Sesuai janjinya ular itu diangkat anak oleh Aji Saka dan diberi nama Jaka Linglung (anak lelaki yang bodoh). Di istana Jaka Linglung dengan rakus memangsa semua hewan peliharaan istana. Sebagai hukumannya sang raja mengusir dia ke hutan Pesanga. Ia diikat erat hingga tak dapat bergerak, lalu Aji Saka bersabda bahwa ia hanya boleh memakan benda apa saja yang masuk ke mulutnya.
Suatu hari ada sepuluhsembilan orang bocah lelaki mengembalabermain di hutan. Tiba-tiba turun hujan, mereka pun berlarian mencari tempat berteduh. Untungnya mereka menemukan sebuah gua. Hanya tinggal sembilandelapan anak yang masuk berteduh ke gua itu. Seorang anak yang menderita penyakit kulit dilarang ikut masuk ke dalam gua. Tiba-tiba gua runtuh dan menutup pintu keluarnya. SembilanDelapan orang bocah itu hilang terkurung di gua. Sesungguhnya gua itu adalah mulut Jaka Linglung. Maka dari itu di sebutlah KESONGO
=== Asal mula aksara Jawa ===
Sementara setelah Aji Saka memerintah di Medang Kamulan, Aji Saka mengirim utusan pulang ke rumahnya di Bumi Majeti untuk mengabarkan kepada abdinya yang setia Dora and Sembodo, untuk mengantarkan pusakanya ke Jawa. Utusan itu bertemu Dora dan mengabarkan pesan Aji Saka. Maka Dora pun mendatangi Sembodo untuk memberitahukan perintah Aji Saka. Sembodo menolak memberikan pusaka itu karena ia ingat pesan Aji Saka: tidak ada seorangpun kecuali Aji Saka sendiri yang boleh mengambil pusaka itu. Dora dan Sembodo saling mencurigai bahwa masing-masing pihak ingin mencuri pusaka tersebut. Akhirnya mereka bertarung, dan karena kedigjayaan keduanya sama maka mereka sama-sama mati. Aji Saka heran mengapa pusaka itu setelah sekian lama belum datang juga, maka ia pun pulang ke Bumi Majeti. Aji saka terkejut menemukan mayat kedua abdi setianya dan akhirnya menyadari kesalahpahaman antara keduanya berujung kepada tragedi ini. Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya maka Aji Saka menciptakan sebuah puisi yang jika dibaca menjadi [[Aksara Jawa]] hanacaraka. Susunan alfabet aksara Jawa menjadi puisi sekaligus [[pangram]] sempurna, yang diterjemahkan sebagai berikut.<ref name=jour>Soemarmo, Marmo. "Javanese Script." Ohio Working Papers in Linguistics and Language Teaching 14.Winter (1995): 69-103.</ref>:
''Hana caraka'' '''Ada dua utusan''' <br>
== ꧋ꦲ ,ꦤ ,ꦕ ,ꦫ ,ꦏ ,ꦣ ,ꦠ ,ꦱ ,ꦮ ,ꦭ ,ꦩ ,ꦒ ,ꦧ ,ꦛ ,ꦔ ,ꦥ ,ꦣ ,ꦗ ,ꦪ ,ꦚ ==
''Hana caraka'' '''Ada dua utusan''' <br>
''data sawala'' '''Yang saling berselisih'''<br>
''padha jayanya'' '''(Mereka) sama jayanya (dalam perkelahian) '''<br>
File:Hanacaraka legend 3.png|''Padha jayanya'' (Keduanya sama jayanya dalam pertempuran)
File:Hanacaraka legend 4.png|''Maga bathanga'' (Maka inilah mayatnya)
</gallery>
</gallery>jika aksaranya dibalik maka akan disebut dengan '''"Caraka Walik"'''
adalah mantra Jawa Kuno untuk menangkal roh jahat.
