Soepomo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 52:
[[File:Supomo, Pekan Buku Indonesia 1954, p248.jpg|thumb|200px|right|Foto Soepomo, {{circa|1954}}]]
 
Pada tanggal 1 Maret 1945, tahun terakhir [[pendudukan Jepang di Indonesia]], pemerintah Jepang membentuk [[Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan]] Indonesia (BPUPKBPUPKI) pada tanggal 1 Maret 1945 untuk mengerjakan "persiapan kemerdekaan di wilayah pemerintahan pulau jawa ini". Soepomo menjadi salah satu dari 62 anggota. Pada sidang pertama yang berlangsung dari 29 Mei hingga 1 Juni, ia menyatakan dukungannya untuk masa depan Indonesia menjadi negara kesatuan yang kuat, dengan alasan bahwa itu sesuai dengan norma-norma masyarakat Indonesia. Dia juga berbicara menentang gagasan negara Islam. Pada tanggal 1 Juni 1945, presiden di masa depan [[Soekarno]] berpidato, di mana ia menguraikan dasar negara masa depan, lima sila [[Pancasila]]. Pada masa reses BPUPKBPUPKI, hal ini kemudian dimasukkan ke dalam pembukaan konstitusi masa depan, [[Piagam Jakarta]] oleh Panitia Sembilan, yang tidak termasuk Soepomo.{{sfn|Elson|2009| pp = 108–111}}
 
Ketika BPUPKBPUPKI bersidang kembali untuk sidang kedua, yang dimulai pada 10 Juli, sebuah komite beranggotakan 19 orang dibentuk untuk menghasilkan rancangan undang-undang, dan Soepomo memainkan peran dominan dalam pembahasannya, yang berlangsung selama tiga hari. Dia sengaja menghasilkan konstitusi yang memiliki pemerintahan pusat yang kuat dengan kekuasaan terkonsentrasi pada presiden, dan tanpa sistem [[Pemisahan kekuasaan|''checks and balances'']] yang jelas, sejalan dengan pendapatnya. Secara khusus, ia mendukung totalitarianisme integralis berdasarkan ideologi keluarga dan mengusulkan negara Indonesia dimodelkan pada [[Nazi Jerman]] dan [[Kekaisaran Jepang]].<ref>{{cite book |last1=Bourchier |first1=David |title=Illiberal democracy in indonesia : the ideology of the family state. |date=2016 |publisher=Taylor & Francis |location=London and New York |isbn=9781138236721 |pages=65–69 |url=https://www.routledge.com/Illiberal-Democracy-in-Indonesia-The-Ideology-of-the-Family-State/Bourchier/p/book/9781138236721 |access-date=2 April 2022}}</ref>
 
Ia meyakini sistem ini akan menghindari konflik kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Dalam diskusi itu, ia ditentang keras oleh [[Mohammad Yamin]], yang menyerukan demokrasi ala Barat dengan jaminan hak asasi manusia. Wakil presiden masa depan [[Mohammad Hatta|Hatta]] juga menginginkan deklarasi hak-hak untuk dimasukkan, tetapi Soekarno memihak Soepomo. Kompromi mencapai Pasal 28 yang menyatakan bahwa hak asasi manusia akan diatur dengan undang-undang. Setelah diskusi panas, khususnya mengenai peran agama dalam berita negara, rancangan konstitusi dan pembukaannya diterima pada 16 Juli.{{sfn|Anderson|1961|p=18}}{{sfn|Kusuma & Elson|2011|p=196}}{{sfn|Elson|2009|p=114-118}}{{sfn|Butt|Lindsey|2012|pp=39-41,51}}{{sfn|Indrayana|2008|p=98-100}} Setelah [Jepang menyerah]], pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|memproklamasikan kemerdekaan Indonesia]]. Keesokan harinya, [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (PPKI) yang telah dibentuk pada 7 Agustus, bertemu dan menyetujui rancangan undang-undang yang dihasilkan oleh panitia BPUPKBPUPKI.{{sfn|Elson|2009|p=114-118}} Konstitusi juga memiliki penjelasan yang memberikan informasi lebih lanjut tentang pembukaan dan isi, yang juga ditulis oleh Soepomo. Karena ini bukan produk BPUPKBPUPKI atau PPKI, status hukumnya tidak pasti.{{sfn|Indrayana|2008| p = 98-100}}
 
== Pemikiran ==