Gender: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Silentwinner (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Silentwinner (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor
Baris 36:
Bias merupakan kondisi yang memihak atau merugikan, sedangkan gender merupakan sifat yang melekat pada [[Watak|karakter]] laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya, menurut data [[Badan Pusat Statistik]], [[Indeks Pembangunan Manusia]] menurut provinsi dan jenis kelamin di [[Indonesia]] tahun 2018 menunjukan bahwa pria 75,43 persen dan wanita 68,63 persen, data tersebut menunjukan bahwa akses hasil pembangunan pada wanita masih lebih rendah daripada pria dalam meperoleh pendapatan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya, hal tersebut memicu adanya bias gender atau situasi kondisi yang memihak dan merugikan salah satu jenis kelamin, pada karakteristik gender sendiri terkait pada membedakan [[maskulinitas]] dan [[Femininasi|feminitas]].
 
Maskulinitas yaitu [[laki-laki]] dianggap kuat, rasional, kuat dan tegas maka sering kai dalam [[masyarakat]] terdapat bias gender bahwa pria dianggap tabu apabila mengerjakan pekerjaan perempuan atau pekerjaan [[rumah tangga]] seperti memasak, mengurus anak dan membersihkan rumah sedangkan feminitas yaitu wanita dikena lemah lembut, keibuan, emosional, afektif dan irasional yang sering sekali menjadi bias gender, seringkali terjadi bias gender seperti [[Wanita muslim yang menjadi pemimpin di dunia|wanita]] diragukan kemampuannya  untuk menduduki suatu jabatan dalam pekerjaan. Sehingga dampak dari bias gender adalah diskriminasi gender serta kekerasaan dan pelecehan seksual yang akan terjadi di lingkungan kerja maupun lingkungan sekitar. Bias gender dapat dicegah dengan mendidik dan mengasuh anak secara adil, selain itu juga dengan mengedukasi seks serta karakter anak sejak dini. Dengan mengurangi adanya bias gender, maka akan mendorong kesetaraan guna mewujudkan pembangunan yang adil dan setara bagi pria dan wanita. Selain itu dengan mendidik dan memberikan informasi terkait gender hal demikian juga dapat membangun rasa saling menghargai.<ref>{{Cite web|title=ANALISIS: BIAS GENDER PADA MASYARAKAT INDONESIA {{!}} Jurusan Pendidikan Sosiologi|url=http://pendidikan-sosiologi.fis.uny.ac.id/id/berita/analisis-bias-gender-pada-masyarakat-indonesia.html#:~:text=Hal%20tersebut%20memicu%20adanya%20bias,kepada%20membedakan%20Maskulinitas%20dan%20Feminitas.|website=pendidikan-sosiologi.fis.uny.ac.id|access-date=2022-09-10}}</ref>
 
'''gender dan Usia'''
 
Sebagaimana Aldous Huxley dalam Two or Three Graces in the Coulmas's Book (hal.36) menyatakan bahwa “Pada abad delapan belas, ketika logika dan sains menjadi mode, wanita mencoba berbicara seperti pria. Abad kedua puluh telah membalikkan prosesnya”. Memang, saat ini banyak wanita berbicara seperti pria berbicara. Apalagi ada emansipasi perempuan yang menempatkan perempuan dalam berbagai posisi pekerjaan. Hal ini memungkinkan perempuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan khususnya laki-laki, kemudian meniru ucapan mereka agar lebih mudah dipahami dalam komunikasi. Namun, hal ini bertentangan dengan pernyataan yang akan menjadi teori yang mendasarinya; Labov (1990: 210) menegaskan wanita cenderung memilih varian standar lebih sering daripada pria. Itu ada di bab 3 Buku Coulmas (Gender) halaman 40. Mengapa berbeda dengan pernyataan pertama? Karena di sini, bicara perempuan tidak berubah atau tidak berbicara seperti laki-laki. Penyebabnya adalah laki-laki cenderung menggunakan bahasa yang tidak baku sedangkan perempuan sebaliknya. Secara rinci, laki-laki dalam pidato bahasa Inggris sering mengurangi ketika mereka berbicara berjalan, berlari, makan, dll sehingga mereka mengatakan walkin', runnin' dan eatin'. Temuan lain (Trudgill: 1984) menunjukkan bahwa –dalam bentuk lebih banyak digunakan oleh laki-laki daripada perempuan dan status sosial yang lebih tinggi adalah frekuensi yang lebih rendah menggunakan –dalam bentuk. Oleh karena itu, pernyataan Labov ini akan digunakan untuk menganalisis fakta dalam kehidupan sehari-hari sebagai temuan makalah ini. Ini untuk menentukan apakah pernyataan ini sejalan dengan temuan atau sebaliknya.
 
