Teori Kognitif Sosial: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tiar Rahma (bicara | kontrib)
k copyedit, menambah pranala antarartikel, kategori
Baris 4:
{{rapikan}}
 
'''Teori Kognitif Sosial''' ('''''Social Cognitive Theory''''') merupakan penamaan baru dari '''Teori Belajar Sosial''' ('''''Social Learning Theory''''') yang dikembangkan oleh '''[[Albert Bandura]]'''. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun '''1970'''-an dan '''1980'''-an. Ide pokok dari pemikiran '''Bandura''' ('''Bandura, 1962''') juga merupakan pengembangan dari ide '''Miller''' dan '''Dollard''' tentang belajar meniru (''imitative learning''). Pada beberapa publikasinya, '''Bandura''' telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan [[Behaviouralisme (hubungan internasional)|behavioral]] yang memengaruhi seseorang dalam proses [[belajar sosial]]. Teori ini sangat berperan dalam mempelajari efek dari isi [[media massa]] pada khalayak media di level [[individu]].
 
== Konsep-konsep Utama dari Teori Kognitif Sosial ==
Sudah jelas bahwa konsep utama dari teori kognitif sosial adalah pengertian tentang '''''observational learning''''' atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam lingkungan seorang [[individu]], misalnya saja teman atau anggota keluarga di dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik seperti para [[tokoh publik]] di bidang berita dan [[hiburan]], proses belajar dari individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses ''[[Model Indonesia|modeling]]''. ''Modeling'' atau peniruan merupakan "''the direct, mechanical reproduction of behavior'', reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis" ('''Baran & Davis, 2000''': 184). Sebagai contoh, ketika seorang ibu mengajarkan anaknya bagaimana cara mengikat sepatu dengan memeragakannya berulang kali sehingga si anak bisa mengikat tali sepatunya, maka proses ini disebut proses ''modeling''. Sebagai tambahan bagi proses peniruan interpersonal, proses ''modeling'' dapat juga terlihat pada [[narasumber]] yang ditampilkan oleh media. Misalnya orang bisa meniru bagaimana cara memasak kue bika dalam sebuah acara kuliner di [[televisi]]. Meski demikian tidak semua narasumber dapat memengaruhi khalayak, meski contoh yang ditampilkan lebih mudah dari bagaimana cara membuat kue bika. Di dalam kasus ini, teori kognitif sosial kembali ke konsep dasar "''rewards and punishments''" -- imbalan dan [[hukuman]]-- tetapi menempatkannya dalam konteks belajar sosial.
 
'''Baranowski, Perry, dan Parcel''' ('''[[1997]]''') menyatakan bahwa "''reinforcement is the primary construct in the operant form of learning''" (p.161)-- proses penguatan merupakan bentuk utama dari cara [[belajar]] seseorang. Proses penguatan juga merupakan konsep sentral dari proses belajar sosial. Di dalam teori kognitif sosial, penguatan bekerja melalui proses efek menghalangi ('''''inhibitory effects''''') dan efek membiarkan ('''''disinhibitory effects'''''). ''Inhibitory Effects'' terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi hukuman karena perilaku tertentu, misalnya penangkapan dan vonis hukuman terhadap seorang [[Seniman|artis]] penyanyi terkenal karena terlibat dalam pembuatan video porno. Dengan mengamati apa yang dialami model tadi, akan mengurangi kemungkinan orang tersebut mengikuti apa yang dilakukan sang artis penyanyi terkenal itu. Sebaliknya, d''Disinhibitoryisinhibitory effects'' terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi penghargaan atau imbalan untuk suatu perilaku tertentu. Misalnya disebuah tayangan kontes adu bakat di sebuah televisi ditampilkan sekelompok pengamen jalanan yang bisa memenangi hadiah ratusan juta rupiah, serta ditawari menjadi model iklan dan bermain dalam [[sinetron]] karena mengkuti lomba tersebut. Menurut [[teori]] ini, orang juga akan mencoba mengikuti jejak sang pengamen jalanan.
 
