref> {{cite journal|authors=Abdul Mughits|title=Berakhirnya Mitos Dikotomi Santri Abangan|Journal=Millah|Volume=3|url=http://jurnal.uii.ac.id/Millah/article/download/7024/6252|date=Januari 2004|accessdate=2 September 2020}} </ref> Lidah orang Jawa membaca huruf 'ain menjadi ngain. Arti aba'an kurang lebih adalah "yang tidak konsekuen" atau "yang meninggalkan".
Jadi para ulama dulu memberikan julukan kepada para orang yang sudah masuk Islam tetapi tidak menjalankan syariat ([[Bahasa Jawa]]: sarengat) adalah kaum ''aba'an'' atau abangan. Jadi, kata "abang" disini bukan dari kata Bahasa Jawa yang berarti warna merah.<ref name="aba">Rickflefs, M.C. 2007. ''Polarising Javanese Society''. Singapore: NUS Press.</ref>{{page needed|date=Oktober 2018}}