Alun-alun: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 9:
Perkembangan alun-alun sangat tergantung dari evolusi pada budaya masyarakatnya yang meliputi tata nilai, pemerintahan, kepercayaan, perekonomian dan lain-lain.
Masa kerajaan Mataram, di Alun-alun depan istana secara rutin rakyat Mataram “seba” menghadap Penguasa (lihat Keraton Yogyakarta). Alun-alun pada masa ini sudah berfungsi sebagai pusat administrative dan sosio cultural bagi penduduk pribumi. Fungsi administratif: masyarakat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat. Segi Sosio Kultural dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan ataupun olah raga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan.
Baris 17:
Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara, ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun, termasuk di Alun-alun Yogyakarta. Pendirikan bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi).
Periode
{{budaya-stub}}
|