Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 36:
Sebagai putra dari [[Tughj bin Juff]], seorang jenderal berdarah [[Suku bangsa Turkic|Turkic]] yang melayani Abbasiyah dan penguasa-penguasa otonom [[Tuluniyah]] Mesir dan Suriah, Muhammad bin Tughj lahir di [[Sejarah Baghdad#Pusat pengetahuan (abad ke-8 sampai ke-9)|Baghdad]] namun dibesarkan di Suriah dan mendapatkan pengalaman administratif dan militer pertamanya di sisi ayahnya. Ia memiliki karier awal yang bergejolak: bersama ayahnya, ia ditahan oleh pihak Abbasiyah pada tahun 905, lalu dibebaskan pada tahun 906. Ia kemudian berpartisipasi dalam pembunuhan [[wazir]] [[al-Abbas bin al-Hasan al-Jarjara'i]] pada tahun 908, dan melarikan diri ke [[Sejarah Irak#Abad Pertengahan|Irak]] untuk mengabdi kepada gubernur Mesir, [[Takin al-Khazari]]. Kemudian,ia memperoleh bantuan dari beberapa pembesar Abbasiyyah yang berpengaruh, terutama panglima besar yang berkuasa, [[Mu'nis al-Muzaffar]]. Hubungan ini membuatnya diangkat menjadi gubernur [[Jund Filastin|Palestina]], lalu [[Damaskus]]. Pada 933 M, ia juga diangkat menjadi gubernur Mesir, tetapi jabatan tersebut dicabut setelah kematian Mu'nis, dan ia pun mesti berjuang bahkan untuk mempertahankan jabatan gubernurnya di Damaskus. Pada tahun 935, ia diangkat kembali menjadi gubernur di Mesir, dimana ia dengan cepat memukul mundur invasi Fatimiyah dan menstabilkan negara yang sedang bergejolak pada saat itu. Masa pemerintahannya menandai periode perdamaian dalam negeri yang jarang terjadi, stabilitas dan pemerintahan yang berjalan dengan baik dalam sejarah Mesir Islam awal. Pada tahun 938, Khalifah [[al-Radi]] mengabulkan permintaannya untuk mendapatkan gelar ''al-[[Ikhshid]]'', yang dipegang oleh para penguasa dari daerah leluhurnya di [[Lembah Farghana]]. Dengan gelar inilah ia dikenal setelahnya.
Sepanjang masa pemerintahannya, al-Ikhshid terlibat dalam konflik dengan sejumlah petinggi regional lainnya dalam memperebutkan kekuasaan atas Suriah, yang tanpanya Mesir rentan terhadap invasi dari timur. Tetapi tidak seperti banyak pemimpin Mesir lainnya, terutama Tuluniyah sendiri, ia bersedia mengulur-ulur waktu dan berkompromi dengan saingan-saingannya. Meskipun pada awalnya dia memegang kendali atas keseluruhan Suriah, dia kemudian terpaksa menyerahkan setengah bagian utara-nya kepada
== Asal muasal dan kehidupan awal ==
Baris 49:
== Mengambil alih Mesir ==
Takin
[[Berkas:CairoFustatMashhadAlTabataba1.jpg|jmpl|300x300px|The Mashhad (Mausoleum) of al-Tabataba, erected in 943 CE during the reign of Muhammad Ibnu Tughj al-Ikhshid in [[Cairo]], is the only remaining monument of the Ikhshidid period.<ref>{{cite book|last1=Kadi|first1=Galila El|last2=Bonnamy|first2=Alain|date=2007|url=https://books.google.com/books?id=7OJ0-tXE_9MC&pg=PA96|title=Architecture for the Dead : Cairo's Medieval Necropolis|publisher=American Univ in Cairo Press|isbn=978-977-416-074-5|page=96, 297|language=en}}</ref>]]
Ahmad bin Kayghalagh
Dengan
