Situs Ndalem Pojok: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k ~ref |
||
Baris 8:
Buku ''Trilogi Spiritualitas Bung Karno: Candradimuka'' yang diberi pengantar oleh [[Guruh Soekarnoputra|Guruh Sukarno Putra]] menerangkan bahwa Situs Ndalem Pojok merupakan tempat pemprosesan jati diri dan tempat yang penuh kenangan bagi sosok Bung Karno. Sebelum dilahirkan, tanaman bunga kantil yang tumbuh di halaman Ndalem Pojok merupakan saksi bisu penanda cinta orang tua Bung Karno, yakni Raden [[Soekemi Sosrodihardjo]] dan [[Ida Ayu Nyoman Rai|Ida Ayu Nyoman]] Rai Srimben. Pada tahun 1890-an, Soekemi muda yang keturunan darah biru Jawa memetik bunga kantil tersebut untuk meminang Ida Ayu yang notabene keturunan Raja Bali. Setelah momen tersebut, pohon tersebut dikenang dengan nama "Pohon Kantil Asmara" karena telah memadukan dua insan yang berbeda latar belakang suku dan agama. Kejadian ini juga tercatat dalam buku tulisan peneliti [[Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia|LIPI]], Prof. Nurinwa.<ref>https://syakal.iainkediri.ac.id/analisis-sejarah-ndalem-pojok-sebagai-rumah-singgah-masa-kecil-bung-karno/</ref>
Hubungan Bung Karno dengan Ndalem Pojok bermula saat masih bernama Koesno. Pada 28 Desember 1901, Raden Soekemi dimutasi oleh pemerintah kolonial menjadi guru di [[Ploso, Jombang]]. Saat itu, Koesno yang masih berusia 6 bulan sering sakit-sakitan karena hidup pada daerah kering dan berkapur di deretan Pegunungan Kabuh. Bahkan, Koesno yang sudah pada masa kritisnya hingga mati suri tersebut membuat kedua orang tuanya kebingungan. Akhirnya, Raden Soekemi membawanya ke seorang yang berkemampuan lebih dan warga menjulukinya sebagai Denmas Mendung. Denmas Mendung sebenarnya adalah RM. Soemosewojo, anak dari RMP. Soemohatmodjo yang telah lama akrab dengan R. Soekemi. Denmas Mendung mensyaratkan jika ditakdirkan sembuh, anak tersebut akan diambil sebagai anak angkatnya dan namanya berganti menjadi Sukarno.
Di Ndalem Pojok yang berada di lereng Gunung Kelud inilah, Koesno kecil dirawat dan diganti namanya menjadi Sukarno. Pergantian nama itu ditadadi dengan upacara kenduri bubur merah-putih. Eyang Pandji mendoakan bahwa anak tersebut akan menjadi kebanggan dunia sambil mengusap kepala Sukarno kecil. Seiring dengan kehadirannya dan menjadi anggota keluarga Ndalem Pojok, perkembangan Sukarno semakin lincah. Sukarno senang bermain dan berlarian di halaman Ndalem Pojok yang luas. Karena terjatuh saat bermain, dahi kirinya pun luka dan sampai menjadi presiden, lukanya tersebut masih membekas. Oleh karena itulah, Bung Karno memakai peci miring ke kiri untuk menutupi bekas luka saat jatuh di Ndalem Pojok tersebut.<ref>https://www.merdeka.com/jatim/menilik-masa-kecil-bung-karno-sakit-sakitan-hingga-alasan-pakai-peci-miring.html</ref> Dia pun senang memakan jagung bakar dan ketela bakar khas pedesaan, serta berhasil menaiki kerbau liar bernama Kebo Buda yang menandakan telah muncul pada diri Sukarno kecil bibit-bibit keberanian dan kepemimpinan.
|