Politik Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
doble del |
Refrence |
||
Baris 1:
{{Politics of Indonesia}}
'''Politik Indonesia''' adalah berlangsung dalam rangka republik demokrasiperwakilan presidensial di mana Presiden Indonesia ialah kepala negara dan kepala pemerintahan dan sistem multi partai. Kekuasaan eksekutif di jalankan oleh pemerintahan. Kekuasaal legislatif dipegang oleh pemerintah Permusyawaratan Rakyat bikameral. Lembaga Yudikatif yaitu independen dari eksekutif dan legislatif. UUD 1945 mengatur pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif secara terbatas. Sistem pemerintahan telah digambarkan sebagai ''presidensial dengan karakteristik parlementer''<ref name="insideindonesia.org">King, Blair. A [http://www.insideindonesia.org/content/view/502/29/ Inside Indonesia:Constitutional tinkering: The search for consensus is taking time] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20091029161228/http://www.insideindonesia.org/content/view/502/29|date=29 October 2009 }} access date 23 May 2009</ref>.
UUD 1945 mengatur pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif secara terbatas. Sistem pemerintahan telah digambarkan sebagai ''presidensial'' dengan karakteristik parlementer. Menyusul kerusuhan Mei 1998 di Indonesia dan pengunduran diri Presiden Suharto, beberapa informasi politik dilakukan melalui amandemen Undang-Undand Dasar Indonesia, yang mengakibatkan perubahan pada semua cabang pemerintahan. The Economist Intelligence Unit menilai Indonesia sebagai ''[[Demokrasi]] yang Cacat'' pada tahun 2019. Partai politik Indonesia telah dicirikan sebagai partai kartel dengan pembagian kekuasaan yang luas di antara partai-partai dan akuntabilitas yang terbatas kepada pemilih<ref>{{Cite journal|last=Slater|first=Dan|date=2018|title=Party Cartelization, Indonesian-Style: Presidential Powersharing and the Contingency of Democratic Opposition|journal=Journal of East Asian Studies|language=en|volume=18|issue=1|pages=23–46|doi=10.1017/jea.2017.26|issn=1598-2408|doi-access=free}}</ref> .
Kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang [[Presiden Indonesia]] yang merupakan [[kepala negara]] sekaligus [[kepala pemerintahan]]. Dalam menjalankan tugasnya, presiden dibantu oleh seorang [[Wakil Presiden Indonesia]]. Kekuasaan legislatif terletak pada [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia]] (MPR) yang dibagi menjadi [[Sistem dua kamar]], yaitu [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia]] (DPR) dan [[Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia]] (DPD). Cabang yudikatif terdiri dari [[Mahkamah Agung Republik Indonesia]] (MA) dan [[Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia]] (MK) yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan inspektif dipegang oleh [[Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia]] yang memiliki perwakilan di setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Baris 23:
Peralihan ke ''Orde Baru'' pada pertengahan 1960-an, menggulingkan Sukarno setelah 22 tahun menjabat. Salah satu periode paling bergejolak dalam sejarah modern negara ini, adalah dimulainya masa kepresidenan Suharto selama tiga dekade. Digambarkan sebagai dhalang besar (''master boneka''), Sukarno menarik kekuasaan dari menyrimbangan kekuatan yang berlawanan dan semakin antagonis dari tentara dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada tahun 1965, PKI secara ekstensif merambah semua tingkatan pemerintahan dan memperoleh pengaruh dengan mengorbankan tentara. Pada tanggal 30 September 1965, enam perwira militer paling senior tewas dalam suatu aksi (umumnya disebut ''percobaan kudeta'') oleh apa yang disebut Gerakan 30 September, sebuah kelompok dari dalam angkatan bersenjata. Dalam beberapa jam, Mayor Jendral Suharto mengerahkan pasukan dibawah komandonya dan menguasai Jakarta. Anti-komunis, awalnya mengikuti pimpinan tentara, melakukan pembersihan komunis dengan kekerasan diseluruh negeri, menewaskan sekitar setengah juta orang dan menghancurkan PKI, yang secara resmi disalahkan atas krisis tersebut<ref>{{cite video|people=Chris Hilton (writer and director)|title=Shadowplay|medium=Television documentary|publisher=Vagabond Films and Hilton Cordell Productions|date=2001 }}; Ricklefs (1991), pages 280–283, 284, 287–290</ref><ref>{{cite journal|title=Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965-1966|author=Robert Cribb|journal=Asian Survey|volume=42|issue=4|year=2002|pages=550–563|doi=10.1525/as.2002.42.4.550|s2cid=145646994|url=https://semanticscholar.org/paper/aa9b073fd95ecbc825767210f1afb1a724171b8b}}; Friend (2003), page 107-109, 113.</ref>.
Sukarno yang lemah secara [[politik]] terpaksa menyerahkan kekuatan politik dan militer utama kepada Jendral Suharto, yang telah menjadi kepala angkatan bersenjata. Pada Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengangkat Jendral Suharto sebagai pejabat Presiden. Dia secara resmi diangkat sebagai presiden satu tahun kemudian. Sukarno hidup dibawah tahanan rumah virtual sampai kematiannya pada tahun 1970. Berbeda dengan badai nasionalisme, retorika revolusioner, dan kegagalan ekonomi yang menjadi ciri awal 1960-an di bawah Sukarno yang berhaluan kiri, ''Orde Baru'' Suharto yang pro-Barat menstabilkan ekonomi tetapi terus berlanjut. dengan falsafah negara Pancasila<ref name='in'>https://www.semanticscholar.org/paper/Unresolved-problems-in-the-Indonesian-killings-of-Cribb/aa9b073fd95ecbc825767210f1afb1a724171b8b</ref>.
Baris 42:
Segera setelah percobaan kudeta pada tahun 1965, situasi pilitik tidak menentu, tetapi orde baru mendapat dukungan dari masyarakat yang mengingikan pemisahan dari masalah- masalah [[Indonesia]] sejak kemerdekaannya. ''Generasi 66'' (Angkatan 66) melambangkan pembicaraan sekelompok pemimpin muda baru dan pemikir intlektual baru. Menyusul konflik komunal dan politik, dan keruntuhan ekonomi dan kehancuran sosial pada akhir 1950-an hingga pertengahan 1960-an, Orde Baru berkomitmen untuk mencapai dan mempertahankan tatanan politik, pembangunan ekonomi, dan penghapusan partisipasi massa dalam proses politik. Ciri-ciri Orde Baru yang berdiri sejak akhir 1960-an adalah peran politik yang kuat bagi militer, birokratisasi dan korporatisasi organisasi politik dan rakyat, dan represi lawan selektif namun efektif. Anti-komunisme yang keras tetap menjadi ciri khas rezim selama 32 tahun berikutnya<ref name='in'/>.
Namun, dalam beberapa tahun, banyak dari sekutu aslinya menjadi acuh tak acuh atau menolak Orde Baru, yang terdiri dari militer yang didukung oleh kelompok sipil yang sempit. Di antara banyak gerakan pro-demokrasi yang memaksa Suharto untuk mengundurkan diri pada tahun 1998 dan kemudian memperoleh kekuasaan, istilah ''Orde Baru'' telah digunakan secara merendahkan. Ini sering digunakan untuk menggambarkan tokoh-tokoh yang terkait dengan Orde Baru, atau yang menjunjung tinggi praktek rezim otoriternya, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Dikenal dengan singkatan KKN: Korupsi, Kolusi, Nepotisme)<ref>[http://www.thejakartapost.com/news/2001/08/24/stop-talk-kkn.html
=== Reformasi ===
|