Republik Lanfang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bluepeace27 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Tugas pengguna baru: pranala
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbaikan untuk PW:CW (Fokus: Minor/komestika; 1, 48, 64) + genfixes
Baris 151:
Seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan pertambangan emas di wilayah kekuasaan [[Kesultanan Sambas]], pada sekitar tahun [[1764]] M terjadi gelombang besar-besaran orang-orang [[Tionghoa]] yang didatangkan oleh Sultan Sambas ke-5 yaitu [[Sultan Umar Aqamaddin II]] ke wilayah Kesultanan Sambas menyusul begitu banyaknya ditemukan tambang-tambang emas baru di wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas ini.Pada sekitar tahun [[1767]] M jumlah orang-orang Tionghoa yang mengerjakan tambang-tambang emas di wilayah barat Pulau Kalimantan ini khususnya di wilayah [[Kesultanan Sambas]] sudah mencapai hingga belasan ribu orang.
 
Karena jumlah orang-orang [[Tionghoa]] yang semakin besar ini dan mereka berkelompok-kelompok berdasarkan wilayah pertambangan masing-masing, maka pada sekitar tahun [[1768]] M, kelompok-kelompok ini kemudian mendirikan semacam perkumpulan usaha tambang masing-masing yang disebut dengan nama Kongsi. Kongsi-kongsi ini (yang saat itu berjumlah sekitar 8 Kongsi) menyatakan tunduk kepada [[Sultan Sambas]] namun Kongsi-kongsi itu diberi keleluasaan secara terbatas oleh Sultan Sambas untuk mengatur Kongsinya sendiri seperti pengangkatan pemimpin Kongsi dan pengaturan kegiatan pertambangan masing-masing. Sedangkan mengenai hasil tambang emas, disepakati bahwa Kongsi-kongsi berkewajiban secara rutin menyisihkan sebagian hasil tambang emas mereka untuk diserahkan kepada Sultan Sambas bagi penghasilan Sultan Sambas sebagai pemilik negeri. Pada saat itu Sultan Sambas menerima [[bagi hasil]] dari Kongsi-Kongsi Tionghoa itu sebanyak 1kg1 kg emas murni setiap bulannya, belum termasuk penerimaan oleh Pangeran-Pangeran penting di Kesultanan Sambas dari Kongsi-kongsi itu.
 
Pada tahun [[1770]] M mulai timbul semacam pembangkangan dari kongsi-kongsi [[Tionghoa]] yang ada di wilayah Kesultanan Sambas ini terhadap Sultan Sambas. Pembakangan ini berupa penolakan mereka untuk memberikan sebagian hasil tambang emas kepada [[Sultan Sambas]] yaitu sebesar 1kg1 kg emas murni setiap bulannya. Para kongsi itu hanya bersedia memberikan bagi hasil tambang emas sebesar setengah kg atau separuh dari kesepakatan sebelumnya padahal saat itu kegiatan pertambangan emas di wilayah [[Kesultanan Sambas]] ini semakin berkembang.
 
Hal ini kemudian membuat Sultan Sambas marah apalagi kemudian terjadi pembunuhan oleh orang-orang Tionghoa terhadap petugas-petugas pengawas Kesultanan Sambas (yang adalah orang-orang [[Dayak]]) yang ditugaskan oleh Sultan Sambas untuk mengawasi kegiatan tambang emas Kongsi itu, sehingga kemudian Sultan Sambas saat itu yaitu Sultan Umar Aqamaddin II mengirimkan pasukan Kesultanan Sambas menuju daerah kongsi-kongsi yang melakukan makar dan pembakangan itu. Setelah gerakan pasukan Kesultanan Sambas telah berlangsung selama sekitar 8 hari dan belum sempat terjadi pertempuran besar antara pasukan Kesultanan Sambas dengan pihak kongsi, kemudian pihak kongsi itu ketakutan hingga kemudian mengakui kesalahannya dan bersedia untuk tetap membayar bagi hasil tambang emas kepada Sultan Sambas sesuai dengan kesepakatan sebelumnya yaitu sebesar 1kg1 kg emas setiap bulannya. Versi lain mengungkapkan bahwa sebenarnya ada kerja sama erat antara Kesultanan Pontianak dan Sambas dengan kongsi tetapi pada perkembangannya Kesultanan [[Pontianak]] ditekan oleh Belanda agar turut memusuhi kongsi. Akibatnya kerajaan2 menurunkan pasukannya menyerang kongsi.Semakin lama jumlah Kongsi yang ada semakin bertambah dan pada sekitar tahun [[1770]] M, telah ada sekitar 10 Kongsi di wilayah Kesultanan Sambas dan saat itu terdapat 2 Kongsi yang terbesar yaitu Kongsi Thai Kong dan Kongsi Lan Fong.Pada tahun [[1774]] M terjadi pertempuran antara kedua buah kongsi terbesar di wilayah [[Kesultanan Sambas]] yaitu Kongsi Thai Kong dan Kongsi Lan Fong. Kongsi Thai Kong kemudian berhasil mengalahkan Kongsi Lan Fong sehingga Kongsi Lan Fong bubar.
 
