Kapal jung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Surijeal (bicara | kontrib)
Hapus rujukan yang tidak ada
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Bedakan|Jung Jawa}}[[Berkas:-HK CityHall Seaview 51217 5.png|jmpl|250px|Kapal Jung]]'''Kapal Jung''' adalah sejenis [[kapal]] [[kapal layar|layar]], yang banyak terdapat di perairan [[Asia Tenggara]] sampai ke pantai timur [[Afrika]]. Ada dua jenis jung yang terkenal, yaitu [[jung Jawa]] dan jung China. Ada dua jenis jung di China: Jung China Utarautara yang dikembangkan dari perahu sungai Cina,<ref name="Pham" />{{rp|20}} dan jung China Selatan yang dikembangkan pada [[dinasti Song]] (960–1279 masehi) berdasarkan desain-desain kapal Nusantara yang telahmengunjungi berdagangpesisir denganCina [[dinasti Han Timur]]selatan sejak abad ke-23 masehiMasehi. Mereka terus berkembang di dinasti kemudian, dan sebagian besar digunakan oleh pedagang Cina di seluruh Asia Tenggara. Layar jung serupa juga diadopsi oleh negara-negara Asia Timur lainnya, terutama Jepang di mana jung digunakan sebagai kapal dagang untuk berdagang barang dengan Cina dan Asia Tenggara. Mereka ditemukan di seluruh Asia Tenggara, India, dan di Cina.<ref>Crossley, Pamela Kyle, Daniel R. Headrick, Steven W. Hirsch, Lyman L. Johnson, and David Northrup. "Song Dynasty." ''The Earth and Its Peoples''. By Richard W. Bulliet. 4th ed. Boston: Houghton Mifflin, 2008. 279–80. Print.</ref>
 
Istilah "jung" (Bahasa Portugis: ''junco''; bahasa Belanda: ''jonk''; dan bahasa Spanyol: ''joanga'') juga digunakan pada masa kolonial untuk merujuk pada kapal berukuran besar hingga sedang dari budaya Austronesia di [[Asia Tenggara Maritim]], dengan atau tanpa sistem layar jung.<ref>[[Julia Jones (writer)|Julia Jones]] ''The Salt-stained book'', Golden Duck, 2011, p127</ref> Contohnya antara lain termasuk kapal ''jong'' [[Indonesia]] dan [[Malaysia]], kapal ''[[lanong]]'' [[Filipina]], dan kapal [[Kora-kora|''kora kora'']] [[Maluku]].<ref name="blair">{{cite book|url=http://www.gutenberg.org/cache/epub/15157/pg15157-images.html|title=The Philippine Islands, 1493-1898|year=1906|editor=Emma Helen Blair & James Alexander Robertson}}</ref>
Baris 11:
Teknologi perkapalan China mempunyai sejarah yang lama sejak Dinasti Han (220 SM–200 M), tetapi pada saat ini masih berupa kapal-kapal pengarung sungai, bukan pengarung samudra. Untuk mengarungi samudra, orang China pada waktu itu justru lebih suka menumpang kapal-kapal negeri ''K'un-lun'', yang merujuk pada Sumatra atau Jawa.<ref>{{Cite journal|last=Dick-Read|first=Robert|date=Juli 2006|title=Indonesia and Africa: questioning the origins of some of Africa’s most famous icons|url=|journal=The Journal for Transdisciplinary Research in Southern Africa|volume=2|pages=23-45|via=}}</ref>{{rp|27, 29}} Orang-orang Nusantara biasanya menyebut kapal China yang besar sebagai "wangkang", sedangkan yang kecil sebagai "top".<ref name="Apilan2">{{Cite book|last=Crawfurd|first=John|year=1856|url=https://archive.org/details/adescriptivedic00crawgoog|title=A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries|location=|publisher=Bradbury and Evans|isbn=|pages=}}</ref>{{rp|193}} Ada juga sebutan dalam bahasa Melayu "cunea", "cunia", dan "cunya" yang berasal dari dialek Amoy China 船仔 (tsûn-á), yang merujuk pada kapal China sepanjang 10–20 m.<ref>{{Cite book|title=Budaya bahari|last=Pramono|first=Djoko|publisher=Gramedia Pustaka Utama|year=2005|isbn=9789792213515|location=|pages=112|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|title=Loan-Words in Indonesian and Malay|last=Jones|first=Russel|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|year=2007|isbn=|location=|pages=51|url-status=live}}</ref>
 
