Leang Bettue (Tompobalang): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Anhar Karim (bicara | kontrib) |
k Perbarui referensi situs berita Indonesia |
||
Baris 94:
Leang Bettue termasuk ke dalam jenis gua prasejarah. Tinggalan arkeologi di situs ini berupa lukisan telapak tangan berwarna merah, sampah dapur, dan artefak yang dijumpai di sekitar mulut gua, serta beberapa fragmen tembikar pada permukaan lantai gua.<ref name=":90"/><ref name=":88"/><ref name=":56"/>
Pada 23 Agustus 2017, tim arkeologi dari gabungan beberapa negara melakukan penelitian. Arkeolog dari [[Universitas Hasanuddin]] Indonesia dan [[Universitas Griffith]] Australia terlibat dalam proyek penelitian ini. Peneliti menemukan sebuah liontin manusia purba yang terbuat dari tulang hewan [[kuskus]] di gua ini. Liontin berusia 30.000 tahun ini jadi perhiasan tertua di [[Nusantara]]. Usia liontin itu diperkirakan sama dengan usia lukisan telapak tangan yang sebelumnya lebih awal ditemukan di [[Leang Timpuseng]]. Umurnya diperkirakan sekitar 39.900 tahun silam. Penemuan liontin manusia purba yang diketahui sudah memiliki lubang kecil sebagai gantungan kalung tersebut merupakan hal yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang arkeologi. Liontin ini memunculkan hipotesa baru, di mana pada zaman itu manusia sudah memiliki alat untuk membuat lubang pada tulang kuskus. Proyek penelitian merupakan hasil kerjasama yang disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia. Proses ekskavasi atau penggalian di gua ini berlangsung selama tiga bulan, yakni sejak Juli hingga September 2017. Ada jutaan temuan benda yang akan diteliti lebih lanjut. Pada 2014 lalu, peneliti menemukan sebuah lukisan di dalam [[Leang Timpuseng]] yang letaknya tidak jauh dari penemuan liontin ini. Lukisan ini sudah diakui berusia 39.900 tahun atau lebih tua dari lukisan manusia purba yang ada di El Castillo, [[Spanyol]].<ref name=":0">{{Cite
Manusia Indonesia sudah pandai membuat perhiasan sejak 30.000 tahun lalu alias sejak bumi masih mengalami zaman es. Pada masanya, manusia Indonesia menyulap tulang-tulang hewan menjadi liontin, digantungkan pada leher dengan tali yang terbuat dari bahan kulit kayu. Tim arkeolog dari Indonesia dan Australia menemukan jejak kecerdasan manusia Indonesia masa lalu itu di Leang Bulu Bettue. Mereka menemukan tulang jari kuskus yang sudah dilubangi serta tulang babirusa dan kuku elang yang diubah jadi perhiasan. Peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional mengungkapkan bahwa temuan tersebut punya arti penting bagi sejarah nusantara. Penemuan itu menjadi pelengkap dari sejumlah temuan sebelumnya, menambah jelas kisah sejarah perkembangan seni di Nusantara. Seni di Nusantara sendiri walaupun bisa diperdebatkan bisa dirunut hingga ratusan ribu tahun lalu, ketika Homo sapiens bahkan belum ada. Temuan lain yang menjadi petunjuk perkembangan seni di nusantara adalah gambar cadas di Leang Timpuseng. Gambar cadas itu berusia 40.000 tahun, dinyatakan sebagai gambar cadas tertua di dunia berdasarkan publikasi penelitian di Jurnal "Nature" pada 9 Oktober 2014. Temuan itu mengubah pandangan arkeolog dunia tentang Indonesia. Penemuan liontin dari tulang hewan membuktikan bahwa manusia yang tinggal di gua-gua saat itu sudah punya daya seni tinggi. Temuan ini menunjukkan bahwa tradisi bersolek sebagai salah satu bentuk berkesenian telah berkembang puluhan ribu tahun. Selain menjadi petunjuk kecerdasan seni, temuan ini juga bermanfaat untuk mengurai kisah migrasi manusia dari Asia Timur melewati nusantara ke Australia. Sulawesi diduga menjadi salah satu titik yang dilewati. Dengan mengetahui tingkat kemajuan peradabannya, ilmuwan bisa memperkirakan kemampuan manusia saat itu sehingga bisa menguraikan bagaimana mereka bermigrasi.<ref name=":1"/>
|