Biara Mor Hananyo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 35:
Sesudah sempat ditelantarkan, biara Mor Hananyo dibangun ulang Yohanes, Uskup Mardin, yang melakukan renovasi-renovasi penting dan menjadikan biara ini sebagai markas Gereja Ortodoks Suryani sebelum ia mangkat pada tanggal 12 Juli 1165.<ref>{{cite web |url=http://www.syrianchurch.org/ch/saffronmonastery.htm |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20070927142956/http://www.syrianchurch.org/ch/SaffronMonastery.htm |archive-date=2007-09-27 |title=Mor Hananyo Dayro, Turkey}}</ref> Oleh karena itu, dari tahun 1160 sampai 1932, Biara Mor Hananyo menjadi tempat kedudukan resmi Batrik [[Gereja Ortodoks Suriah|Gereja Ortodoks Suryani]], yang selanjutnya dipindahkan ke kota [[Homs|Hims]], kemudian dipindahkan lagi ke kota [[Damsyik]] pada tahun 1959. Meskipun demikian, biara ini masih menyimpan takhta batrik dan banyak relikui, bahkan pusara beberapa mendiang batrik.<ref>sor.cua.edu/ChMon/MardinDKurkmo/</ref>
 
<blockquote>“Tiga kilometer dari timur Mardin berdiri biara Santo Ananias, yang beberapa kali dijadikan tempat kediaman [[Daftar Batrik Antiokhia Ortodoks Suryani|Batrik Antiokhia Ortodoks Suryani]] dalam rentang waktu tahun 1166 sampai 1923. Biara ini berada di kaki sebuah gunung yang terlihat seperti [[keju Emmental]] khas Swiss, penuh dengan ceruk dan gua yang digali para rahib untuk dijadikan tempat berkhalwat. Para petarak garis keras berkhalwat selama bertahun-tahun di dalam gua-gua yang ditemboki mulutnya, bahkan ada yang melakukannya sampai ajal datang menjemput. Para novis yang tinggal di biaralah yang membawakan mereka air dan sedikit makanan, yang dimasukkan lewat sebuah tingkap kecil. Rahib yang mengabaikan mangkuknya selama 40 hari akan diperkirakan sudah wafat, oleh karena itu tembok penutup mulut guanya akan dibongkar. Kebiasaan semacam ini tampaknya seperti tindakan memilih liang kubur sendiri secara sukarela pada masa lampau, kebiasaan yang juga lazim dijumpai di kalangan pemeluk agama Budha di Tibet sampai negeri itu diinvasi Tiongkok pada tahun 1950. Rahib-rahib semacam inilah yang membuat daerah tersebut diberi nama [[Tur Abdin]]. . . . Saya selanjutnya mengunjungi makam-makam bawah tanah di biara ini, dan mendapati, di dalam tujuh ceruk seluas bilik, jenazah tiga mendiang batrik dan empat mendiang uskup agung Ortodoks Suryani disemayamkan untuk terakhir kalinya dengan cara didudukkan di atas takhta, lengkap dengan segala tanda kebesaran jabatannya.”<ref>''Traces in the Desert: Journeys of Discovery across Central Asia''. (2008). Christoph Baumer. I. B. Tauris, New York, hlm. 21.</ref></blockquote>
 
Biara Mor Hananyo memiliki 365 ruangan. Satu ruangan mewakili satu hari dalam setahun.