Tambo Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Farhan Curious (bicara | kontrib)
k Membatalkan 2 suntingan oleh Minangkabauis (bicara) ke revisi terakhir oleh InternetArchiveBot (Magic World!)
Tag: Pembatalan
→‎Tambo Alam Minangkabau: Mempebaiki sudut pandang kesimpulan untuk memudahkan pembaca dalam memahaminya
Baris 14:
 
== Tambo Alam Minangkabau ==
Diceritakan pada zaman dahulu kala ada seorang raja bernama ''Iskandar Zulkarnain'' yang berasal dari Makadunia, di benua Ruhum. Raja/sultan Iskandar telah menaklukkan banyak daerah hingga ia kembali tiba di Tanah Basa, lalu kemudian tibamenetap di suatu Negeri yang damai di tengkuk bukit sulang. Disana di benua Ruhun ia menikah dengan putri India dan memiliki tiga orang putra di perkirakan pada abad ke-7 Masehi masa kekuasaan zaman itu.
 
''"Manuruik Warih nan bajawek, pusako nan ditolong, ado usuanyo kalu dikaji, iyo di dalam tambo lamo, sapiah balahan tigosang jurai"''
 
Iskandar Zulkarnain wafat, dalam wasiatnya ia menyuruh ketiga anaknya untuk berlayar ke timur menuju Pulau [[Alamat Langkapuri|Langkapuri]] Negeri Sembilan. Namun setengah pelayaran di dekat Pulau Sailan, timbul niat jahat anak pertama dan kedua, mereka memaksa untuk memiliki mahkota sanggahana, mahkota emas simbol pemersatu kerajaan. Akibat berebut, mahkota itu jatuh ke dasar laut dimana mahkota itu langsung dibalut oleh [[Bukit Sulang|Ular Bidai (Luday)]].
 
Semua handai taulan telah dikerahkan untuk membawa kembali mahkota tersebut, namun semuanya gagal karena tewas termakan Ular Bidai (Luday). Penasihat raja yang bernama ''Cati Bilang Pandai'' memiliki akal, ia memerintahkan para pelayan untuk membawa Camin Taruih, cermin ajaib yang dapat menangkap bayangan mahkota di dasar laut. Kemudian ia menyuruh pandai besi terhebat untuk membuat tiruan mahkota itu. Setelah selesai lalu pandai besi itu kemudian dibunuh.
 
Mahkota tiruan itu lalu diberikan kepada putra ketiga. Saat dua kakaknya terbangun, betapa terkejutnya mereka mendapati adik bungsunya mengenakan mahkota itu. Terjadi pertengkaran hebat yang akhirnya membuat ketiga saudara itu berpisah. Anak yang pertama kembali ke Ruhum dan menjadi raja disana bergelar ''Sri Maharaja Alif''. Anak kedua pergi ke Cina dan menjadi raja bergelar ''Sri Maharaja Dipang''. Anak ketiga bergelar ''Sri Maharaja Diraja'' dan ia meneruskan perjalanan ke tenggara akan menuju pulau Jawa Alkibri.
 
Sayangnya kapalnya dihempaskan oleh badai dan terombang-ambing berminggu-minggu di samudra luas. Para penumpang kapal sudah sangat putus asa dan persediaan makanan hampir habis. Untungnya terlihat sebuah daratan sebesar telur itik di kejauhan. Sri Maharaja Diraja memerintahkan bawahannya untuk mendayung ke pulau itu. Tempat mereka berlabuh dinamakan ''Labuhan Si Tembaga'', dan pulau itu diberi nama ''Sirangkak Nan Badangkang'' karena bentuknya yang mirip kepiting.