Silat Karo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Rapikan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{rapikan|kurang ensiklopedi}}
Ndikar (baca; ndikkar) adalah seni bela diri dari daerah [[Karo]], yang juga sering disebutkan dengan kata silat. Walaupun sebenarnya kata ndikar adalah merupakan terjemahan silat atau pencak silat ke dalam [[Bahasa Karo]], tetapi dewasa ini orang Karo sendiri lebih sering memakai kata silat daripada kata ndikar, bahkan cenderung kata ndikar semakin jarang didengar atau diucapkan sehingga bagi sebagian kaum muda Karo kata ndikar merupakan kata yang asing diucapkan.
Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, ndikar juga
Ndikar dan Tari-tari Bintang▼
merupakan olah raga bela diri tradisional khas dari daerah Karo yang
memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dari daerah lain.
Ndikar diambang kepunahan▼
Sedangkan Pandikar adalah kata sebutan bagi orang-orang yang
mendalami ilmu bela diri ini ataupun orang-orang yang memiliki ilmu
bela diri ndikar (bandingkan pandikar dengan pendekar dalam bahasa Indonesia).
Penutup▼
Tulisan ini murni adalah merupakan opini saya sendiri dan nara sumbernya juga adalah saya sendiri. Mudah-mudahan bermanfaat bagi yang membacanya ▼
▲'''Ndikar dan Tari-tari Bintang'''
Dalam prakteknya ndikar sering juga dianggap sebagai tari-tarian
biasa karena dalam setiap penampilannya dalam acara-acara tertentu
pertunjukkan ndikar kerap diiringi dengan musik tradisional karo.
Memang yang saya dengar sejak dari jaman dulu pertunjukan ndikar
selalu dipertunjukkan dengan iringan musik, dan tarian ini juga
merupakan salah satu dari tari tradisional suku Karo yang dikenal
dengan nama Tari- Tari Bintang. Namun tarian ini bukanlah tari-tarian
biasa yang gerakannya bisa dihafal dari awal sampai akhir dan tinggal
dipraktekkan saja mengikuti alunan musik, tarian ini adalah suatu
wadah dimana para pandikar menunjukkan apa yang dimilikinya atau apa
yang dipelajarinya selama mengikuti sang guru atau dengan kata lain
didalam tarian ini sang pandikar berusaha menunjukkan seberapa dalam
ilmu yang telah dimilikinya yang dalam hal ini ditunjukkan dalam
sebuah gerakan tari-tarian, tentu saja hal ini membutuhkan suatu
kemampuan yang cukup mumpuni dari sang pandikar. Seorang maestro
tari pun sepertinya akan sulit mempertunjukkan tarian ini tanpa belajar bela diri ndikar, karena dalam tarian ini sama sekali tidak
ada suatu gerakan baku yang bisa dihafal atau diikuti, teapi para
penari atau para pandikar secara spontan harus membuat gerakan sendiri
sesuai dengan gerakan atau jurus-jurus ndikar yang telah dikuasainya
dengan mengikuti alunan musik.
Walaupun merupakan suatu tari-tarian, Tari-tari Bintang juga
memberi kesempatan kepada para pandikar untuk saling meyerang dan
bertahan. Dimana dalam pertunjukan ndikar dua orang akan ditampilkan
untuk menunjukkan kemampuan masing-masing. Dengan alunan musik yang
bertempo pelan diawali gerakan sembah para pandikar mulai menari
dengan gerakan yang pelan atau normal mengikuti alunan musik, tahap ini bisa diibaratkan sebagai tahap pemanasan. Pada tahap ini para
pandikar selain menari juga mulai berusaha untuk mencari celah atau
mengintip kelemahan sang lawan. Tahap selanjutnya pemusik mulai
menaikkan tempo musiknya sehingga pergerakan para pandikar juga
semakin cepat sesuai dengan iringan musik, pada tahap inilah para
pandikar mulai saling menyerang dan mengeluarkan kemampuam masing-
masing dalam beberapa saat, biasanya pada tahap ini para penonton akan
menyemangati para pandikar dengan teriakan dan juga memberikan aplaus
bagi pandikar yang berhasil mencuri atau menyarangkan pukulan ketubuh
lawan atau juga kepada pandikar yang pertahanannya sulit ditembus sang
lawan. Selanjutnya musik berangsur mulai melambat dan kembali ke tempo awal, pergerakan sang pandikar juga ikut melambat dan akhirnya
ditutup dengan gerakan sembah dari para pandikar.
▲'''Ndikar diambang kepunahan'''
Saat ini ndikar sangat jarang dipelajari atau diajarkan baik di
Tanah Karo ataupun diluar Tanah Karo, sehingga kemungkinan suatu saat
ndikar ini akan punah atau lenyap dari peradaban Suku Karo, sungguh
suatu hal yang sangat disayangkan mengingat ndikar ini juga merupakan
aset budaya Karo yang seharusnya dilestarikan untuk diwariskan kepada
generasi yang akan datang. Saat ini hanya segelintir orang-orang
tertentu dan juga di desa-desa tertentu saja yang masih mengerti atau
memiliki kemampuan untuk mempraktekkan gerakan atau jurus dalam
ndikar, rata-rata orang-orang ini adalah orang-orang tua yang sudah
mulai uzur. Meskipun mereka mempunyai beberapa murid namun terkesan
ilmunya berhenti hanya sampai disitu saja tanpa ada generasi penerusnya.
Kurangnya minat anak-anak muda Karo untuk mempelajari ndikar
juga ikut andil dalam semakin terpinggirkannya bela diri ndikar dari
masyarakat Karo itu sendiri, memang bukan hal yang aneh jika produk
lokal selalu kalah dari produk-produk import,
Melalui tulisan ini saya untuk mencoba mengajak teman-teman para
muda-mudi Karo khususnya, marilah kita kembali melihat kebawah
ketempat kita berpijak, marilah bersama-sama kita kembangkan kembali
seni bela diri ndikar ini yang merupakan peninggalan budaya asli nenek
moyang kita sehingga kelak akan menjadi salah satu identitas kita suku
Karo. Karena dengan mendalami ndikar ini selain ikut melestarikan
budaya juga akan bermanfaat bagi kesehatan jiwa dan raga kita
(garansi).
▲'''Penutup'''
▲ Tulisan ini murni adalah merupakan opini saya sendiri dan nara
sumbernya juga adalah saya sendiri. Mudah-mudahan bermanfaat bagi yang
membacanya
Ndikar di desa Lingga hubungi Bpk. Yahmin Sinulingga dan Ponis Ginting
Jakarta anda bisa mencari teman saya Masmur Purba- Lapak Top-Ten, Pasar Senen
|