Efek-efek yang dikemukakan di atas tidak tergantung pada imbalan dan hukuman yang sebenarnya, tetapi dari penguatan atas apa yang dialami orang lain tapi dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri (''vicarious reinforcement''). Menurut '''Bandura''' ('''1986'''), ''vicarious reinforcement'' terjadi karena adanya konsep pengharapan hasil ('''''outcome expectations ''''') dan harapan hasil ('''''outcome expectancies '''''). ''Outcome expectations'' menunjukkan bahwa ketika kita melihat seorang model diberi penghargaan dan dihukum, kita akan berharap mendapatkan hasil yang sama jika kita melakukan perilaku yang sama dengan model. Seperti dikatakan oleh '''Baranowski dkk''' ('''1997'''), "''People develop expectations about a situation and expectations for outcomes of their behavior before they actually encounter the situation''" (p. 162) -- orang akan mengembangkan pengharapannya tentang suatu situasi dan pengharapannya untuk mendapatkan suatu hasil dari perilakunya sebelum ia benar-benar mengalamai situasi tersebut. Selanjutnya, seseorang mengikat nilai dari pengharapan tersebut dalam bentuk ''outcome expectancies''—harapan akan hasil. Harapan-harapan ini memeprtimbangkan sejauh mana penguatan tertentu yang diamati itu dipandang sebagai sebuah imabalan/penghargaan atau hukuman. Misalnya, orang memang menganggap bahwa perilaku artis [[penyanyi]] yang membintangi video porno memang pantas dihukum, tetapi teori kognitif sosial juga mempertimbangkan kemungkinan perilaku yang sama yang dilakukan orang lain dalam video porno tersebut mendapatkan imbalan misalnya berupa simpati atau bahkan tak diajukan ke pengadilan karena dianggap sebagai korban, meski pada saat melakukan adegan video porno tersebut ia dan si arti penyanyi yang dihukum itu sama-sama melakukannya dengan sadar. Hal ini akan memengaruhi sejauh mana proses belajar sosial akan terjadi.
 
Konsep-konsep yang telah dikemukakan merupakan proses dasar dari pembelajaran dalam teori kognitif sosial. Meskipun demikian, terdapat beberapa konsep lain yang dikemukakan teori ini yang akan memengaruhi sejauh mana belajar sosial berperan. Salah satu tambahan yang penting bagi teori ini adalah konsep identifikasi ('''''indentification''''') dengan model di dalam media. Secara khusus teori kognitif sosial menyatakan bahwa jika seseorang merasakan hubungan psikologis yang kuat dengan sang model, proses [[belajar sosial]] akan lebih terjadi. Menurut '''White''' ('''[[1972]]''': 252) identifikasi muncul mulai dari ingin menjadi hingga berusaha menjadi seperti sang model dengan beberapa kualitas yang lebih besar. Misalnya seorang anak yang mengidolakan seorang atlet sepak bola, mungkin akan meniru atlet tersebut dengan cara menggunakan kostum yang sama dengan atlet tersebut atau mengonsumsi makanan yang dikonsumsi atlet tersebut.
 
Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang "pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang dipunyainya untuk menampilkan perilaku trsebut. Kepercayaan ini disebut dengan '''''self-efficacy''''' atau [[efikasi diri]] ('''Bandura''', '''1977'''a) dan hal ini dipandang sebagai sebuah prasayarat kritis dari perubahan perilaku. Misalnya dalam kasus tayangan tentang cara pembuatan kue bika di televisi yang telah disebutkan di atas. Teori kognitif [[Sosialisme|sosial]] menyatakan bahwa tak semua orang akan belajar membuat kue bika, khususnya bagi mereka yang terbiasa membeli kue bika siap saji dan mempunyai keyakinan bahwa membuat kue bika sendiri merupakan hal yang sia-sia dan tak perlu karena membelinya pun tidak mahal harganya. Dalam hal ini orang tersebut dianggap tidak mempunyai tingkat efikasi diri yang cukup untuk belajar memasak kue bika dari televisi.
 
