Teologi pembebasan dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k WPCleaner v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Pranala judul di teks - Pranala dengan spasi yang di-encode)
Baris 66:
.Al-Qur’an juga mengaskan bahwa konsep lain yang mendasar di dalam teologi tersebut adalah iman. Kata iman berasal dari kata ''amn'' yang berarti selamat, damai, perlindungan, dapat diandalkan, terpercaya dan yakin. Iman yang sebenar-benarnya mengimplikasikan semua itu. Orang yang beriman pasti dapat dipercaya, berusaha menciptakan kedamaian dan ketertiban, dan memiliki keyakinan terhadap semua nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan. Sekali lagi, iman kepada Allah mengantarkan manusia kepada perjuangan yang keras untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan. Iman membuat orang menjadi bisa dipercaya diandalkan dan cinta damai. Tanpa iman, pendapat seseorang  menjadi kosong dan tidak berakar pada kedalaman pribadinya.
 
Tanpa dilatarbelakangi dengan iman, kata-kata dan gagasan hanya akan berarti bagi dirinya sendiri, dan akan memperbudak orang lain. “kata dan pola pikir  itu berbahaya”,kata Erich Fromn,”karena bisa dengan mudah berubah menjadi kekuasaan yang kita sembah. Hidup itu sendiri harus dipahami dan dialami karena hidup itu mengalir, dan bersandarkan pada kebenaran.”[[Teologi# pembebasan dalam Islam#%20ftn2ftn2|[2]]] Itulah yang namanya keyakinan dengan segala implikasi nilainya yang membuat kata dan pola pikir menjadi bermanfaat, bukannya menjadi struktur yang menindas.
 
Dalam hal ini, harus diingat bahwa keyakinan cenderung brsifat irasional dan buta. Kita harus berhati-hati dengan namanya keyakinan. Akan tetapi, keyakinan yang Qur’ani tidak bersifat irasional dan buta. Al-Qur’an menekankan kesederajatan akal, intelek dan proses berpikir. Seringkali Al-Qur’an menyebut ''u’lil albab'' atau ''u’lil absar,'' yakni orang-orang yang berfikir atau mempunyai ilmu pengetahuan. Al-Qur’an juga mengajak manusia untuk memikirkan dan merenungkan alam semesta ini. Selain itu, keyakinan juga mensyaratkan adanya tujuan, dan kemudian Al-Qur’an jugta menegaskan bahwa alam semesta dan seisinya tidaklah diciptakan dengan sia-sia dan tanpa hukum yang jelas. Sebagaimana di dalam surat Ali Imran : 190-191, “Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi dan dalam pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berpikir. Yakni orang yang berdzikir memuji Allah sambil berdiri, duduk dan berbaring, serta memikirkan penciptaan langit dan bumi. “Tuhan, tiadalah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau. Lindungilah kami dari siksa neraka.”