Wilayah administrasi khusus di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Zalina Yulianthy (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Zalina Yulianthy (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 53:
|-
|}
 
== Daftar dan penjelasan ==
Berikut merupakan daftar mengenai daerah-daerah khusus dan istimewa di Indonesia yang ada saat ini, beserta penjelasan mengenai kekhususan dan/atau keistimewaannya.
 
=== Aceh ===
{{Main|Pemerintah Aceh}}
[[Berkas:Coat_of_arms_of_Aceh.svg|kiri|102x102px|Lambang Aceh]]
[[Aceh]] adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat '''''istimewa''''' dan diberi kewenangan '''''khusus''''' untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan [[Republik Indonesia]] berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.<ref>Aceh ditempatkan kembali di artikel daerah khusus (dan juga daerah istimewa) karena Aceh adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang bersifat istimewa dan diberi otonomi khusus; "Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang ''bersifat istimewa'' dan ''diberi kewenangan khusus'' untuk ...." '''Pasal 1 angka 2 UU 11/2006'''</ref>
 
Aceh menerima status istimewa pada 1959, tiga tahun setelah pembentukan kembali pada 1956.<ref>UU 24/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatra Utara</ref>, dan sepuluh tahun sejak pembentukan pertama 1949.<ref>Peraturan Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No. 8/Des/WKPM/49</ref> Status istimewa diberikan kepada Aceh dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959, yang isi keistimewaannya meliputi agama, peradatan, dan pendidikan. Namun pelaksanaan keistimewaan tidak berjalan dengan semestinya dan hanya sebagai formalitas belaka.<ref>Penjelasan UU 44/1999 dan UU 11/2006</ref>
 
Pasca penerbitan UU 44/1999 keistimewaan Aceh meliputi penyelenggaraan kehidupan beragama, adat, pendidikan, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah. Keistimewaan di bidang penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh, dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama, meliputi: [[ibadah]], ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), [[muamalah]] (hukum perdata), [[Jinayat|jinayah]] (hukum pidana), [[Qada|qadha’]] (peradilan), [[tarbiyah]] (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam.<ref>Pasal 125-127, 128-137 UU 11/2006</ref> Keistimewaan di bidang penyelenggaraan kehidupan adat meliputi [[Lembaga Wali Nanggroe]] dan Lembaga Adat Aceh (misal [[Majelis Adat Aceh]], Imeum mukim, dan [[Syahbandar|Syahbanda]]).<ref>Pasal 96-97, 98-99 UU 11/2006</ref>
 
Keistimewaan di bidang pendidikan meliputi penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam serta menyelenggarakan pendidikan madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah.<ref>Pasal 17-18, 215-220 UU 11/2006</ref> Keistimewaan di bidang peran ulama meliputi [[Majelis Permusyawaratan Ulama]] (MPU) Aceh dan Kabupaten/Kota yang memiliki tugas dan wewenang untuk memberi fatwa baik diminta maupun tidak diminta terhadap persoalan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan ekonomi; dan memberi arahan terhadap perbedaan pendapat pada masyarakat dalam masalah keagamaan.<ref>Pasal 138-140 UU 11/2006</ref>
 
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (''Memorandum of Understanding'') antara Pemerintah dan [[Gerakan Aceh Merdeka]] yang ditandatangani pada tanggal [[15 Agustus]] [[2005]] dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU Pemerintahan Aceh ini antara lain:
 
# Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
# Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional.
# Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
# Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
# Implementasi formal penegakan syari’at [[Islam]] dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh.
 
Pengakuan sifat istimewa dan khusus oleh Negara kepada Aceh sebenarnya telah melalui perjalanan waktu yang panjang. Tercatat setidaknya ada tiga peraturan penting yang pernah diberlakukan bagi keistimewaan dan kekhususan Aceh yaitu Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi Aceh, UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan UU 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Aceh. Dengan dikeluarkannya UU Pemerintahan Aceh, diharapkan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh.
 
=== Daerah Istimewa Yogyakarta ===
{{Utama|Daerah Istimewa Yogyakarta}}
[[Berkas:Coat of arms of Yogyakarta.svg|kiri|129x129px|Lambang Yogyakarta]]
[[Daerah Istimewa Yogyakarta]], selanjutnya disebut DIY, adalah daerah provinsi yang mempunyai '''''keistimewaan''''' dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]].<ref>Pasal 1 angka 1 UU 13/2013</ref> Keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal usul.<ref>Pengakuan atas hak asal usul merupakan “bentuk penghargaan dan penghormatan negara atas pernyataan berintegrasinya Kasultanan dan Kadipaten ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjadi bagian wilayah setingkat provinsi dengan status istimewa”. '''Penjelasan pasal 4 huruf a UU 13/2012'''</ref> menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa.<ref>Pasal 1 angka 2 UU 13/2013</ref> Kewenangan Istimewa adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.<ref>Pasal 1 angka 3 UU 13/2013</ref>
 