== Kedatangan Lo Fang Pak ==
Baris 162:
Kedatangan orang-orang [[Tionghoa]] dari daratan [[Tiongkok]] ini adalah atas permintaan sultan-sultan Melayu saat itu yang mendatangkan para pekerja tambang emas dari daratan Tiongkok yaitu untuk melakukan pekerjaan tambang yang memang butuh keahlian dan tingkat kesulitan yang tinggi. Pekerjaan tambang saat itu hanya dapat dilakukan dengan ketekunan dari orang-orang Tionghoa. Permintaan pekerja tambang dari Tiongkok daratan saat itu merupakan satu tren yang berkembang di kerajaan-kerajaan [[Melayu]], yang dimulai oleh kerajaan [[Melayu]] yang ada di Semenanjung Melayu kemudian kerajaan Melayu di pesisir utara dan timur [[Sumatra]] lalu Kerajaan [[Melayu]] Brunei (yaitu pada masa [[Daftar Sultan Oman|Sultan Omar]] Ali Saifuddin I) baru kemudian disusul oleh Kerajaan-Kerajaan Melayu yang berada di pesisir wilayah Pulau [[Kalimantan bagian barat]].
 
Kerajaan Melayu di pesisir barat Pulau Kalimantan yang pertama mendatangkan pekerja tambang dari daratan Tiongkok adalah Panembahan Mempawah. Ketika itu, raja yang memimpin adalah Rajanya adalah [[Opu Daeng Manambung]] yaitu pada sekitar tahun [[1740]] M. Kebijakan Panembahan Mempawah ini kemungkinan atas saran dari Adik [[Opu Daeng Manambung]] yaitu [[Opu Daeng Celak]] yang saat itu sedang menjabat sebagai Raja Muda di Kesultanan Riau yang telah lebih dahulu mendatangkan pekerja dari Tiongkok daratan untuk tambang timah di Kesultanan Riau dan berhasil dengan baik. Namun demikian saat itu Panembahan Mempawah mendatangkan orang-orang Tionghoa untuk pekerja tambang (emas) pertama kali adalah berjumlah 20 orang (kemungkinan para pakar mencari emas) yang sebelumnya telah bekerja di [[Kesultanan Brunei|Kesultanan Brunei.]].
 
Setelah itu didirikanlah pertambangan emas yang dikerjakan oleh orang-orang Tionghoa yaitu di daerah Mandor yang saat itu merupakan wilayah Panembahan Mempawah. Setelah beberapa tahun mengerjakan tambang emas di Mandor ini, para pakar pencari emas dari Tiongkok ini kemudian mengindikasikan satu tempat tak begitu jauh dari Mandor yang disinyalir banyak mengandung emas. Namun wilayah itu adalah wilayah kekuasaan dari [[Kesultanan Sambas]] yaitu daerah yang bernama Montraduk. Maka kemudian utusan pekerja tambang emas Tionghoa ini menghadap Sultan Sambas mengenai potensi emas di Montraduk ini. Mendengar hal demikian Sultan Sambas kemudian mengizinkan untuk membuka tambang emas di Montraduk oleh orang-orang Tionghoa dengan syarat bagi hasil yaitu sebagian hasil emas adalah untuk pekerja tambang dari Tiongkok ini dan sebagian hasil yang lain adalah untuk Sultan Sambas sebagai pemilik Negeri. Maka kemudian dibukalah tambang emas di Montraduk pada sekitar tahun 1750 M yaitu tambang emas kedua setelah di Mandor.