Rumah panggung Betawi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Perbarui referensi situs berita Indonesia Tag: kemungkinan perlu dirapikan |
||
Baris 31:
=== Panggung ===
Masyarakat Betawi di daerah pesisir menggantungkan hidupnya dengan mencari ikan di laut. Bentuk rumah panggung mengikuti pola hidup mereka sebagai nelayan. Dalam sejarahnya, sebagian ibu kota Jakarta memang dibangun di atas daerah [[Rawa|rawa-rawa]]. Hunian berkolong tinggi pada masyarakat Betawi Pesisir bertujuan untuk mengatasi air laut yang pasang, sehingga air laut tidak sampai menjangkau lantai rumah.<ref name=":3">{{Cite
yaitu tanah di bagian bawah bangunan akan berfungsi
sebagai tempat untuk resapan air ..."}} Salah satu dari sedikit rumah panggung milik Betawi Pesisir adalah [[Rumah Si Pitung]] yang terletak di Marunda, Jakarta Utara. Total ada 40 tiang penyangga yang masing-masing tingginya mencapai 1,5 m.{{Sfn|Anom|(1996)|p=75: "Rumah Si Pitung ini menghadap ke laut utara. Rumah tersebut merupakan rumah panggung yang ditopang oleh 40 buah tiang berbentuk bulat dan persegi panjang tingginya kira-kira 1,5 m ..."}}<!-- Sangat mungkin rumah panggung orang Betawi Pesisir dipengaruhi oleh arsitektur bangunan penduduk asal [[Sumatra|Sumatera]], [[Kalimantan]] atau [[Sulawesi]] yang memang banyak berdatangan ke atau bermukim di Marunda.{{Sfn|Swadarma|(2014)|p=12:"Bentuk kolong bisa jadi merupakan pengaruh arsitektur bangunan dari penduduk yang berasal dari Sumatera, Kalimantan atau Sulawesi yang memang banyak berdatangan ke kawasan ini ..."}} Contoh nyata adalah Rumah Si Pitung yang pemilknya nyata-nyata berasal dari [[Suku Bugis]].<ref name=":2" />-->
Baris 77:
Rumah orang Betawi mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan rumah-rumah etnik nusantara lainnya; salah satunya adalah keberadaan tangga di depan rumah. Orang Betawi menyebutnya ''balaksuji''. ''Balaksuji'' bagi orang Betawi bukan hanya sekadar instrumen untuk naik dan masuk ke dalam rumah. Elemen ini berfungsi juga sebagai sarana untuk menolak bencana (bala) dan media penyucian diri sebelum masuk ke dalam rumah. Maka dari itu, sebelum menaiki tangga (''balaksuji''), seseorang harus membasuh kakinya terlebih dahulu. Hal demikian dilakukan agar saat sudah di dalam rumah, pemilik rumah atau pengunjung dianggap sudah berada dalam keadaan bersih dan suci.{{Sfn|Wijayanti, dkk|(2019)|p=52.:" Balaksuji sendiri memiliki filosofi sebagai rumah tangga, dan juga sebagai sarana untuk menolak bencana dan menyucikan diri sebelum memasuki rumah ..."}}{{Sfn|Swadarma|(2014)|p=66: "Pada rumah Betawi panggung siapapun yang memasuki rumah harus melalui tangga terlebih dahulu ..."}} Balaksuji sendiri secara kiasan memiliki arti kawasan penyejuk.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=516|title=Rumah Panggung Betawi|last=|first=|date=|website=kemdikbud|access-date=18 April 2019}}</ref>
Pada zaman dulu masyarakat Betawi membangun [[sumur]] di depan rumah untuk membasuh kaki sebelum menaiki tangga dan memasuki rumah. Saat ini balaksuji tidak dipakai lagi di rumah-rumah modern karena dianggap terlalu merepotkan. Namun, di beberapa kampung, ''balaksuji'' ini masih dipertahankan di beberapa [[masjid]] berlanggam Betawi. ''Balaksuji'' dipasang di tempat [[Khatib|khotib]] berkhotbah dan merupakan tangga menuju ke mimbar.<ref>{{Cite
== Pembuatan ==
Baris 126:
=== Melayu ===
Pengaruh lain yang memperkaya arsitektur rumah etnik Betawi datang dari kebudayaan Melayu. Pengaruh ini terlihat pada motif ''[[pucuk rebung]]'' yang biasanya ada pada ''lisplang''{{Efn|Lisplang merupakan bagian dari struktur bagian atap rumah yang dipasang pada bagian ujung atap. Selain agar terlihat lebih rapi, lisplang juga membuat bangunan terlindung dari sinar matahari dan air hujan yang berpotensi mempercepat terjadinya kerusakan atap. Jika rumah bertingkat, lisplang berguna sebagai penanda dan pemisah antara lantai satu dengan lantai lainnya.({{harvnb|Kania|2019}})}} rumah-rumah orang Melayu yang bentuknya lancip mirip tombak.{{Sfn|Swadarma|(2014)|p=23: "Untuk pengaruh kebudayaan Melayu sendiri tampak pada ornamen-ornamen pucuk rebung yang bentuknya lancip mirip tombak. Ornamen ini kemudian diadaptasi menjadi lisplang "gigi balang". yang selalu hadir di rumah Betawi di manapun ..."}} ''Pucuk rebung'' sendiri merupakan salah satu ragam hias dalam budaya Melayu yang berupa pucuk bambu yang baru tumbuh.{{Sfn|Napitupulu, dkk|(1986)|p=144: "Ragam bias Pucuk Rebung adalah merupakan bentuk pucuk bambu yang baru tumbuh ..."}} ''Pucuk rebung'' memiliki arti bahwa hidup seseorang harus bermanfaat untuk orang lain dan memiliki harapan yang kuat seperti pohon bambu.<ref>{{Cite
=== Tionghoa ===
Baris 206:
== Bacaan lanjutan ==
* {{Cite
* {{Cite
* {{cite book|title=Analisis Pola Pemukiman di Lingkungan Perairan di Indonesia|author=Budhisantoso|first=S|date=|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Pusat|year=1994|isbn=|location=Jakarta|pages=|language=|ref=|page=|url=|last2=Bale|first2=Djenen|last3=Suprapti|first3=|last4=Suhardi}}
* {{Cite journal|last=Dianty|first=Grace Putri|year=2017|title=Arsitektur Tradisional Rumah Betawi ‘Keturunan’. Akulturasi Arsitektur Tradisional Betawi dengan Arsitektur Tradisional Cina (Etnis Tionghoa)|url=http://repository.uki.ac.id/182/1/ARSITEKTUR%20TRADISIONAL%20RUMAH%20BETAWI%20%E2%80%98KETURUNAN%E2%80%99.pdf|journal=Scale|publisher=|volume=5|issue=1|pages=|doi=|issn=2338-7912|ref=}}
|