Kata "djong" sendiri adalah penulisan Belanda untuk jong, karena [[fonem]]huruf [[Bantuanj ditulis sebagai "dj",<ref name=":Pengucapan|202">{{IPACite book|[d͡ʒ]}}]]last=Rouffaer|first=G. ditulisP.|date=|year=1915|url=https://archive.org/details/deeersteschipvaa01rouf/page/133/mode/2up?q=|title=De sebagaieerste schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman Vol. I|location=Den Haag|publisher='S-Gravenhage M. Nijhoff|isbn=|page=|pages=|url-status=live}}</dj/,ref>{{rp|71}} sedangkan pada penulisan di Indonesia digunakan kata jong.<ref name="Oxford">{{cite book|title=Illustrated Oxford Dictionary|publisher=DK|year=1998|location=London}}</ref><ref name=":1" />{{rp|286-287}}
 
== Jung China ==
Baris 17:
=== Sejarah ===
 
==== Abad ke-2 sampai ke-6 (dinasti Han sampai zaman era dinasti utara-selatan) ====
[[Berkas:Situs civitatis Bantam et Navium Insulae Iauae delineatio.jpg|jmpl|Ilustrasi sebuah jong, kapal dagang besar pribumi Nusantara, masih ada sampai abad ke-17. Tampil dengan layar tanja khas orang Austronesia dari Asia Tenggara. Kapal-kapal seperti ini menjadi dasar kapal-kapal jung Cina Selatan.]]
Perkapalan laut China tidak ada sampai akhir dinasti Song,<ref name="Heng">{{cite journal |last1=Heng |first1=Derek |title=Ships, Shipwrecks, and Archaeological Recoveries as Sources of Southeast Asian History |journal=Oxford Research Encyclopedia of Asian History |date=2019 |pages=1-29 |doi=10.1093/acrefore/9780190277727.013.97 |url=https://www.academia.edu/38930786/Ships_Shipwrecks_and_Archaeological_Recoveries_as_Sources_of_Southeast_Asian_History_Ships_Shipwrecks_and_Archaeological_Recoveries_as_Sources_of_Southeast_Asian_History?email_work_card=title}}</ref>{{rp|7}} pada masa sebelum itu kapal mereka adalah kapal sungai.<ref name=":02">{{Cite book|last=L. Pham|first=Charlotte Minh-Hà|year=2012|title=Asian Shipbuilding Technology|location=Bangkok|publisher=UNESCO Bangkok Asia and Pacific Regional Bureau for Education|isbn=978-92-9223-413-3|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|20}} Namun, kapal dagang besar [[Austronesia]] yang berlabuh di pelabuhan Tiongkok dengan empat layar dicatat oleh para sarjana sejak Dinastiabad Hanke-3.<ref (206name=":6" SM – 220 M)./>{{rp|275}} Mereka disebut ''kunlun bo'' atau ''kunlun po'' (崑崙舶, lit.arti: "kapal dari orang Kunlun berkulit gelap"). Mereka dinaiki oleh peziarah Buddha Tiongkok untuk perjalanan ke India Selatan dan Sri Lanka.<ref name="Kang">{{cite journal |last1=Kang |first1=Heejung |title=Kunlun and Kunlun Slaves as Buddhists in the Eyes of the Tang Chinese |journal=Kemanusiaan |date=2015 |volume=22 |issue=1 |pages=27–52 |url=http://web.usm.my/kajh/vol22_1_2015/KAJH%2022(1)%20Art%202%20(27-52)%20(1).pdf}}</ref>{{rp|32–33}}<ref>{{Cite book|title=The Phantom Voyagers: Evidence of Indonesian Settlement in Africa in Ancient Times|last=Dick-Read|first=Robert|publisher=Thurlton|year=2005|isbn=|location=|pages=}}</ref>{{rp|34-36}}
 