Menjadi ilmu penolak yang sangat ampuh. bisa menolak segala malapetaka. termasuk menolak tuju, teluh, teranjana, leak, desti, pepasangan, sesawangan, rerajahan, dsb.
bacaan itu juga ada di bait terakhir mantra untuk memanggil jailangkung, fungsinya untuk menolak bencana/malapetaka yang tidak diinginkan penjelasannya adalah sebagai berikut:
nga ta ba ga ma/꧋ꦔꦠꦧꦒꦩ = tidak ada kematian
nya ya ja da pa/꧋ꦚꦪꦗꦣꦥ = tidak ada kesaktian
la wa sa ta da/꧋ꦭꦮꦱꦠꦣ = tidak ada peperangan
ka ra ca na ha/ ꧋ꦏꦫꦕꦤꦲ= tidak ada utusan.
Arti caraka walik:
Nga – Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi, manusia.
Tha – Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai, tumbuh dari
niatan.
Ba – Bayu sejati kang andalani -menyelaraskan diri pada gerak
alam.
Ga – Guru sejati sing muruki -belajar pada guru nurani
Ma – Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin, mantap dalam menyembah Ilahi
Nya – Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami
kodrat kehidupan
Ya – Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin
atas titah / kodrat Illahi
Ja – Jumbuhing kawula lan Gusti - selalu berusaha menyatu,
memahami kehendak Nya
Dha – Dhuwur wekasane endek tumindak kang dumadi – yakin
atas titah / kodrat Illahi
Ja – Jumbuhing kawula lan Gusti - selalu berusaha menyatu,
memahami kehendak Nya
Dha – Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas
tentu dimulai dari dasar
Pa – Papan kang tanpa kiblat - Hakekat Allah yang ada disegala
arah
La – Lir handaya paseban jati -mengalirkan hidup semata pada
tuntunan Illahi
Wa – Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya
terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
Sa – Sifat ingsun handulu sifatullah- membentuk kasih
sayang seperti kasih Tuhan
Ta – Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas,
satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
Da – Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima
hidup apa adanya
Ka – Karsaningsun memayuhayuning bawana -hasrat diarahkan untuk kesajetraan alam
Ra – Rasaingsun handulusih rasa cinta sejati muncul dari
cinta kasih nurani
Ca – Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi-satu arah
dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
Na – Nur candra,gaib candra,warsitaning candara-
pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
Ha – Hana hurip wening suci - adanya hidup adalah kehendak
dari yang Maha Suci
Caraka walik,atau caraka sungsang memang biasa digunakan untuk menangkal atau membalikkan suatu malapetaka, santet, teluh, dsb
arti secara harfiah,saya ambil dari Kawruh Pepak Boso Jowo
disitu di tulis makna harfiah aksara jawa
Hanacaraka = ada ucapan, ada kata-kata
Datasawala = saling perselisihan
Padajayanya =adanya adu kekuatan yg sama jaya nya (sama kuatnya)
Magabathanga= terjadilah bangkai/mati (Jawa=bathang)
jika di balik maka yg terjadi adalah kebalikannya
Tidak ada ucapan
Tidak adanya perselisihan
Tidak ada adu kekuatan
Tidak adanya tumpah darah yg akibatkan kematian.