▲Takin wafat pada Maret 933, dan putranya serta penerusnya yang dinominasikan, Muhammad, gagal mendirikan otoritasnya di Mesir. Ibnu Tughj diangkat menjadi gubernur baru pada bulan Agustus namun pengangkatannya ditolak sebulan kemudian sebelum ia mencapai Mesir, dan [[Ahmad bin Kayghalagh]] dilantik pada jabatan tersebut. Masa pemanggilan kembali Ibnu Tughj bertepatan dengan penangkapan (dan kemudian pembunuhan) Mu'nis oleh Khalifah [[al-Qahir]] (memerintah 932–934) pada 22 September, menyimpulkan bahwa nominasi Ibnu Tughj dalam seluruh keberuntungannya juga karena Mu'nis.{{sfn|Kennedy|2004|p=311}}{{sfn|Bacharach|1975|pp=591–592}} Kenyataannya, al-Qahir mengirim seorang duta bernama Bushri untuk mengganti Ibnu Tughj di Damaskus setelah kejatuhan Mu'nis membulatkan pandangan tersebut. Bushri dapat mengambil alih kegubernuran Aleppo (dimana ia juga dilantik), tetapi Ibnu Tughj menentang pelantikannya, dan mengalahkannya dan menahannya. Khalifah kemudian mengirim Ahmad bin Kayghalagh dalam rangka memaksa Ibnu Tughj untuk menyerah, tetapi meskipun Ahmad berpawai melawan Ibnu Tughj, keduanya menghindari konfrontasi langsung. Sebaliknya, keduanya bertemu dan mencapai kesepakatan dukungan saling menguntungkan, mendirikan status quo.{{sfn|Bacharach|1975|p=592}}
▲Ahmad bin Kayghalagh kemudian menyediakan bantuan mengembalikan tatanan provinsi yang makin menegangkan tersebut. Pada 935, pasukan memberontak karena kurangnya bayaran, dan penyerbuan Bedouin telah didepan mata. Pada saat yang sama, putra Takin, Muhammad dan administrator fiskal [[Abu Bakar Muhammad bin Ali al-Madhara'i]]—pewaris sebuah [[al-Madhara'i|dinasti para birokrat]] yang menangani keuangan provinsi tersebut sejak masa Ibnu Tulun dan menumpuk kekayaan{{sfn|Bianquis|1998|pp=97, 105, 111}}{{sfn|Gottschalk|1986|p=953}}—di bawah naungan Ahmad bin Kayghalagh dan mempertahankan posisinya.{{sfn|Bacharach|1975|pp=592–593}} Salah satu pertarungannya adalah perpecahan pasukan antara pasukan Timur (''Mashariqa''), utamanya prajurit Turki, yang mendukung Muhammad bin Takin, dan pasukan Barat (''Maghariba''), yang diyakini terdiri dari [[orang Berber|Berber]] dan [[orang kulit hitam Afrika]], yang mendukung Ahmad bin Kayghalagh.{{sfn|Brett|2001|p=161}} Dengan dukungan pada masa itu dari mantan vizier dan inspektur-jenderal provinsi-provinsi barat [[al-Fadl bin Ja'far bin al-Furat]], yang putranya menikahi salah satu putri Ibnu Tughj, Ibnu Tughj lebih dari sekali diangkat menjadi gubernur Mesir. Tak mencapai perubahan, Ibnu Tughj mengadakan sebuah invasi negara melalui darat dan laut. Meskipun Ahmad bin Kayghalagh dapat menghalau pergerakan pasukan, armada Ibnu Tughj mengambil alih [[Tinnis]] dan [[Delta Nil]] dan memindahkan ibu kotanya ke Fustat. Bergerak dan kalah dalam pertempuran, Ahmad bin Kayghalagh kabur ke Fatimiyah. Kemenangan Muhammad bin Tughj memasuki Fustat pada 26 Agustus 935.{{sfn|Bacharach|1975|pp=592–594}}{{sfn|Kennedy|2004|pp=311–312}}