Buku abad ke-3 berjudul "Hal-Hal Aneh dari Selatan" (南州異物志) oleh Wan Chen (萬震) menggambarkan salah satu kapal Nusantara ini mampu membawa 600–700 orang bersama dengan lebih dari 10.000 ''hu'' (斛) kargo (menurut berbagai interpretasi, berarti 250–1000 ton<ref name=":6" />{{Rp|275}}—600 ton bobot mati menurut Manguin).<ref name=":2" />{{rp|262}} Kapal yang besar lebih dari 50 meter panjangnya dan tingginya di atas air 5,2–7,8 meter. Bila dilihat dari atas kapal-kapal itu serupa galeri-galeri yang diatapi.<ref name=":112">{{Cite journal|last=Christie|first=Anthony|date=1957|title=An Obscure Passage from the "Periplus: ΚΟΛΑΝΔΙΟϕΩΝΤΑ ΤΑ ΜΕΓΙΣΤΑ"|url=|journal=Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London|volume=19|pages=345-353|via=JSTOR}}</ref>{{rp|347}} Dia menjelaskan desain layar kapal sebagai berikut:
 
{{quote|Orang-orang yang berada di luar penghalang, sesuai dengan ukuran kapalnya, terkadang memasang (sampai sebanyak) empat layar yang mereka bawa secara berurutan dari haluan ke buritan. (...) Keempat layar itu tidak menghadap ke depan secara langsung, tetapi diatur secara miring, dan diatur sedemikian rupa sehingga semuanya dapat diperbaiki ke arah yang sama, untuk menerima angin dan menumpahkannya. Layar-layar yang berada di belakang angin paling banyak menerima tekanan angin, melemparkannya dari satu ke yang lain, sehingga mereka semua mendapat keuntungan dari kekuatannya. Jika sedang badai, (para pelaut) mengurangi atau memperbesar permukaan layar sesuai dengan kondisi. Layar miring ini, yang memungkinkan layar untuk menerima angin dari satu dan lainnya, menghindarkan kecemasan yang terjadi ketika memiliki tiang tinggi. Dengan demikian kapal-kapal ini berlayar tanpa menghindari angin kencang dan ombak besar, dengan itu mereka dapat mencapai kecepatan tinggi.|Wan Chen|Nánzhōu Yìwùzhì<ref>"''Strange Things of the South''", Wan Chen, dari Robert Temple</ref><ref name=":2" />{{rp|262}}}}Sebuah buku dari tahun 260 masehi yang dibuat K'ang T'ai (康泰), yang dikutip dalam ''Taiping Yulan'' (982 M) menjelaskan kapal berlayar tujuh yang disebut ''po'' atau ''ta po'' (kapal besar atau jung besar) yang dapat melakukan perjalanan sejauh [[Suriah (kawasan)|Suriah]] (大秦—Ta-chin, [[Suriah Romawi]]). Kapal-kapal ini digunakan oleh pedagang [[India-Skithia|Indo-Saka]] (月支—Yuezhi) untuk mengangkut kuda. Dia juga membuat rujukan untuk perdagangan [[muson]] antara pulau-pulau (atau kepulauan), yang memakan waktu satu bulan dan beberapa hari dalam sebuah ''po'' besar.<ref name=":112" />{{rp|347}}<ref name="needham volume 4 part 3 46422">Needham, Joseph (1971). ''[https://books.google.co.id/books?id=l6TVhvYLaEwC&pg=PA464&dq=#v=onepage&q&f=false Science and Civilisation in China: Volume 4, Physics and Physical Technology, Part 3, Civil Engineering and Nautics]''. Cambridge University Press.</ref>{{rp|602}}<ref>{{cite book|year=2019|title=The Worlds of the Indian Ocean: A Global History. Volume 1, From the Fourth Millennium BCE to the Sixth Century CE|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-1-108-42456-1|editor-last=Beaujard|editor-first=Philippe}}</ref>{{rp|406}}
 
