Rujuk: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Batasan: Referensi tidak bisa dibuka, kurang baik. Memperbaiki untuk kebaikan umat islam.
Tag: kemungkinan spam pranala Menghilangkan referensi
k ~ref
Baris 65:
 
Pada dasarnya hukum merujuk adalah boleh atau jaiz, kemudian hukum merujuk dapat berkembang menjadi berbeda tergantung dari kondisi suami istri yang sedang dalam perceraian.<ref name="rasjid"/> Dan perubahan hukum merujuk untuk rujuk dapat menjadi sebagai berikut:<ref name="rasjid">{{cite book|last= Rasjid|first=H.Sulaiman|authorlink=|coauthors=|title= Fiqih Islam|year= 1986|publisher= Sinar Baru Algesindo|ISBN=979-8482-28-x|}}</ref>
# Wajib, yaitu khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu dan apabila pernyataan cerai ([[talak]]) itu dijatuhkan sebelum gilirannya disempurnakan.<ref name="x"/> <ref name="rasjid"/> Maksudnya adalah, seorang suami harus menyelesaikan hak-hak istri-istrinya sebelum ia menceraikannya.<ref name="x"/> <ref name="rasjid"/> Apabila belum terlaksana, maka ia wajib merujuk kembali isrinya.<ref name="x" /> <ref name="rasjid" />
# Sunnah, yaitu apabila rujuk itu lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.<ref name="x"/> <ref name="rasjid"/>
# Makruh, yaitu apabila dimungkinkan dengan meneruskan perceraian lebih bermanfaat dibanding mereka merujuk kembali, catatan: tidak memiliki anak dibawah umur 12 tahun.<ref name="x"/> <ref name="rasjid"/>
# Haram, yaitu apabila dengan adanya merujuk si istri semakin menderita, catatan: selama berumah tangga suami tidak pernah memberikan nabkah terhadap istrinya<ref name="x"/> <ref name="rasjid"/>. Maka istri diperbolehkan meminta cerai kepada suaminya dengan cara [[Khulu]]<ref>http://repository.uinjambi.ac.id/6115/1/ULUL%20ALBAB%20FADHLAN.pdf</ref>.
 
Secara [[hukum]] negara penolakan rujuk oleh istri dapat terealisasi bilamana minimal 3 (tiga) alasan dapat dibuktikan dengan bukti yang sebenarnya, secara tertulis dan minimal menghadirkan 2 (dua) orang saksi dihadapan Ketua [[Hakim]] persidangan, serta tidak ada sanggahan jawaban dari sang suami secara tertulis dan dibenarkan oleh suami tersebt dihadapan persidangan yang sakral, dan juga tanpa tidak mengurangi ketentuan-ketentuan pasal 118HIR dan pasal 142 ayat 1-5 R.BG, sebagai dasar utama ketentuan formulasi yang sah menurut [[Hukum di Indonesia]] dan juga [[Hukum Islam di Indonesia]] didasarkan dari berbagai ketentuan yang terserak<ref>https://www.pa-rantauprapat.go.id/images/stories/Pdf/Pembuatan%20Surat%20Gugatan.pdf</ref>.
Baris 89:
}}
</ref>
# Suami, disyaratkan karena kemauannya sendiri bukan karena dipaksa, Islam dan sehat akal.<ref name="x"/> <ref name="p"/> <ref name="rasjid"/>
# Adanya saksi.<ref name="p"/> <ref name="rasjid"/>
# Adanya sighat atau lafadz atau ucapan merujuk yang dapat dimengerti dan tidak ambigu.<ref name="x"/> <ref name="x"/> yaitu ada dua cara:
#Secara terang-terangan, misalnya: “Saya merujuk untuk rujuk kepadamu”.<ref name="x"/> <ref name="o"/>
#Secara sindiran, seperti kata suami: “Aku ingin tidur lagi denganmu”. Perkataan ini disyaratkan dengan kalimat tunai, dalam arti, tidak digantungkan dengan sesuatu, misalnya saya merujuk untuk rujuk kepadamu jika bapakmu mu.<ref name="x"/> Rujuk dengan kalimat seperti di atas hukumnya tidak sah.<ref name="x"/> <ref name="o"/>
 
=== Ketentuan ===
# Merujuk untuk rujuk hanya boleh dilakukan apabila akan membawa kemaslahatan atau kebaikan bagi istri dan anak-anak. Merujuk hanya dapat dilakukan jika perceraian baru terjadi satu atau dua kali.<ref name="x"/> <ref name="o"/>
# Merujuk dengan tujuan rujuk hanya dapat dilakukan sebelum masa menunggu atau masa [[iddah]] habis.<ref name="x"/> <ref name="o"/><!--Di atas sudah disebutkan-->
 
=== Tata cara Rujuk===