▲Dengan ibu kota berada di bawah kekuasaannya, Ibnu Tughj sekarang berkonfrontasi dengan Fatimiyah. ''Maghariba'' yang menolak untuk menyerah kepada Ibnu Tughj kabur ke Iskandariyah dan kemudian ke [[Barqa]] di bawah kepemimpinan Habashi bin Ahmad, dan mengundang penguasa Fatimiyah [[Al-Qa'im bi-Amr Allah|al-Qa'im]] (memerintah 934–946) untuk menginvasi Mesir dengan bantuan mereka.{{sfn|Halm|1996|p=284}}{{sfn|Brett|2001|p=162}}{{sfn|Madelung|1996|p=34}} Invasi Fatimiyah mendatangkan kesukesan awal: Pasukan Berber [[Kutama]] pimpinan pasukan Fatimiyah menaklukan pulau [[Pulau Rhoda|al-Rawda]] di [[Nil]] dan membakar galangan kapalnya. Laksamana-laksamana Ibnu Tughj yakni Ali bin Badar dan Bajkam berbalik memihak ke Fatimiyah, dan Iskandariyah sendiri ditaklukan pada Maret 936. Selain itu, pada 31 Maret, saudara Ibnu Tughj, al-Hasan mengalahkan pasukan Fatimiyah di dekat Iskandariyah, menyupiri mereka dari kota tersebut dan memaksa Fatimiyah sekali lagi terusir dari Mesir ke pangkalan mereka di Barqa.{{sfn|Halm|1996|p=284}}{{sfn|Madelung|1996|p=34}}{{sfn|Bianquis|1998|p=112}} Pada kampanye tersebut, Ibnu Tughj dikenal karena melarang pasukannya untuk merampas yang merupakan tanda "pandangan jangka panjangnya terhadap kesinggahannya di Mesir" menurut J. L. Bacharach.{{sfn|Bacharach|1975|p=594}}
== Pemerintah Mesir ==
Baris 69 ⟶ 68:
Setelah pengusiran Fatimiyah dari Mesir, al-Ikhshid memerintahkan pasukannya untuk menduduki seluruh Suriah sampai Aleppo, menyekutukan dirinya sendiri dengan suku lokal [[Banu Kilab]], seperti halnya yang dilakukan Ibnu Tulun, untuk memperkuat kekuasaannya atas utara Suriah.{{sfn|Bianquis|1998|p=113}} Sebagai gubernur Suriah, ia menentukan batas-batas darat (''[[thughur]]'') dengan [[Kekaisaran Bizantium]] di [[Silisia]]. Kemudian pada tahun 936/7 atau 937/8 (paling diyakini pada musim gugur 937) ia meraih sebuah kedutaan besar dari kaisar Bizantium, [[Romanos I Lekapenos]] (memerintah tahun 920–944), untuk mengadakan [[pertukaran tahanan Arab–Bizantium|pertukaran tahanan]], Meskipun dilakukan tanpa ijin Khalifah al-Radi, tindakan tersebut diberi penghormatan khusus dan pengakuan tak langsung dari otonomi al-Ikhshid, meskipun korespondensi dan negosiasi untuk peristiwa semacam itu biasanya diajukan kepada khalifah ketimbang para gubernur provinsi. Pertukaran tersebut dilakukan pada musim gugur 938, yang menghasilkan pembebasan 6,300 Muslim untuk jumlah tahanan Bizantium yang setara. Karena Bizantium memiliki 800 lebih tahanan ketimbang Muslim, mereka telah diransum dan secara bertahap dibebaskan sepanjang enam bulan berikutnya.{{sfn|PmbZ|loc=Muḥammad b. Ṭuġǧ al-Iḫšīd (#25443)}}{{sfn|Canard|1936|p=193}}
Meskipun ''amir al-umara'' [[Muhammad bin Ra'iq|
Dari [[Raqqa]], pasukan Ibnu Ra'iq beralih ke sepanjang distrik-distrik utara Suriah, dimana saudara al-Ikhshid, Ubayd Allah menjadi gubernur, sementara pasukan Mesir bergerak ke selatan. Pada Oktober atau November, pasukan Ibnu Ra'iq mencapai Ramla dan berpindah ke [[Semenanjung Sinai]]. Al-Ikhshid memimpin pasukannya melawan Ibnu Ra'iq, tetapi setelah pertikaian kecil di [[Pelusium|al-Farama]], dua pasukan tersebut saling memahami, membagi Suriah di antara mereka: kawasan dari Ramla sampai selatan di bawah kekuasaan al-Ikhshid, dan kawasan utara berada di bawah kekuasaan Ibnu Ra'iq.{{sfn|Bacharach|1975|p=599}} Namun, pada Mei atau Juni 940, al-Ikhshid menyadari bahwa Ibnu Ra'iq sempat kembali bergerak ke Ramla. Sehingga, penguasa Mesir tersebut memimpin pasukannya untuk bertempur. Meskipun kalah di [[al-Arish]], al-Ikhshid dapat mempawaikan pasukannya dengan cepat dan meredam Ibnu Ra'iq, menghalanginya dari memasuki Mesir dan memaksanya kembali ke Damaskus.