dalam Aksara Jawa :<blockquote>꧋ꦔ–ꦔꦿꦕꦸꦠ꧀ꦧꦸꦱꦤꦤꦶꦁꦩꦤꦸꦁꦱꦺꦴ–ꦩꦼꦊꦥꦱ꧀ꦏꦤ꧀ꦌꦒꦺꦴꦮꦶꦱ꧀ꦩꦼꦥꦿꦶꦧꦣꦶ꧈ꦩꦤꦸꦱꦶꦪ꧉
꧋ꦛ–ꦠꦸꦏꦸꦭ꧀ꦱꦏꦤꦶꦪꦠ꧀–ꦱꦼꦱꦸꦮꦠꦸꦲꦫꦸꦱ꧀ꦝꦶꦩꦸꦭꦻ꧈ꦠꦸꦩ꧀ꦧꦸꦃꦣꦫꦶ
꧋ꦤꦶꦪꦠꦤ꧀꧈
꧋ꦧ–ꦧꦪꦸꦱꦼꦗꦠꦶꦏꦁꦄꦤ꧀ꦝꦭꦤꦶꦩꦼꦚꦼꦭꦫꦱ꧀ꦏꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶꦥꦣꦒꦼꦫꦏ꧀
꧋ꦄꦭꦩ꧀꧈
꧋ꦒ–ꦒꦸꦫꦸꦱꦼꦗꦠꦶꦱꦶꦁꦩꦸꦫꦸꦏꦶꦧꦼꦭꦗꦂꦥꦣꦒꦸꦫꦸꦤꦸꦫꦤꦶ
꧋ꦩ–ꦩꦣꦺꦥ꧀ꦩꦤ꧀ꦠꦺꦥ꧀ꦩꦤꦺꦩ꧀ꦧꦃꦩꦿꦶꦁꦆꦭꦲꦶ–ꦪꦏꦶꦤ꧀ꦩꦤ꧀ꦠꦥ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦩꦼꦚꦼꦩ꧀ꦧꦃꦆꦭꦲꦶ
꧋ꦚ–ꦚꦠꦠꦤ꧀ꦥꦩꦠ꧈ꦔꦼꦂꦠꦶꦠꦤ꧀ꦥꦣꦶꦈꦫꦸꦏꦶ–ꦩꦼꦩꦲꦩꦶ
꧋ꦏꦺꦴꦣꦿꦠ꧀ꦏꦼꦲꦶꦣꦸꦥꦤ꧀
꧋ꦪ–ꦪꦏꦶꦤ꧀ꦩꦫꦁꦱꦩꦸꦧꦫꦁꦠꦸꦩꦶꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦏꦁꦣꦸꦩꦣꦶ–ꦪꦏꦶꦤ꧀
꧋ꦄꦠꦱ꧀ꦠꦶꦠꦃ/ꦏꦺꦴꦣꦿꦠ꧀ꦆꦭ꧀ꦭꦲꦶ
꧋ꦗ–ꦗꦸꦩ꧀ꦧꦸꦲꦶꦁꦏꦮꦸꦭꦭꦤ꧀ꦒꦸꦱ꧀ꦠꦶꦱꦼꦭꦭꦸꦧꦼꦫꦸꦱꦲꦩꦼꦚꦠꦸ꧈
꧋ꦩꦼꦩꦲꦩꦶꦏꦼꦲꦼꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦚ
꧋ꦣ–ꦣꦸꦮꦸꦂꦮꦼꦏꦱꦤꦺꦄꦼꦤ꧀ꦝꦼꦏ꧀ꦠꦸꦩꦶꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦏꦁꦣꦸꦩꦣꦶ–ꦪꦏꦶꦤ꧀
꧋ꦄꦠꦱ꧀ꦠꦶꦠꦃ/ꦏꦺꦴꦣꦿꦠ꧀ꦆꦭ꧀ꦭꦲꦶ
꧋ꦗ–ꦗꦸꦩ꧀ꦧꦸꦲꦶꦁꦏꦮꦸꦭꦭꦤ꧀ꦒꦸꦱ꧀ꦠꦶꦱꦼꦭꦭꦸꦧꦼꦫꦸꦱꦲꦩꦼꦚꦠꦸ꧈
꧋ꦩꦼꦩꦲꦩꦶꦏꦼꦲꦼꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦚ
꧋ꦣ–ꦣꦸꦮꦸꦂꦮꦼꦏꦱꦤꦺꦄꦼꦤ꧀ꦝꦼꦏ꧀ꦮꦶꦮꦶꦠꦤꦺ–ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦧꦶꦱꦣꦶꦄꦠꦱ꧀
꧋ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦸꦣꦶꦩꦸꦭꦻꦣꦫꦶꦣꦱꦂ
꧋ꦥ–ꦥꦥꦤ꧀ꦏꦁꦠꦤ꧀ꦥꦏꦶꦧ꧀ꦭꦠ꧀ꦲꦏꦺꦏꦠ꧀ꦄꦭ꧀ꦭꦃꦪꦁꦄꦣꦣꦶꦱꦼꦒꦭ
꧋ꦄꦫꦃ
꧋ꦭ–ꦭꦶꦂꦲꦤ꧀ꦝꦪꦥꦱꦺꦧꦤ꧀ꦗꦠꦶꦩꦼꦔꦭꦶꦂꦏꦤ꧀ꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦱꦼꦩꦠꦥꦣ
꧋ꦠꦸꦤ꧀ꦠꦸꦤꦤ꧀ꦆꦭ꧀ꦭꦲꦶ
