Pendidikan karakter: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Shalisya (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
+unref section
Baris 29:
 
=== Pendidikan Karakter Menurut Nahdlatul Ulama ===
{{unreferenced section}}
Menurut [[Nahdlatul Ulama]] (NU), diperlukan adanya format baru pendidikan [[Islam]] untuk membentuk karakter paripurna/kamil peserta didik. Dimana tolak ukur utamanya adalah nilai yang bersumber dari nilai-nilai agama, dimana untuk menumbuhkan karakter yang kuat pada peserta didik, maka model yang ideal adalah kepribdian [[Muhammad|Nabi Muhammad SAW]], kemudian diambil dari budaya lokal dan dipadukan sebagai kurikulum berbasis karakter, dalam artian nilai-nilai yang terwujud sebagai [[akhlakul karimah]]/mahmudah, itulah yang disepakati sebagai karakter yang sudah mentradisi dan membudaya dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Oleh karena itu, harus ada paradigma baru dalam konsep pendidikan kita, yaitu paradigma yang bersifat holistik. Konsep pendidikan holistik sesungguhnya dapat kita gali dari kekayaan warisan pendidikan Islam, yang mana pendidikan harus dapat mendorong pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya; baik itu spritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa dan lain-lain. Dimana konsep pendidikan holistik Islami di sini adalah konsep pendidikan yang unggul dan terdepan untuk memberdayakan potensi manusia seutuhnya.Spirit pendidikan Islam sesungguhnya mendorong semua aspek kehidupan manusia tersebut menuju ke arah yang lebih baik untuk kemudian membentuk individu-individu yang tunduk kepada ajaran Allah SWT.
 
Baris 37 ⟶ 38:
Ketiga, Komposisi Islam-konatif. Islam dalam perspektif ini adalah aktivitas dan implementasi seseorang yang mengacu pada nilai-nilai Islam. Sehingga Islam disini dimaknai dengan sikap dan perbuatan atau prilaku-prilaku Islami. Sementara, kalau makna konatif saja adalah aspek implementasi, atau perbuatan seseorang yang dihasilkan berdasarkan serangkaian pengetahuan, pemahaman dan penghayatannya terhadap ilmu pengetahuan yang diperolehnya.Hal inilah yang sebenarnya telah terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan yang menggunakan paradigm Barat, dimana hanya mengenal dua kutub/aspek saja dari kajian tentang manusia, yaitu; Akal dan Jasmaninya saja dan tidak memasukkan kutub/aspek Ruhaniahnya. Maka, sebagai hasilnya lahirlah orang-orang yang cerdas secara intelektual saja, akan tetapi sayang seribu sayang…, amatlah minim dan miskin dari kutub/aspek moralnya.Maka, hal ini pulalah yang terjadi pada realitas sosial produk dari banyak lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia di zaman modern hingga kontemporer sekarang ini.Sehingga, tidak heran lagi, kalau realitas sosial masyarakat Indonesia kini dari tingkat akar rumput sampai kalangan pejabatnya adalah seperti yang kita saksikan pada banyak media pemberitaan yang hasilnya membuat kita miris, ngeri dan prihatin, karena memang banyak hal-hal yang tidak sepantasnya terjadi… .
 
Haruslah diketahui bahwa, manusia sebagaiproduk lembaga pendidikan seperti tersebut di atas sangatlah berbahaya, baik bagi dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan alam sekitarnya.Sebab, manusia seperti ini, kapan saja bisa menjadi ancaman dan mendatangkan malapetaka dalam berbagai bentuknya bagi hidup dan kehidupan manusia di muka Bumi.
 
=== Kelemahan Pendidikan Karakter di Indonesia ===