Pengguna:Rodina35/bak pasir/1: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rodina35 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Rodina35 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 29:
| glotto= mala1493
|fam5=[[Rumpun dialek Arekan|Arekan]]|minority={{flag|Indonesia}}}}[[Berkas:Spanduk dengan bahasa walikan Malang.jpg|jmpl|283x283px|Spanduk dengan bahasa Jawa Malangan di Malang.]]
'''Bahasa Jawa Malangan,''' juga dikenal dengan '''''boso Walikan''''' ({{Lang-jv|ꦧꦱꦮꦭꦶꦏ꧀ꦏꦤ꧀|Basabasa Walikan|lit=bahasa Balikan}}, {{IPA-jv|bɔsɔ waliʔan|}}) atau '''''osob Kiwalan''''' adalah subdialek [[Dialek Arekan|bahasa Jawa Arekan]] yang dituturkan di wilayah [[Kawasan Malang Raya|Malang Raya]]. Dialek ini memiliki ciri khas berupa pembentukan kosakata baru dengan membalikkan [[fonem]] pada kosakata [[bahasa Jawa]] ataupun [[bahasa Indonesia]] pada umumnya, kecuali pada [[Gugus konsonan|konsonan rangkap]], [[afiks]], dan gabungan suku kata yang tidak memungkinkan bisa dibalik.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Hanggoro|first=Wahyu Puji|date=2016-01-01|title=Bahasa Walikan Sebagai Identitas Arek Malang|url=http://jurnal.fib.uns.ac.id/index.php/etnografi/article/view/218|journal=Etnografi|language=id|volume=16|issue=1|pages=23–30|issn=1411-7258|access-date=2018-04-14|archive-date=2018-10-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20181026200718/http://jurnal.fib.uns.ac.id/index.php/etnografi/article/view/218|dead-url=yes}}</ref><ref name=":1">{{Cite book|last=Setyanto|first=Aji|date=2016|url=https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpp/article/view/375|title=Osob Ngalaman (Bahasa Slang asal Malang) sebagai Salah Satu Icon Malang: Studi Struktur Osob Ngalaman, dalam Sosial Network|location=Malang|publisher=Jurnal Pariwisata Pesona Universitas Merdeka Malang|isbn=|issn=1410–7252|url-status=live}}</ref> Pembalikan kosakata ini yang menghasilkan nama ''Walikan'', dari kata ''walik'' yang berarti 'balik' dalam bahasa Jawa.
 
Berawal sebagai sandi komunikasi oleh para pejuang [[Gerilya Rakyat Kota]] (GRK) pada masa awal kemerdekaan [[Indonesia]], kini, ''osob Kiwalan'' telah banyak digunakan oleh kalangan anak muda, baik dari Malang maupun luar Malang, dalam percakapan sehari-sehari dan berfungsi sebagai salah satu ciri khas Malang.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Rachmawaty|first=Iin|date=2012|title=Lawikan Kera Ngalam di Tengah Arus Globalisasi|url=https://e-journal.unair.ac.id/LAKON/article/view/1922|journal=Jurnal Lakon|volume=1|issue=1|pages=98-104|doi=10.20473/lakon.v1i1.1922}}</ref> ''Osob Kiwalan'' banyak dipopulerkan melalui [[media sosial]] dan berbagai bentuk media lain, seperti [[grafiti]] dan cendera mata. Selain itu, kelompok pendukung klub sepakbola asal Malang, [[Aremania]], juga turut andil dalam mempopulerkan ''osob Kiwalan'' melalui penggunaannya dalam berbagai bentuk dukungan kepada klub ataupun dalam percakapan sehari-hari.<ref name=":3">{{Cite book|last=Fitriah|first=Sa'idah|date=2015|url=http://digilib.isi.ac.id/941/1/BAB%201.pdf|title=Penyutradaraan Dokumen Interaktif Boso Walikan Malang “Nendes Kombet”|location=Yogyakarta|publisher=Jurusan Televisi Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Yogyakarta|url-status=live}}</ref>
 