꧋ꦮ–ꦮꦸꦗꦸꦣ꧀ꦲꦤꦠꦤ꧀ꦏꦼꦤꦏꦶꦤꦶꦫ–ꦆꦭ꧀ꦩꦸꦩꦤꦸꦱꦶꦪꦲꦚ
꧋ꦠꦼꦂꦧꦠꦱ꧀ꦤꦩꦸꦤ꧀ꦆꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦶꦏꦱꦶꦚꦧꦶꦱꦠꦤ꧀ꦥꦧꦠꦱ꧀
꧋ꦱ–ꦱꦶꦥ꦳ꦠ꧀ꦆꦁꦱꦸꦤ꧀ꦲꦤ꧀ꦝꦸꦭꦸꦱꦶꦥ꦳ꦠꦸꦭ꧀ꦭꦃꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦏꦱꦶꦃ
꧋ꦱꦪꦁꦱꦼꦥꦼꦂꦠꦶꦏꦱꦶꦃꦠꦸꦲꦤ꧀
꧋ꦠ–ꦠꦠꦱ꧀ꦠꦸꦠꦸꦱ꧀ꦠꦶꦠꦶꦱ꧀ꦠꦶꦠꦶꦭꦤ꧀ꦮꦶꦧꦮ–ꦩꦼꦤ꧀ꦝꦱꦂ꧈ꦠꦺꦴꦠꦭꦶꦠꦱ꧀
꧋ꦱꦠꦸꦮ꦳ꦶꦱꦶ꧈ꦏꦼꦠꦼꦭꦶꦠꦶꦪꦤ꧀ꦝꦭꦩ꧀ꦩꦼꦩꦤ꧀ꦝꦁꦲꦶꦣꦸꦥ꧀
꧋ꦣ–ꦣꦸꦩꦣꦶꦤꦶꦁꦣ꧀ꦗ꦳ꦠ꧀ꦏꦁꦠꦤ꧀ꦥꦮꦶꦤꦔꦺꦤꦤ꧀–ꦩꦼꦤꦼꦫꦶꦩ
꧋ꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦄꦥꦄꦣꦚ
꧋ꦏ–ꦏꦂꦱꦤꦶꦁꦱꦸꦤ꧀ꦩꦼꦩꦪꦸꦲꦪꦸꦤꦶꦁꦧꦮꦤꦲꦱꦿꦠ꧀ꦝꦶꦄꦫꦃꦏꦤ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦏꦼꦱꦗꦺꦠꦿꦄꦤ꧀ꦄꦭꦩ꧀
꧋ꦫ–ꦫꦱꦻꦁꦱꦸꦤ꧀ꦲꦤ꧀ꦝꦸꦭꦸꦱꦶꦃꦫꦱꦕꦶꦤ꧀ꦠꦱꦼꦗꦠꦶꦩꦸꦚ꧀ꦕꦸꦭ꧀ꦝꦫꦶ
꧋ꦕꦶꦤ꧀ꦠꦏꦱꦶꦃꦤꦸꦫꦤꦶ
꧋ꦕ–ꦕꦶꦥ꧀ꦠꦮꦼꦤꦶꦁ꧈ꦕꦶꦥ꧀ꦠꦩꦤ꧀ꦝꦸꦭꦸ꧈ꦕꦶꦥ꧀ꦠꦣꦣꦶꦱꦠꦸꦄꦫꦃ
꧋ꦣꦤ꧀ꦠꦸꦗꦸꦮꦤ꧀ꦥꦣꦪꦁꦩꦲꦠꦸꦁꦒꦭ꧀
꧋ꦤ–ꦤꦸꦂꦕꦤ꧀ꦝꦿ꧈ꦒꦆꦧ꧀ꦕꦤ꧀ꦝꦿ꧈ꦮꦂꦱꦶꦠꦤꦶꦁꦕꦤ꧀ꦝꦫ
꧋ꦥꦼꦁꦲꦫꦥꦤ꧀ꦩꦤꦸꦱꦶꦪꦲꦚꦱꦼꦭꦭꦸꦏꦼꦱꦶꦤꦂꦆꦭ꧀ꦭꦲꦶ
꧋ꦲ–ꦲꦤꦲꦸꦫꦶꦥ꧀ꦮꦼꦤꦶꦁꦱꦸꦕꦶꦄꦣꦚꦲꦶꦣꦸꦥ꧀ꦄꦣꦭꦃꦏꦼꦲꦼꦤ꧀ꦝꦏ꧀
꧋ꦣꦫꦶꦪꦁꦩꦲꦱꦸꦕꦶ
꧋ꦕꦫꦏꦮꦭꦶꦏ꧀ꦄꦠꦻꦴꦕꦫꦏꦱꦸꦁꦱꦁꦩꦺꦩꦁꦧꦶꦪꦱꦣꦶꦒꦸꦤꦏꦤ꧀ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦩꦼꦤꦁꦏꦭ꧀ꦄꦠꦻꦴꦩꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦱꦸꦮꦠꦸꦩꦭꦥꦼꦠꦏ꧈ꦱꦤ꧀ꦠꦺꦠ꧀ꦠꦼꦭꦸꦃ꧈ꦣ꧀ꦱ꧀ꦧ꧀
꧋ꦄꦂꦠꦶꦱꦼꦕꦫꦲꦂꦥ꦳ꦶꦪꦃ꧈ꦱꦪꦄꦩ꧀ꦧꦶꦭ꧀ꦝꦫꦶꦏꦮꦿꦸꦃꦥꦼꦥꦏ꧀ꦧꦺꦴꦱꦺꦴꦗꦺꦴꦮꦺꦴ
꧋ꦣꦶꦱꦶꦠꦸꦣꦶꦠꦸꦭꦶꦱ꧀ꦩꦏ꧀ꦤꦲꦂꦥ꦳ꦶꦪꦃꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ
꧋ꦲꦤꦕꦫꦏ=ꦄꦣꦈꦕꦥꦤ꧀ꦄꦣꦏꦠꦏꦠ
꧋ꦣꦠꦱꦮꦭ=ꦱꦭꦶꦁꦥꦼꦂꦱꦼꦭꦶꦱꦶꦲꦤ꧀
꧋ꦥꦣꦗꦪꦚ=ꦄꦣꦚꦄꦣꦸꦏꦼꦏꦸꦮꦠꦤ꧀ꦪ꧀ꦒ꧀ꦱꦩꦗꦪꦚ(ꦱꦩꦏꦸꦮꦠ꧀ꦚ)
꧋ꦩꦒꦧꦛꦔ=ꦠꦼꦂꦗꦣꦶꦭꦃꦧꦁꦏꦻ/ꦩꦠꦶ(ꦗꦮ=ꦧꦛꦁ)
