Hukum perdata: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Deanfebacid (bicara | kontrib)
k Menyunting ringkasan ketentuan alat bukti
Deanfebacid (bicara | kontrib)
→‎Ketentuan Kekuatan Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian: Meneruskan suntingan sebelumnya agar mudah dipahami pembaca.
Baris 70:
 
Selanjutnya bagaimana hakim menilai kekuatan bukti elektronik dalam kasus perceraian? perkara perceraian merupakan kasus yang spsifik, oleh karena itu tata aturan persidangan dan pembuktiannya juga ada yang diatur secara husus, diantaranya mengenai kewajiban menghadirkan saksi<ref name="kekuatan"/>.
 
Dalam Pasal 22 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 maupun dalam Pasal 76 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU. No. 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU. No. 50 Tahun 2009, yang intinya bahwa dalam hal gugatan perceraian didasarkan pada alasan antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran hingga mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga oleh suami dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga atau syiqaq, dalam memutuskan perkara perceraian tersebut harus didengan keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri dan yang terpenting dari pihak tergugat yang bersangkutan. Dari ketentuan tersebut dapat dipahami secara eksplisit bahwa pembuktian dalam perkara perceraian karena alasan tersebut harus dengan alat bukti dan saksi yang sebenarnya dan dapat dipercaya, seharusnya tidak dibenarkan saksi dari pihak keluarga penggugat/pengugat karena sudah dipastikan penghasutan karena tidaklah mungkin secara akal sehat terpikirkan bahwa keluarga pengugat akan membela dan membenarkan tergugat hal ini yang betul-betul harus di pahami dan juga dijadikan landasan oleh hakim ketua pengadilan agama, karena pada dasarnya pemutusan sakral itu hak mutlak dari penerima sakral suci akad pernikahan ialah Suami<ref name="kekuatan"/>.
 
Bukti eletronik juga dapat menjadi sarana yang mudah bagi pihak untuk membuktikan peristiwa yang sering disangkal oleh pelaku, khusus kasus perselingkuhan dari yang paling ringan sampai yang paling berat untuk saat ini lebih mudah diungkap dengan bukti eletronik dan dengan Prinsip Praduga Otentisitas, maka tidak mudah bagi pelaku untuk mengelak sepanjang kejadian tersebut memang benar<ref name="kekuatan"/>.
 
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa husus terhadap perceraian dengan alasan adanya pertengkaran secara terus menerus dan tidak ada harapan untuk rukun kembali (vide pasal kekuatan 19 (f) PP Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 KHI) bukti elektronik dan saksi dari keluarga penggugat tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dibenarkan, karena regulasinya memang mengharuskan para pihak menghadirkan saksi dari unsur keluarga tergugat dan juga orang yang dekat khususnya tetangga dimana rumah tempat suami dan istri itu tinggal menetap selama berjalannya pernikahan berumah tangga, sedangkan terhadap perceraian dengn alasan-alasan yang lain, kekuatan bukti elektronik dapat dinilai oleh hakim dengan penerapan prinsip Praduga Otentisitas<ref name="kekuatan"/>.
 
== Lihat pula ==