Selanjutnya, pernyataan esensial kedua yang akan diterapkan diadaptasi dari Downes (1984: 191) yang mengatakan bahwa antara usia 25 dan 60 orang paling sering memilih standar daripada bentuk dialektis (Coulmas: Bab 4-Age, halaman 61). . Menurut buku Coulmas (hal.61), seiring bertambahnya usia, ucapan mereka menjadi kurang dialektis dan menyatu dengan standar. Jika digunakan di Indonesia, berarti masyarakat sekitar usia tersebut (dewasa) cenderung menggunakan bahasa Indonesia baku daripada bahasa Indonesia non baku/dialektis. Di sisi lain, apakah fenomena ini selalu ada dalam setiap setting dan konteks? Itu akan terjawab setelah membandingkan teori ini dengan fakta yang ditemukan.
 
'''Bahasa dan Gender'''
 
Bahasa dan gender adalah bidang studi dalam sosiolinguistik, linguistik terapan, dan bidang terkait yang menyelidiki varietas pidato yang terkait dengan jenis kelamin tertentu, atau norma sosial untuk penggunaan bahasa gender tersebut (Tannen: 2006). Berbagai pidato (atau sosiolek) yang terkait dengan jenis kelamin tertentu kadang-kadang disebut genderlek.
 
Perbedaan antara bahasa perempuan dan laki-laki adalah pendekatan kesetaraan, itu milik 'sub-budaya' yang berbeda karena mereka telah disosialisasikan untuk melakukannya sejak kecil. Hal ini kemudian menghasilkan berbagai gaya komunikatif pria dan wanita (Tannen 1990). Dia membandingkan perbedaan gender dalam bahasa dengan perbedaan budaya.
 
Wanita umumnya diyakini berbicara dengan "bahasa" yang lebih baik daripada pria. Ini adalah kesalahpahaman yang konstan, tetapi para ahli percaya bahwa tidak ada gender yang berbicara bahasa yang lebih baik, tetapi setiap gender malah berbicara dengan bahasa uniknya sendiri (Azizi: 2011). Gagasan ini telah memicu penelitian lebih lanjut ke dalam studi tentang perbedaan antara cara pria dan wanita berkomunikasi
 
'''Bahasa dan Usia'''
 
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Argamon, et al. (2007), mereka melaporkan bahwa analisis mereka terhadap kumpulan besar posting blog untuk mengetahui apakah dan bagaimana topik dan gaya penulisan berbeda dengan usia dan jenis kelamin penulis di blog. Pennebaker, dkk. (2003) menyatakan bahwa baru-baru ini juga ditunjukkan bahwa topik dan gaya menulis adalah tanda-tanda yang menguntungkan dari perkembangan psikologis terkait usia dalam aspek kepribadian, minat, dan perasaan. Korpus mereka memiliki lebih dari 140 juta kata teks dari blog yang dipilih secara acak oleh pria dan wanita dari remaja hingga usia empat puluhan. Dengan menerapkan analisis faktor dan teknik pembelajaran mesin, mereka menunjukkan di sini pola yang jelas dan konsisten dari variasi terkait usia dan gender dalam topik dan gaya penulisan.
 
Menghubungkan Usia dan Jenis Kelamin
 
Tidak luput dari perhatian bahwa dengan sedikit pengecualian, faktor dan kelas kata yang lebih banyak digunakan oleh blogger yang lebih muda (lebih tua) juga jelas lebih banyak digunakan oleh blogger perempuan (laki-laki). Dengan demikian, Artikel, Bisnis, Preposisi, Internet, Agama, dan Politik lebih banyak diterapkan oleh blogger pria dan blogger yang lebih tua, sedangkan Auxiliary Verbs, Conjunctions, Conversation, Personal Pronouns, At Home, Romance, Swearing, dan Fun lebih banyak diterapkan oleh blogger wanita. dan blogger muda. Hanya ada 3 pengecualian untuk pola ini: Keluarga, diterapkan lebih banyak oleh wanita dan blogger yang lebih tua; Musik, lebih banyak diterapkan oleh pria dan blogger muda; dan, Sekolah, di mana tidak ada perbedaan penting antara penggunaan pria dan wanita.
 
Kekuatan pengamatan ini digarisbawahi ketika memeriksa kata-kata pribadi yang menunjukkan efek terkait usia dan gender yang kuat. Argamon, dkk. (2007:1) menganggap bahwa 316 kata yang merupakan 1000 kata dengan informasi tertinggi didapat untuk usia dan 1000 kata dengan informasi tertinggi didapatkan untuk jenis kelamin.
 
==== Gender ketiga dan gender nonbiner ====