꧋ꦗꦶꦏꦣꦶꦧꦭꦶꦏ꧀ꦩꦏꦪ꧀ꦒ꧀ꦠꦼꦂꦗꦣꦶꦄꦣꦭꦃꦏꦼꦧꦭꦶꦏꦤ꧀ꦚ
꧋ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦄꦣꦈꦕꦥꦤ꧀
꧋ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦄꦣꦚꦥꦼꦂꦱꦼꦭꦶꦱꦶꦲꦤ꧀
꧋ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦄꦣꦄꦣꦸꦏꦼꦏꦸꦮꦠꦤ꧀
꧋ꦠꦶꦣꦏ꧀ꦄꦣꦚꦠꦸꦩ꧀ꦥꦃꦣꦫꦃꦪ꧀ꦒ꧀ꦄꦏꦶꦧꦠ꧀ꦏꦤ꧀ꦏꦼꦩꦠꦶꦪꦤ꧀꧈</blockquote>
== Aji Saka menurut Kitab Pewayangan ==
=== Aji Saka keturunan Dewa ===
Dalam cerita pewayangan, berdasarkan [[Serat Pustakaraja Purwa]] versi Kanjeng Raden Mas Ngabehi [[Ronggowarsito]] maupun versi daerah [[Ngasinan]], Aji Saka juga dikenal dengan [[Batara]] [[Aji Saka]], [[Jaka Sengkala]], [[Empu Sengkala]], dan [[Prabu Wisaka]]. Ia merupakan anak dari [[Batara Anggajali]] dan cucu dari [[Batara Ramayadi]]. Ayah dan kakeknya adalah [[Dewa]] Pembuat Pusaka Kadewatan untuk Para Dewa yang dipimpin oleh [[Batara Guru]]. Batara Anggajali menikah dengan seorang Putri bernama Dewi Saka dari kerajaan Najran di Tanah Hindustan. Kerajaan Najran dipimpin oleh [[Prabu Sakil]] yang pernah diselamatkan oleh Batara Anggajali saat kapalnya tenggelam di samudra. Sebelum kelahiran Aji Saka, Ayahnya dipanggil oleh Batara Guru untuk kembali membuat pusaka kahyangan. Sampai usia dewasa Aji Saka tidak pernah bertemu dengan Ayahnya.