== Sejarah ==
Sejarah ''boso Walikan'' berasal dari pemikiran para pejuang era [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]], yaitu kelompok [[Gerilya Rakyat Kota]] (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektivitas komunikasi sesama pejuang, dan juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting karena pada masa ''Clash[[Agresi II''Militer perangBelanda kemerdekaanII]], sekitar akhir bulan Maret 1949, [[Belanda]] banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok pejuang di Malang. Mata-matauntuk inimemburu banyaksisa yanglaskar mampupimpinan berkomunikasi[[Hamid dalamRoesdi|Mayor bahasaHamid daerahRusdi]]. denganMata-mata tujuanini menyerapbanyak informasiyang berasal dari kalangan pejuang[[Pribumi-Nusantara|pribumi]], GRK.sehingga Penyusupankomunikasi inidalam terutamabahasa untukJawa memburumenjadi sisa laskar pimpinan Mayor Hamid Rusdi,hal yang telahberisiko gugurkarena padapara 8mata-mata Maretdapat 1949memahaminya dalamdan pertempuranakan Dukuhmembocorkan Sekarputihberbagai (sekaranginformasi [[Wonokoyo,pada Kedungkandang,pihak Malang|Wonokoyo]])Belanda.
 
Seorang tokoh pejuang Malang pada saat itu, Suyudi Raharno, mempunyai gagasan untuk menciptakan bahasa baru bagi sesama pejuang sehingga dapat menjadi suatu identitas tersendiri sekaligus menjaga keamanankerahasiaan informasi. Bahasa tersebut haruslah lebih kaya dari kode dan sandi serta tidak terikat pada aturan tata bahasa, baik itu bahasa nasional, bahasa daerah (Jawa, [[Bahasa Madura|Madura]], Arab, Tionghoa), maupun mengikuti istilah yang umum dan baku. Bahasa campuran tersebut hanyadibuat mengenaldengan satu cara, baik pengucapan maupun penulisan, yaitu dibaca secara terbalik dari belakang ke depan.
 
Karena keakraban dan pergaulan sehari-hari, para pejuang dalam waktu singkat dapat fasih menguasai "bahasa baru" ini. Sedangkan lawanLawan dan para penyusup, yang tidakmerupakan setiapkelompok haridi bergaulluar penutur bahasa ini, dengan sendirinya akantidak kebingungandapat danmemahami selalubahasa ketinggalan istilah-istilah barutersebut. Siapapun yang tidak fasih mempergunakan bahasaHal ini dapat dipastikan bukan bagian dari golongan pejuang dan pendukungnya, sehinggamembuat kehadiran para penyusup dapat diketahui dengan cepat serta rahasia komunikasi tetap terjaga.
Pada saat itu, banyak sekali mata-mata Belanda yang berasal dari [[Pribumi-Nusantara|orang pribumi]] sendiri. Otomatis, komunikasi dalam bahasa Jawa menjadi hal yang riskan karena para mata-mata juga pasti akan paham dan lantas akan membocorkannya pada pihak Belanda. Oleh karena itu, para pejuang menggunakan ''boso Walikan'' untuk mengelabui para mata-mata, sekaligus untuk meminimalisir bocornya strategi perjuangan para gerilyawan.
 
KarenaAturan aturanyang dalamsederhana bahasamembuat inipengembangan sangat bebas dan longgar, kemungkinan''boso pengembangannyaWalikan'' menjadi sangat luas. Oleh karena itu, beberapa istilah penting perlu disepakati di kalangan pejuang. Kesepakatan istilah ini juga diperlukan karena banyak kata penting sulit untuk dibaca terbalik, sehingga harus dicari istilah dan padanan yang sesuai namun mudah diingat oleh para pelakunya. Sebagai contoh, kata "Belanda" dalam bahasa Jawa disebut ''Landa'' yang cukup sulit dibaca terbalik, maka digunakan istilah padanan berupa ''Nolo''. Demikian juga dengan polisi yang tidak dibalik menjadi ''isilop'', namun cukup ''silop''. Kemudian untuk mata-mata, bila dibaca terbalik menjadi ''atam''. Namun, untuk menentukan bahwa yang dimaksud dalam istilah tersebut adalah antek Belanda, maka ditambah kata ''keat'', berasal dari kata ''taek'' yang dalam bahasa Jawa berarti kotoran. ''Keat atam'', atau kotoran mata, yang dalam bahasa Jawa juga disebut ''ketek'', digunakan sebagai istilah untuk para penyusup.
Karena keakraban dan pergaulan sehari-hari, para pejuang dalam waktu singkat dapat fasih menguasai "bahasa baru" ini. Sedangkan lawan dan para penyusup, yang tidak setiap hari bergaul, dengan sendirinya akan kebingungan dan selalu ketinggalan istilah-istilah baru. Siapapun yang tidak fasih mempergunakan bahasa ini dapat dipastikan bukan bagian dari golongan pejuang dan pendukungnya, sehingga kehadiran para penyusup dapat diketahui dengan cepat serta rahasia komunikasi tetap terjaga.
 
