Anak Agung Pandji Tisna: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 31:
'''Anak Agung Pandji Tisna''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Buleleng|Buleleng]]|11|2|1908||2|6|1978}}), dalam sumber lain disebutkan meninggal tahun 1976,<ref name="AA Pandji Tisna2">{{id}} Rampan, Korrie Layun, ''Leksikon Susastra Indonesia''. Balai Pustaka, 2000, Jakarta. Halaman 3-4. Biografi A.A. Pandji Tisna</ref> yang dikenal pula dengan nama '''A.A. Pandji Tisna''', '''Anak Agung Nyoman Pandji Tisna''' atau '''I Gusti Nyoman Pandji Tisna''', adalah keturunan ke-11 dari dinasti raja [[Kerajaan Buleleng|Buleleng]] di [[Bali|Bali Utara]], Anglurah Pandji Sakti. Nama Anak Agung Pandji Tisna dipergunakan sejak tahun 1938, diubah dari nama I Gusti Njoman Pandji Tisna.<ref name="AA Pandji Tisna1">{{en}} Quinn, George. "Introduction" terjemahan bahasa Inggris ''Sukreni Gadis Bali'', ''The Rape of Sukreni''. Lontar, 1998, Jakarta. Halaman ix. Pengantar Terjemahan ''Sukreni Gadis Bali''</ref>
 
== Riwayat Hidup ==
Pada saat Pandji Tisna lahir, Buleleng berada di bawah pemerintahan Belanda sejak 1872. Meskipun ayahnya hanya diangkat sebagai administratur oleh Pemerintah Belanda, namun Anak Agung Putu Djelantik adalah pewaris tahta kerajaan. Pandji Tisna lahir dalam budaya dan kepercayaan Hindu-Bali, serta tumbuh di istana Kerajaan Buleleng, di mana ia mengalami dan menyaksikan sendiri kekayaan artistik istana.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
 
Antara usia tujuh hingga tujuh belas tahun, Pandji Tisna belajar di sekolah menengah Belanda, mula-mula di Singaraja, kemudian dilanjutkan di Batavia (Jakarta). Sekolahnya tidak dilanjutkan, lalu ia kembali ke Singaraja, bekerja membantu ayahnya sebagai sekretaris pribadi.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
 
Pada tahun 1929, Pandji Tisna dikirim ayahnya ke [[Pulau Lombok|Lombok]], sebuah pulau di dekat Bali, di mana ia tinggal di sana sampai 1934, mengurus bisnis transportasi ayahnya. Sekembalinya ke Singaraja, Pandji Tisna pindah ke desa kecil di luar kota Singaraja dan mengelola perkebunan kelapa serta usaha ekspor kopra. Tampaknya kehidupan pedesaan lebih disukainya daripada kehidupan istana.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
 
Bahasa ibu Pandji Tisna adalah bahasa Bali. Ia belajar bahasa Belanda saat bersekolah. Bahasa Melayu atau bahasa Indonesia adalah bahasa ketiga yang dipelajarinya di sekolah sebagai bahasa "asing" ketika ia berumur 12 tahun.<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Meski mencintai adat dan tradisi Bali, Pandji Tisna banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam penulisan karyanya.<ref name="AA Pandji Tisna4">{{en}} Teeuw, A. ''Modern Indonesian Literature''. University of Leiden, 1967, The Hague. Halaman 77-78. Sejarah Sastra Modern Indonesia</ref> Sejak tahun 1935, ia bertekad menjadi penulis yang menghasilkan novel dalam bahasa Indonesia, yakni ''[[Ni Rawit, Ceti Penjual Orang]]'', dilanjutkan dengan ''[[Sukreni Gadis Bali]]'', ''[[I Swasta: Setahun di Bedahulu]]'', dan ''[[Dewi Karuna: Salah Satu Jalan Pengembara Dunia]]''.<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Karya-karya Pandji Tisna yang menampilkan budaya dan tradisi Bali ini memberikan warna baru bagi khazanah kesusasteraan Indonesia pada masa itu yang lebih didominasi kesusasteraan Sumatera.<ref name="AA Pandji Tisna4"/>
 
[[Pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda|Pada 1942, Jepang menyerang dan mengambil alih hampir semua bekas jajahan Belanda di Hindia, termasuk Bali]].<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Pada saat itu, Pandji Tisna hidup tenang di pedesaan Singaraja hingga tahun 1944, ketika dia ditangkap oleh militer Jepang karena dicurigai melakukan kegiatan anti-Jepang.<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Ia dibebaskan tidak lama kemudian, namun Jepang telah menghancurkan perpustakaannya yang memiliki banyak koleksi buku berbahasa asing.<ref name="AA Pandji Tisna1"/>
 
Pada tahun 1945, menjelang takluknya Jepang ayah Pandji Tisna meninggal. Sebagai putra sulung, ia mewarisi takhtanya dari ayahnya, [[Anak Agung Putu Djelantik]], pemimpin Buleleng, wilayah di bagian utara Bali pada [[1944]].<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Dalam buku karangannya sendiri yang berjudul ''I Made Widiadi'', pada halaman terakhir disebutkan bahwa ia sejak semula tidak mau diangkat raja. Karena tentara pendudukan Jepang memerlukan, maka dengan dipaksa ia diangkat sebaga "syucho".<ref name="AA Pandji Tisna3">{{id}} Tisna, A.A. Pandji. ''I Made Widiadi Kembali kepada Tuhan''. Satya Wacana, 1955, Semarang.</ref>
Baris 89 ⟶ 90:
{{DEFAULTSORT:Pandji Tisna, Anak Agung}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Raja Bali]]
[[Kategori:Sastrawan Bali]]
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:GubernurSastrawan Bali]]
[[Kategori:Raja Bali]]
[[Kategori:SastrawanTokoh Bali]]
[[Kategori:Tokoh dari Buleleng]]
[[Kategori:Tokoh dari Singaraja]]
[[Kategori:Tokoh BaliKristen Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh yang berpindah agama dari Hindu ke Katolik]]
[[Kategori:Gubernur Bali]]