== Teori Kognitif Sosial dan Media Komunikasi ==
Baris 24:
Dampak terbesar dari teori kognitif sosial adalah dalam penelitian tentang kekerasan dalam [[Media massa|media]] (''media violence''). '''Gunter ([[1994]])''' melakukan tinjauan atas riset tentang dampak dari kekerasan yang ditampilkan di media pada anak-anak dan orang dewasa, dan ia menyimpulkan bahwa terdapat bukti-bukti campuran yang kuat yang menghubungkan [[efek]] dari penggambaran kekerasan melalui media pada perilaku, sikap dan kognisi dari penonton. Teori kognisi sosial, yang amat menekankan efek pada perilaku, mengatakan bahwa penggamabaran kekerasan itu memicu baik peningkatan maupun penurunan dalam perilaku kekerasan, tergantung pada perilaku yang mendapatkan imabalan maupun hukuman, dan juga tergantung pada sejauh mana penonton mengidentifikasi diri mereka pada model kekerasan dalam media. Tentu saja, riset awal '''Bandura''' ('''[[1962]]''') dan '''Berkowitz''' ('''[[1964]]''') mendukung hubungan mendasar antara menonton perilaku kekerasan dan pemodelan perilaku dalam interaksi. Bagaimanapun, riset terakhir telah menambahkan kompleksitas untuk persamaan ini, dengan alasan bahwa isu-isu seperti kecenderungan perilaku agresif yang sudah ada, proses kognitif media, realita yang digambarkan mediam dan bahkan diet bisa memengaruhi sejauh mana seseorang "belajar" tentang kekerasan dari media. ('''Miller,[[2005]]''': 254)
 
Aplikasi dari teori kognitif sosial pada studi tentang kekerasan melalui televisi mempertimbangkan bagaimana media dapat memiliki konsekuensi yang tak diinginkan pada khalayak pemirsanya. Bagaimanapun, para sarjana komunikasi dan peneliti riset aksi (''action research'')juga mempertimbangkan aplikasi yang lebih berguna dari teori kognitif sosial ini. Makin banyak saja para [[sarjana]] [[komunikasi]] yang menggunakan konsep '' hiburan'' dan ''[[pendidikan]]'' dalam mempertimbangkan bagaimana pesan-pesan program hiburan bisa digunakan untuk menimbulkan perubahan perilaku dan sosial. Misalnya penelitian tentang bagaimana telenovela yang disiarkan di banyak negara selain dapat menghibur juga dapat menyampaikan isu tentang [[Keluarga Berencana|keluarga berencana]], persamaan hak [[Laki-laki|pria]] dan [[Perempuan|wanita]], dan reformasi pertanian. Banyak juga opera sabun [[Amerika Serikat|Amerika]] yang memang dibuat dalam kerangka kognitif sosial yaitu dengan menggunakan karakter-karakter yang menarik yang mendapatkan [[penghargaan]] atau hukuman sebagai pemodelan dari perilaku secara nyata.
 
Teori Kognitif Sosial juga digunakan dalam aplikasi komunikasi kesehatan masyarakat. Misalnya untuk kampanye tentang Demamdemam Berdarahberdarah, atau Fluflu Burungburung digunakan artis terkenal atau tokoh yang menarik yang karena mengikuti anjuran pemerintah untuk pencegahan, bisa terhindar dari penyakit tersebut. Pemakaian artis terkenal atau tokoh yang menarik akan memicu orang untuk lebih waspada terhadap kedua [[penyakit]] tersebut.
 
== Ringkasan ==
Baris 40:
 
[[Kategori:Perilaku]]
[[Kategori:Albert Bandura]]
[[Kategori:Psikologi Pendidikan]]