Sejarah Indonesia (1945–1949): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi
Baris 67:
Menjelang akhir [[Perang Dunia II|perang]], tahun [[1945]], sebagian wilayah [[Indonesia]] telah dikuasai oleh tentara [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|Sekutu]]. Satuan tentara [[Australia]] telah mendaratkan pasukannya di [[Makasar]] dan [[Banjarmasin]], sedangkan [[Balikpapan]] telah diduduki oleh [[Australia]] sebelum [[Jepang]] menyatakan menyerah kalah. Sementara [[Pulau Morotai]] dan [[Irian Barat]] bersama-sama dikuasai oleh satuan tentara [[Australia]] dan [[Amerika Serikat]] di bawah pimpinan Jenderal [[Douglas MacArthur]], Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (''South West Pacific Area Command/SWPAC'').
 
Setelah perang usai, tentara [[Australia]] bertanggung jawab terhadap [[Kalimantan]] dan Indonesia bagian Timur, [[Amerika Serikat]] menguasai [[Filipina]] dan tentara [[Inggris]] dalam bentuk komando '''SEAC''' (''South East Asia Command'') bertanggung jawab atas [[India]], [[Burma]], [[Srilanka]], [[Malaya]], [[Sumatra]], [[Jawa]] dan [[Indochina]]. SEAC dengan panglima Lord [[LordKeluarga Mountbatten|Mountbatten]] sebagai Komando Tertinggi Sekutu di [[Asia Tenggara]] bertugas melucuti bala tentara [[Jepang]] dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (''Recovered Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI'').
 
==== Mendaratnya Belanda diwakili NICA ====
Berdasarkan ''Civil Affairs Agreement'', pada [[23 Agustus]] [[1945]] Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh. [[15 September]] 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di [[Jakarta]], dengan didampingi [[Charles van der Plas|Dr. Charles van der Plas]], wakil Belanda pada [[Pihak Sekutu di Perang Dunia II|Sekutu]]. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi [[NICA]] (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh [[Hubertus J van Mook|Dr. Hubertus J van Mook]], ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio [[Ratu Wilhelmina]] tahun [[1942]] (''statkundige concepti'' atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan bahwa ia tidak akan berbicara dengan [[Soekarno]] yang dianggapnya telah bekerja sama dengan [[Jepang]]. Pidato Ratu [[Wilhelmina dari Belanda|Wilhemina]] itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya adalah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.
 
=== Pertempuran melawan Sekutu dan NICA ===
Baris 77:
# [[Pertempuran Lima Hari]], di [[Semarang]] pada 15–19 Oktober 1945 (melawan Jepang).
# [[Peristiwa 10 November]], di daerah [[Kota Surabaya|Surabaya]] pada 10 November 1945, dipimpin Kolonel (TKR) Sungkono.
# [[Pertempuran Medan Area]], di daerah [[Kota Medan|Medan]] dan sekitarnya pada 10 Desember 1945 hingga 10 Agustus 1946, dipimpin oleh Kolonel (TKR) [[Achmad Tahir]].
# [[Palagan Ambarawa]], di daerah [[Ambarawa]], [[Semarang]] pada 12–15 Desember 1945, dipimpin Kolonel (TKR) [[Soedirman|Sudirman]].
# [[Pertempuran Lengkong]], di daerah Lengkong, [[Serpong]] pada 25 Januari 1946, dipimpin oleh Mayor (TKR) [[Daan Mogot]].
# [[Bandung Lautan Api]], di daerah [[Bandung]] pada 23 Maret 1946, atas perintah Kolonel (TRI) [[A.H. Nasution]].
# [[Pertempuran Selat Bali]], di [[Selat Bali]] pada April, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) Markadi.
# [[Pertempuran Margarana]], di Margarana, Tabanan, [[Bali]] pada 20 November 1946, dipimpin oleh Letkol (TRI) [[I Gusti Ngurah Rai]].
# [[Pembantaian Westerling]], di [[Sulawesi Selatan]] pada 11 Desember 1946 hingga 10 Februari 1947, akibat dari perburuan terhadap [[Robert Wolter Mongisidi|Wolter Monginsidi]].
# [[Pertempuran Lima Hari Lima Malam (Palembang)|Pertempuran Lima Hari Lima Malam]], di [[Palembang]] pada 1–5 Januari 1947, dipimpin oleh Kolonel (TRI) [[Bambang Utoyo|Bambang Utojo]].
# [[Pertempuran Laut Cirebon]], di [[Cirebon]] pada 7 Januari 1947, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) [[Samadikoen|Samadikun]].
# [[Pertempuran Laut Sibolga]], di [[Sibolga]] pada 12 Mei 1947, dipimpin oleh Letnan II Laut (TRI) Oswald Siahaan.
# [[Agresi Militer I]] pada 21 Juli hingga 5 Agustus 1947.
# [[Pembantaian Rawagede]] di Rawagede, [[Karawang]] pada 9 Desember 1947, akibat dari perburuan terhadap Kapten (TNI) [[Lukas Kustaryo|Lukas Kustarjo]].
# [[Agresi Militer II]] pada 19–20 Desember 1948.
# [[Serangan Umum 1 Maret 1949]], di [[Yogyakarta]] pada 1 Maret 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) Suharto.
# [[Serangan Umum Surakarta]], di [[Surakarta]] pada 7–10 Agustus 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) [[Slamet Rijadi]].
 
=== Perubahan sistem pemerintahan ===
Baris 185:
 
=== Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri ===
Setelah terjadinya [[Agresi Militer Belanda I]] pada bulan Juli, pengganti [[Sjahrir]] adalah [[Amir Syarifudin]] yang sebelumnya menjabat sebagai [[Menteri Pertahanan Republik Indonesia|Menteri Pertahanan]]. Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, dia menggaet anggota [[Partai Syarikat Islam Indonesia|PSII]] yang dulu untuk duduk dalam [[Kabinet Amir Sjarifuddin I|Kabinetnya]]. Termasuk menawarkan kepada [[S.M. Kartosoewirjo]] untuk turut serta duduk dalam kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnya kepada [[Soekarno]] dan [[Amir Syarifudin]], [[S.M. Kartosoewirjo|dia]] menolak kursi menteri karena "''ia belum terlibat dalam [[Partai Syarikat Islam Indonesia|PSII]] dan masih merasa terikat kepada [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (1945)|Masyumi]]''".
 
[[S.M. Kartosoewirjo]] menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada [[Masyumi]]. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan [[Belanda]]. Di samping itu [[Kartosoewirjo]] tidak menyukai arah politik [[Amir Syarifudin]] yang kekiri-kirian. Kalau dilihat dari sepak terjang [[Amir Syarifudin]] selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadi [[Perdana Menteri]] merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa [[Amir Syarifudin]] ingin membawa politik Indonesia ke arah [[Komunis]].