Masatia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
[[File:Balinese rite of Suttee in Houtman 1597 Verhael vande Reyse ... Naer Oost Indien.jpg|thumb|Ilustrasi praktik masatia di Bali yang dibuat oleh [[Frederik de Houtman]] pada tahun 1597 dalam karyanya, ''Verhael vande Reyse ... Naer Oost Indien''.]]
'''Masatia''' atau '''Masatya''' (dalam [[bahasa Bali]] berarti "setia") adalah praktik pemakaman religius yang pernah dilangsungkan di [[Pulau Bali]] ketika wanita dari keluarga kerajaan yang baru saja menjadi janda membakar diri di atas api kremasi suaminya.<ref>{{cite book|last=Wiener|first=Margaret J.|pages=267–268|url=https://books.google.com/books?id=GE1uc1UNXNYC&pg=PA267|title=Visible and Invisible Realms: Power, Magic, and Colonial Conquest in Bali|year=1995|location=Chicago|publisher=University of Chicago Press|isbn=978-0226885827}}</ref><ref name="ricklef">{{cite book|author=M.C. Ricklefs|title=A History of Modern Indonesia Since C. 1200|url=https://books.google.com/books?id=0AAdBQAAQBAJ&pg=PA166 |year=2008|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=978-1-137-05201-8 |pages=165–166 }}</ref>
Deskripsi pertama praktik ini tercatat Ma Huan, anggota ekspedisi Cheng Ho ke Jawa antara 1413 dan 1415.<ref name="historia"/> Catatan kesaksian Belanda pertama mengenai pengorbanan perempuan di Bali dicatat oleh Jan Oosterwijck. Oosterwijck adalah saudagar kepala (Opperkoopman) dalam kongsi dagang VOC. Pada Februari 1633, Gubernur Jendral Hendrik Brouwer mengirimnya untuk misi ke Bali. Misinya bertemu dengan raja gagal karena raja sedang berduka setelah kematian dua anak dan ibunya. Tercatat saat kremasi, 22 budak perempuan melemparkan diri ke kobaran api setelah menikam diri atau mendapat tikaman keris dari algojo. Sementara dalam prosesi pemakaman dua putra raja, 42 perempuan dan 34 lainnya ditikam dan dibakar, termasuk dua istri utama dari pangeran tersebut.<ref name="historia"/> Praktik ini dilaksanakan oleh keluarga kerajaan di Bali setidaknya hingga tahun 1903. Konon [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]] [[Willem Rooseboom]] sangat murka karena tidak dapat menghentikan upacara masatia di [[Tabanan]] pada tahun tersebut. Pemerintahan [[Hindia Belanda]] dengan alasan kemanusiaan dan terdorong oleh tindakan Inggris yang melarang praktik Sati di India, kemudian memaksa para penguasa di Bali untuk melarang masatia. Pada tahun 1905, semua penguasa Bali telah bersedia menghapuskan praktik masatia.<ref name="ricklef"/><ref name="historia">{{Cite web|date=2017-06-27|title=Istri Setia Sampai Sati|url=https://historia.id/kuno/articles/istri-setia-sampai-sati-PdWV7|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2022-11-08}}</ref>
|