Invasi Indonesia ke Timor Leste: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Maulana.AN (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pembatalan
Baris 29:
{{cbignore|bot=medic}}</ref><ref name="Fernandes, Clinton 2004">Fernandes, Clinton (2004) Reluctant Saviour: Australia, Indonesia and East Timor</ref>
* {{flagcountry|Korea Selatan|1949}}<ref name="auto3"/>
* {{flagcountry|Taiwan}}<ref name="auto3"/>
| combatant2 = {{flagicon image|Flag of East Timor.svg}} [[Timor Leste]]
* {{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Fretilin|FRETILIN]]
Baris 36 ⟶ 37:
* {{flagcountry|Kuba}}<ref name="auto2"/>
* {{flagcountry|Mozambik|1975}}<ref name="auto2"/>
* {{flagcountry|Swedia}}<ref name="auto2"/>
* {{flagcountry|Tiongkok}}<ref name="auto1">''A Dangerous Place'', Little Brown, 1980, p. 247</ref>
* {{flagcountry|Uni Soviet}}<ref name="auto2">Jolliffe, pp. 208–216; Indonesia (1977), p. 37.</ref>
Baris 107 ⟶ 109:
Meskipun militer Indonesia terdepan di Timor Timur, sebagian besar penduduk meninggalkan kota-kota dan desa-desa menyerbu masuk di wilayah pesisir dan di setiap bagian pegunungan. Pasukan Falintil, yang terdiri dari 2.500 pasukan reguler bekas dari tentara kolonial Portugis, Tropas ([[:en:Portuguese_Paratroopers|Portuguese Paratroopers]]), yang dilengkapi persenjataan dengan baik oleh Portugal sangat membatasi kemampuan tentara Indonesia untuk membuat kemajuan.<ref name=Taylor70>Taylor, p. 70</ref> Dengan demikian, selama bulan-bulan awal invasi, kontrol Indonesia terutama terbatas pada kota-kota besar dan desa-desa seperti Dili, Baucau, Aileu dan Same.{{Citation needed|date=December 2010}}
 
Sepanjang tahun 1976, militer Indonesia menggunakan strategi di mana tentara berusaha untuk berpindah ke pedalaman dari wilayah pesisir untuk kemudian bergabung dengan pasukan yang diterjunkan lebih jauh ke pedalaman. Namun, strategi ini tidak berhasil dan pasukan menerima perlawanan keras dari Falintil. Misalnya, butuh 3.000 pasukan Indonesia dan empat bulan untuk menguasai kota [[Suai]], sebuah kota di selatan yang berjarak hanya tiga kilometer dari pantai.<ref name="Taylor, p. 71"/> Militer terus membatasi semua orang asing dan Timor Barat memasuki Timor Timur, dan SoehartoSuharto mengakui pada bulan Agustus 1976 bahwa Fretilin "masih memiliki beberapa kekuatan di sana-sini."<ref>"Indonesia admits Fretilin still active," The Times (London), 26 August 1976.</ref>
 
Pada April 1977, militer Indonesia menghadapi jalan buntu. Tentara tidak membuat kemajuan terhadap daerah kekuasaannya selama lebih dari enam bulan, dan invasi tersebut telah menarik peningkatan publisitas di mata internasional yang merugikan.<ref>Taylor, p. 82</ref>
Baris 147 ⟶ 149:
[[Berkas:Suharto greeting Ford (cropped).jpg|thumb|left|upright|Presiden AS [[Gerald Ford]] dan Presiden [[Soeharto]] pada 6 Desember 1975, sehari menjelang invasi.]]
 
Pada hari sebelum invasi, Presiden AS [[Gerald R. Ford]] dan Kissinger bertemu dengan Presiden Indonesia Soeharto. Amerika Serikat telah mengalami kemunduran setelah menghancurkan [[Vietnam]], menyisakan Indonesia sebagai sekutu paling penting di wilayah tersebut. Kepentingan nasional AS "harus berada di sisi Indonesia," Ford menyimpulkan.<ref name="Simons, 189">Simons, p. 189</ref> Menurut dokumen yang dideklasifikasi dan dirilis oleh Arsip Keamanan Nasional (NSA) pada bulan Desember 2001, mereka memberi lampu hijau untuk invasi. Menanggapi SoehartoSuharto yang mengatakan, "Kami ingin pemahaman anda jika dianggap perlu untuk mengambil tindakan yang cepat atau drastis [di Timor Timur]," jawab Ford, "Kami akan memahami dan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Kami memahami masalah dan niat yang anda miliki". Kissinger setuju, meskipun ia memiliki kekhawatiran bahwa penggunaan senjata buatan AS di invasi akan terkena pengawasan publik, berbicara tentang keinginan mereka untuk "mempengaruhi reaksi di Amerika" sehingga "akan ada sedikit kesempatan orang-orang berbicara dalam cara yang tidak sah".<ref name= NSA>[http://www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB62/ East Timor Revisited. Ford, Kissinger and the Indonesian Invasion, 1975–76]. The National Security Archive</ref> AS juga berharap invasi akan relatif cepat dan tidak berlarut-larut hingga melibatkan perlawanan. "Adalah penting bahwa apa pun yang anda lakukan berhasil dengan cepat", kata Kissinger ke Soeharto.<ref name="gwu.edu">{{cite web|author=Michael Evans |url=http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB62/ |title=East Timor Revisited |publisher=Gwu.edu |accessdate=28 December 2010}}</ref>
 