Karena aturan dalam bahasa ini sangat bebas dan longgar, kemungkinan pengembangannya menjadi sangat luas. Oleh karena itu, beberapa istilah penting perlu disepakati di kalangan pejuang. Kesepakatan istilah ini juga diperlukan karena banyak kata penting sulit untuk dibaca terbalik, sehingga harus dicari istilah dan padanan yang sesuai namun mudah diingat oleh para pelakunya. Sebagai contoh, kata Belanda dalam bahasa Jawa disebut ''Landa'' yang cukup sulit dibaca terbalik, maka digunakan istilah padanan berupa ''Nolo''. Demikian juga dengan polisi yang tidak dibalik menjadi ''isilop'', namun cukup ''silop''. Kemudian untuk mata-mata, bila dibaca terbalik menjadi ''atam''. Namun, untuk menentukan bahwa yang dimaksud dalam istilah tersebut adalah antek Belanda, maka ditambah kata ''keat'', berasal dari kata ''taek'' yang dalam bahasa Jawa berarti kotoran. ''Keat atam'', atau kotoran mata, yang dalam bahasa Jawa juga disebut ''ketek'', digunakan sebagai istilah untuk para penyusup.
 
Senjata genggam disebut ''benduk'' karena sulit menemukan istilah yang pas. Senjata laras panjang disebut ''benduk owod'' atau ''owod'', dari kata ''benduk'' 'senjata' dan ''owod'', yang diambil dari bahasa Jawa ''dawa'' 'panjang'. Sedangkan untuk menyebut masyarakat dari suku/etnis tertentu, digunakan istilah ''onet'' untuk [[Tionghoa-Indonesia|etnis Tionghoa]] (berasal dari kata ''cina'' dalam bahasa Jawa), ''arudam'' untuk [[Suku Madura|etnis Madura]], ''bara'' untuk [[Arab-Indonesia|etnis Arab]], dan lain-lain. Sedangkan untuk kata ganti persona, digunakan ''uka'' 'aku', ''ayas'' 'saya', ''umak'' 'kamu', dan ''okir'' 'kamu' (berasal dari kata ''rika'' 'kamu' dalam dialek bahasa Jawa).
Baris 48 ⟶ 46:
Sesuatu yang baik/bagus disebut sebagai ''nez,'' berasal dari kata ''zen'' dalam bahasa Arab. Kata sapaan untuk orang tua laki-laki adalah ''ebes'' 'bapak', berasal dari kata ''abah'' atau ''sebeh'' yang biasa digunakan oleh etnis Arab. ''Ebes'' kemudian menjadi sapaan yang populer digunakan sebagai gelar kehormatan tidak resmi kepada para komandan, pemimpin, atau pembesar/pemuka masyarakat yang dituakan oleh segenap masyarakat Malang. Penggunaan ini bertahan sampai sekarang.
 
Suyudi Raharno gugur disergap Belanda di suatu pagi buta di pinggiran wilayah dukuhDukuh Genukwatu (sekarang [[Purwantoro, Blimbing, Malang|Purwantoro]]) pada bulan September 1949, walaupun gencatan senjata sedang berlaku saat itu. Seminggu sebelumnya, salah seorang kawan akrabnya yang turut mencetuskan ''osob kera Ngalam'' 'bahasa anak Malang', Wasito, juga gugur dalam pertempuran di Gandongan (sekarang [[Pandanwangi, Blimbing, Malang|Pandanwangi]]). Keduanya disemayamkan di [[Taman Makam Pahlawan Untung Suropati]].
 
Sejatinya, ''boso Walikan'' bukanlah bahasa sandi karena tetap menggunakan bahasa yang lazim digunakan. Bahasa ini hanya memiliki cara membaca yang berbeda. Kata yang lazimnya dibaca dari kiri ke kanan akan dibaca sebaliknya, yaitu dari kanan ke kiri. Kosakata yang dibalik dapat berasal baik dari bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia, sehingga ''boso Walikan'' dapat terus berkembang. Namun, tentu tidak semua kata bisa dibuatkan istilah ''walikan''-nya, karena hanya kata-kata yang umum saja yang biasa dibaca secara terbalik. Sebagai contoh, kata komputer tidak pernah diucapkan sebagai ''retupmok'' karena sulit diucapkan dan tidak lazim digunakan.