{{sfn|Bacharach|1975|p=600}} Al-Ikhshid mengirim saudaranya, Abu Nasr al-Husayn, dengan tentara lainnya melawan Ibnu Ra'iq, tetapi ia kalah dan tewas di [[Lajjun]]. Meskipun ia menang, Ibnu Ra'iq menyatakan perdamaian: ia memberikan penguburan kehormatan terhadap Abu Nasr dan mengirim putranya, Muzahim, sebagai duta untuk Mesir. Untuk meneguhkan strategi politiknya, al-Ikhshid menyepakatinya. Perjanjian tersebut dipandang sebagai restorasi status teritorial quo dari tahun sebelumnya, tetapi dengan al-Ikhshid membayar upeti tahunan sejumlah 140,000 ''[[emas dinar|dinar]]'' emas. Kesepakatan tersebut diperkuat dengan pernikahan Muzahim dengan putri al-Ikhshid, Fatima.{{sfn|Bacharach|1975|p=600}}
=== Konflik dengan Hamdaniyah ===
Perdamaian tak berlangsung lama, karena ketegangan politik di Baghdad berlanjut. Pada September 941, Ibnu Ra'iq meraih lagi jabatan ''amir al-umara'' atas undangan Khalifah [[al-Muttaqi]] (memerintah 940–944), tetapi ia tidak lagi berkausa seperti sebelumnya. Tak dapat menghentikan laju pasukan lainnya, [[Abu'l-Husayn al-Baridi]] dari [[Basra]], Ibnu Ra'iq dan khalifah terpaksa meninggalkan Baghdad adan mencari perlindungan kepada penguasa [[dinasti Hamdaniyah|Hamdaniyah]] dari [[Mosul]]. Kemudian, Ibnu Ra'iq dibunuh (April 942) menggantikannya pada jabatan ''amir al-umara'' dengan ''laqab'' [[Nasir al-Dawla]].{{sfn|Bacharach|1975|p=601}} Al-Ikhshid menggunakan kesempatan tersebut untuk menduduki lagi Suriah untuk dirinya sendiri, mempertemukan pasukannya kepada masyarakat pada Juni 942, dan melaju sampai Damaskus, sebelum kembali ke Mesir pada Januari 943. Hamdaniyah juga mengklaim wilayah Suriah pada masa yang sama, tetapi sumber-sumber tak menyebut detail ekspedisi mereka disana.{{sfn|Bacharach|1975|p=601}} Jabatan Nasir al-Dawla sebagai ''amir al-umara'' juga terkuak, dan pada Juni 943 ia dilengserkan oleh jendera Turki [[Tuzun (amir al-umara)|Tuzun]]. Pada bulan Oktober, Khalifah al-Muttaqi, yang mengkhawatirkan Tuzun berupaya untuk menggantikannya, kabur dari ibu kota dan ikut mengungsi ke Hamdaniyah.{{sfn|Bacharach|1975|pp=601–602}} Meskipun Nasir al-Dawla dan saudaranya [[Sayf al-Dawla]] melindungi khalifah, mereka juga tak bertikai dengan pasukan Tuzun, dan pada Mei 944, mereka mencapai sebuah kesepakatan yang memberikan Mesopotamia Hulu dan utara Suriah kepada Hamdaniyah dalam pertukaran untuk mengakui kedudukan Tuzun di Irak. Nasir al-Dawla mengirim sepupunya [[al-Husayn ibn Sa'id|al-Husayn bin Sa'id]] untuk mengambil alih provinsi-provinsi Suriah yang ia rampas dalam perjanjian tersebut. Pasukan Ikhshidid kalah atau menarik diri, dan al-Husayn mengambil alih distrik-distrik Qinnasrin dan [[Jund Hims|Hims]].{{sfn|Bianquis|1998|p=113}}{{sfn|Bacharach|1975|p=602}}