Setelah meminta ijin kakek dan ibunya, Aji Saka pergi mencari ayahnya. Sesuai petunjuk kakeknya Ia menemukan Ayahnya sedang mengambang di atas samudra sambil membuat senjata menggunakan tangannya. Setelah memperkenalkan diri, Batara Anggajali pun langsung mengakui putranya tersebut. Aji Saka yang kagum dengan kesaktian Ayahnya, memohon agar menjadi muridnya. Namun Sang Ayah menolak dan memberitahu kalau Batara Ramayadi yang juga kakek Aji Saka jauh lebih sakti.
Setelah mendapat petunjuk ke arah mana Aji Saka dapat menemui kakeknya. Aji Saka dapat menemukan Batara Ramayadi sedang duduk mengambang di udara sedang membuat pusaka kahyangan hanya dengan melihat saja. Aji Saka memperkenalkan diri dan memohon kepada Sang Kakek agar dijadikan murid. Batara Ramayadi menolaknya dan mengatakan kalau Batara Guru jauh lebih sakti dari dirinya, namun Sang Kakek mengatakan kalau Batara Guru adalah Raja Para Dewa di [[Kahyangan]] tentu tidak akan menerima Aji Saka sebagai muridnya. Sang Kakek lalu menasihati agar ia berguru kepada putra Batara Guru yang paling sakti yaitu [[Batara Wisnu]]. Namun, saat itu Batara Wisnu sedang tidak berada di Kahyangan melainkan sedang berada di Tanah Israil.
|