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah istimewa sejak pembentukannya secara ''de jure'' tahun 1950,<ref name="ReferenceB">UU Negara bagian RI-Yogyakarta 3 Tahun 1950</ref> maupun sejak pengakuannya secara ''de facto'' pada 1945.<ref>Piagam Penetapan Kedudukan dari Presiden Indonesia untuk Seri Paduka Sultan dari Yogyakarta dan Seri Paduka Paku Alam dari Pakualaman</ref> Dalam undang-undang pembentukan DIY,<ref name="ReferenceB" /> DIY berkedudukan hukum sebagai daerah istimewa setingkat provinsi. Sedang keistimewaannya terletak pada pengangkatan kepala daerah istimewa dan wakil kepala daerah istimewa dari Sultan dan Paku Alam yang bertahta. Namun, bentuk keistimewaan DIY tidak dicantumkan dalam undang-undang pembentukan tetapi hanya dalam undang-undang pemerintahan daerah yang mengatur semua daerah di Indonesia secara umum.<ref>UU 22/1948 dan UU 1/1957</ref> Dengan realitas ini, pada tahun 1965 kedudukan hukum DIY diturunkan menjadi daerah provinsi biasa.<ref>UU 18/1965</ref>, dan akhirnya pada tahun 1999 dan 2004 keistimewaan DIY memasuki wilayah kekosongan hukum.<ref>UU 22/1999 dan UU 32/2004</ref>
 
Pasca penerbitan UU 13 Tahun 2012, keistimewaan DIY meliputi:
# tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur;
# kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
# kebudayaan;
# pertanahan; dan
# tata ruang.<ref>Pasal 7 ayat (2) UU 13 Tahun 2012</ref>
Keistimewaan dalam bidang tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur antara lain syarat khusus bagi calon gubernur DIY adalah Sultan [[Hamengkubuwana]] yang bertahta, dan wakil gubernur adalah Adipati [[Paku Alam]] yang bertahta. [[Gubernur]] dan Wakil Gubernur memiliki kedudukan, tugas, dan wewenang sebagaimana Gubernur dan Wakil Gubernur lainnya, ditambah dengan penyelenggaran urusan – urusan keistimewaan.<ref>Pasal 9-16, 18-29 UU 13/2012</ref> Keistimewaan dalam bidang kelembagaan Pemerintah Daerah DIY yaitu penataan dan penetapan kelembagaan, dengan Perdais, untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli.<ref>Pasal 30 UU 13/2012</ref>
 
Keistimewaan dalam bidang kebudayaan yaitu memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY, yang diatur dengan perdais.<ref>Pasal 31 UU 13/2012</ref> Keistimewaan dalam bidang pertanahan yaitu Kesultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kesultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.<ref>Pasal 32-33 UU 13/2012</ref> Keistimewaan dalam bidang tata ruang yaitu kewenangan Kesultanan dan Kadipaten dalam tata ruang pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kesultanan dan tanah Kadipaten.<ref>Pasal 34-35 UU 13/2012</ref>
 
=== Daerah Khusus Ibukota Jakarta ===
{{Main|Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta}}
[[Berkas:Jakarta_COA.svg|kiri|113x113px|Lambang Jakarta]]
Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta ([[DKI Jakarta|Provinsi DKI Jakarta]]) sebagai satuan pemerintahan yang bersifat '''''khusus''''' dalam kedudukannya sebagai [[Ibu kota]] Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744). UU ini mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
 
Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara lain:
 
# Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
# Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
# Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
# Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
# Anggota [[DPRD]] Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
# Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi [[Presiden Indonesia|Presiden]] dalam acara kenegaraan.
# Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam [[APBN]] berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.
 
=== ''Provinsi Papua'' ===
{{Main|Otonomi Khusus Papua}}
[[Berkas:Coat_of_arms_of_Papua_2.svg|kiri|115x115px|Lambang Papua]]
''Provinsi Papua'', menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021,<ref>{{Cite act|title=Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua|url=https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/172403/uu-no-2-tahun-2021|type=Undang-Undang|index=2|year=2001}}</ref> adalah provinsi-provinsi yang berada di wilayah [[Papua]] yang diberi '''otonomi khusus''' dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi khusus tersebut adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada ''Provinsi Papua'' untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Otonomi ini diberikan oleh Negara [[Republik Indonesia]] melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN No 4151). Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-undang ini adalah:
 
* '''Pertama,''' pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah ''Provinsi Papua'' serta penerapan kewenangan tersebut di ''Provinsi Papua'' yang dilakukan dengan kekhususan;
* '''Kedua,''' pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar; dan
* '''Ketiga,''' mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:
*# partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
*# pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk ''Provinsi Papua'' pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
*# penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
* '''Keempat,''' pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta [[Majelis Rakyat Papua]] sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.
 
[[Berkas:Coat_of_arms_of_West_Papua.svg|ka|143x143px|Lambang Papua Barat]]
Pemberian Otonomi Khusus bagi ''Provinsi Papua'' dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi khusus melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras [[Melanesia]] yang terdiri dari suku-suku asli di ''Provinsi Papua'' dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di ''Provinsi Papua''.
 
Keberadaan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, serta perangkat di bawahnya, semua diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan rakyat. Undang-undang ini juga mengandung semangat penyelesaian masalah dan rekonsiliasi, antara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi pada masa lalu dengan tujuan memantapkan persatuan dan kesatuan nasional Indonesia di ''Provinsi Papua''.
 
Saat ini, provinsi-provinsi yang merujuk pada ''Provinsi Papua'' adalah [[Papua Barat]], [[Papua]], [[Papua Selatan]], [[Papua Tengah]], dan [[Papua Pegunungan]].
 
== Sejarah ==