Pada masa itu, al-Muttaqi dengan Sayf al-Dawla kabur ke Raqqa sebelum Tuzun maju, tetapi khalifah makin terdesak Hamdaniyah, dan menulis kepada al-Ikhshid (diyakini pada awal musim dingin 943), untuk meminta bantuan.{{sfn|Bacharach|1975|p=602}} Hal tersebut kemudian ditanggapi dengan memajukan pasukan ke Suriah. Garisun Hamdaniyah menarik diri sebelum itu, dan pada September 944, al-Ikhshid mencapai Raqqa. Meyakini Hamdanids memberikan perjanjian mereka kepada Ibnu Ra'iq, ia menunggu sampai Sayf al-Dawla meninggalkan kota tersebut sebelum memasukkinya untuk menemui khalifah. Al-Ikhshid berupaya tanpa keberhasilan untuk membujuk al-Muttaqi datang dengannya ke Mesir, atau setidaknya singgah di Raqqa, sementara khalifah berusaya untuk mendorong al-Ikhshid untuk berpawai melawan Tuzun, yang kemudian ditolak.{{sfn|Bacharach|1975|pp=602–603}}{{sfn|Kennedy|2004|pp=196, 312}} Pertemuan tersebut tak membuahkan hasil, karena al-Ikhshid memberikan sebuah perjanjian yang mempertahankan hal-hal dari traktat serupa antara Khumarawayh Tuluniyah dan Khalifah [[al-Mu'tamid]] pada tahun 886. Khalifah tersebut mengakui otoritas al-Ikhshid atas Mesir, Suriah (dengan ''thughur''), dan [[Hejaz]] (disertai dengan penjagaan dari [[Haram (situs)|dua kota suci]] [[Mekkah]] dan [[Madinah]]), selama tiga puluh tahun, dengan hak suksesi warisan untuk putra-putra al-Ikhshid.{{sfn|Brett|2001|p=162}}{{sfn|Kennedy|2004|p=312}}{{sfn|Bianquis|1998|p=113}}{{sfn|Bacharach|1975|p=603}} Perkembangan tersebut diantisipasi oleh al-Ikhshid setahun sebelumnya, saat ia mengangkat putranya Unujur menjadi pemangku jabatannya saat ia sedang tidak ada di Mesir, meskipun Unujur belum akil baligh, dan memerintahkan sumpah persekutuan (''[[bay'a]]'') dinyatakan kepadanya.{{sfn|Bacharach|1975|p=601}} Selain itu, menurut komentar Michael Brett, kawasan yang melingkupinya "tercampur pemberkatan," karena kota-kota suci berada di bawah serbuan Qarmatian, sementara pawai-pawai ''thughur'' makin gencar dilakukan oleh Bizantium, dan Aleppo (dengan utara Suriah) dinaungi oleh Hamdaniyah.{{sfn|Brett|2001|p=162}}
Baris 88 ⟶ 87:
Pada pertengahan musim semi 946, al-Ikhshid mengirimkan utusan-utusan ke [[Kekaisaran Romawi Timur|Bizantium]] untuk pertukaran tahanan lagi (yang akhirnya berhasil dilakukan di bawah bantuan [[Sayf al-Dawla]] pada Oktober). Kaisar [[Konstantinus VII]] (memerintah antara 913–959) mengirimkan duta besar yang dipimpin [[John Mystikos]] sebagai respon, lalu tiba di Damaskus pada 11 Juli.{{sfn|PmbZ|loc=Muḥammad b. Ṭuġǧ al-Iḫšīd (#25443)}} Pada 24 Juli 946, al-Ikhshid wafat di Damaskus.{{sfn|Bacharach|1975|p=609}} [[Suksesi]] putranya, [[Abu'l-Qasim Unujur bin al-Ikhshid|Unujur]], berlangsung damai dan tidak diperselisihkan, sebab pengaruh dari kekuasaan komando tertinggi yang penuh telenta, [[Abu al-Misk Kafur|Kafur]]. Adalah satu dari sekian banyak budak kulit hitam Afrika yang direkrut oleh al-Ikhshid, Kafur bertahan sebagai Perdana Menteri dan penguasa bayangan Mesir sepanjang 22 tahun berikutnya, berkuasa atas namanya sendiri pada 966 hingga ia wafat dua tahun kemudian. Setelah kewafatannya, pada tahun 969, [[Kekhalifahan Fatimiyah|Fatimiyah]] menduduki dan menaklukkan Mesir, memulai era baru dalam '' country's history''.{{sfn|Kennedy|2004|pp=312–313}}{{sfn|Bianquis|1998|pp=115–118}}
Para sejarawan abad pertengahan mencatatkan banyaknya kesejajaran antara al-Ikhshid dan para pendahulunya dari [[Dinasti Thuluniyah|Thuliniyah]], khususnya [[Khumarawayh bin Ahmad bin Tulun|Khumarawayh]].
== Referensi ==
|