AS juga memainkan peran penting dalam memasok senjata ke Indonesia.<ref name="Simons, 189"/> Seminggu setelah invasi Timor Timur, Dewan Keamanan Nasional menyiapkan analisis rinci dari unit militer Indonesia yang terlibat dan peralatan AS yang mereka gunakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir semua peralatan militer yang digunakan dalam invasi disediakan AS: AS - menyediakan pendamping dalam perusakan Timor Timur saat serangan berlangsung; Marinir Indonesia turun dari kapal pendarat yang disediakan AS; AS -menyediakan C-47 dan pesawat C-130 untuk pasukan terjun payung Indonesia dan memberondong [[Dili]] dengan senapan mesin kaliber 50; sedangkan brigade Airborne 17 dan 18 yang memimpin serangan terhadap ibu kota Timor yang "benar-benar didukung US MAP", dan pelompat master mereka dilatih oleh AS.<ref>http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB174/1010.pdf</ref> Sementara pemerintah AS mengklaim telah menangguhkan bantuan militer dari Desember 1975 sampai Juni 1976, bantuan militer sebenarnya atas apa yang Departemen Luar Negeri AS usulkan dan persetujuan Kongres AS yang terus meningkat, hampir dua kali lipat.<ref name="gwu.edu"/> AS juga membuat empat penawaran senjata baru, termasuk persediaan dan komponen untuk 16 OV-10 Bronco,<ref name="gwu.edu"/> yang menurut Profesor Cornell University Benedict Anderson, yang "dirancang khusus untuk tindakan kontra-pemberontakan terhadap musuh tanpa senjata dan pesawat yang efektif dan sepenuhnya berguna untuk membela Indonesia melawan musuh asing". Kebijakan ini berlanjut di bawah pemerintahan Carter. Secara total, Amerika Serikat menghabiskan lebih dari $ 250.000.000 bantuan militer ke Indonesia antara tahun 1975 dan 1979.<ref>{{cite web |last=Nunes |first=Joe |title=East Timor: Acceptable Slaughters |work=The architecture of modern political power |year=1996 |url=http://www.mega.nu/ampp/nunestimor.html}}</ref>
Baris 155 ⟶ 157:
Komisi PBB untuk Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor Timur (CAVR) menyatakan dalam bab laporan akhir "Tanggung Jawab" yang AS "mendukung politik dan militer yang penting dalam invasi dan pendudukan Indonesia" Timor Timur antara tahun 1975 dan 1999. Laporan (hlm. 92) juga menyatakan bahwa "AS menyediakan persenjataan adalah penting untuk kapasitas Indonesia meningkatkan operasi militer sejak tahun 1977 dalam kampanye besar-besaran untuk menghancurkan perlawanan di mana pesawat terbang yang dipasok Amerika Serikat memainkan peran penting".<ref>http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB176/index.htm</ref><ref>http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB176/CAVR_responsibility.pdf</ref>
 
Para pejabat Clinton mengatakan kepada ''New York Times'' bahwa dukungan AS untuk SoehartoSuharto "didorong oleh campuran ampuh politik kekuasaan dan pasar di negara berkembang." SoehartoSuharto adalah penguasa yang disukai Washington tentang "ultimate emerging market" yang menderegulasi ekonomi dan membuka Indonesia bagi investor asing. "Dia semacam orang kami," kata seorang pejabat senior yang sering menangani Administrasi kebijakan Asia.<ref>[http://www.nytimes.com/1995/10/31/world/real-politics-why-suharto-is-in-and-castro-is-out.html?pagewanted=all "Real Politics: Why Suharto Is In and Castro Is Out"] The New York Times, 31 October 1995</ref>
 
=== Keterlibatan Australia ===