==== Abad ke-7–abad ke-10 (dinasti Sui hingga kebangkitan dinasti Song) ====
Kapal jung Cina Selatan didasarkan pada kapal negeri Selatan/Austronesia berpapan banyak dan berlunas (dikenal sebagai ''po'' oleh orang Cina, sebenarnya dari kata bahasa Jawa kuno "parahu",<ref name=":10" />{{rp|1280}} kata bahasa Jawa "prau", atau kata Melayu "perahu"—dulunya berarti kapal besar).<ref name=":3">Manguin, Pierre-Yves. 2012. “Asian ship-building traditions in the Indian Ocean at the dawn of European expansion”, in: Om Prakash and D. P. Chattopadhyaya (eds), ''History of science, philosophy, and culture in Indian Civilization'', Volume III, part 7: The trading world of the Indian Ocean, 1500-1800, pp. 597-629. Delhi, Chennai, Chandigarh: Pearson.</ref>{{rp|613}}<ref>{{Cite journal|last=Rafiek|first=M.|date=Desember 2011|title=Kapal dan Perahu dalam Hikayat Raja Banjar: Kajian Semantik|url=|journal=Borneo Research Journal|volume=5|pages=187-200|via=}}</ref>{{rp|193}}<ref>{{Cite book|last=Sunyoto|first=Agus|year=2017|url=https://archive.org/details/atlaswalisongo/page/n43/mode/2up?q=kun-lun|title=Atlas Walisongo|location=South Tangerang|publisher=Pustaka IIMaN}}</ref>{{rp|21}} Kapal jung Cina Selatan menunjukkan ciri-ciri kapal Austronesia: Lambung berbentuk V dan berujung ganda dengan lunas, dan menggunakan kayu asal daerah tropis. Ini berbeda dengan kapal jung Cina bagian utara, yang dikembangkan dari perahu-perahu sungai berlambung datar.<ref name="Pham">{{cite book |last1=Pham |first1=Charlotte Minh-Hà L. |title=Training Manual for the UNESCO Foundation Course on the Protection and Management of Underwater Cultural Heritage in Asia and the Pacificc |date=2012 |publisher=UNESCO |chapter=Unit 14: Asian Shipbuilding (Training Manual for the UNESCO Foundation Course on the protection and management of the Underwater Cultural Heritage) |isbn=978-92-9223-414-0 |url=https://www.academia.edu/10065854}}</ref>{{rp|20-21}} Kapal-kapal Cina utara memiliki dasar lambung yang rata, tidak memiliki lunas, tanpa rangka (hanya sekat kedap air), buritan dan haluan berbentuk kotak/persegi, dibuat dari kayu pinus atau cemara, dan papannya diikat dengan paku besi atau penjepit.<ref name=":2" />{{rp|613}}
Pada tahun 683 M, istana Tang mengirim utusan ke Sriwijaya, yang tampaknya dilakukan menggunakan kapal asing.<ref name=":42">{{Cite journal|last=Flecker|first=Michael|date=August 2015|title=Early Voyaging in the South China Sea: Implications on Territorial Claims|journal=Nalanda-Sriwijaya Center Working Paper Series|volume=19|pages=1–53}}</ref>{{rp|22}} Wang Gungwu menyatakan bahwa tidak ada catatan dari zaman Dinasti Tang yang menyebutkan jung Cina digunakan untuk berdagang dengan negara-negara Selatan (Nanhai).<ref name=":52">{{Cite journal|last=Gungwu|first=Wang|date=1958|title=The Nanhai Trade: the early History of the Chinese Trade in the South China Sea|journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society XXXI/2|volume=182|issue=3|pages=3–135}}</ref>{{rp|107}} Wang juga mencatat bahwa kapal yang digunakan oleh peziarah dan pengembara Tiongkok adalah kapal K'un-lun atau kapal India.<ref name=":52" />{{rp|73, 103}} Kapal Cina dan Korea berlayar ke Kyushu untuk perdagangan pribadi dengan Jepang pada abad ke-9.<ref name=":42" />{{rp|21}}
 
Kapal jung Cina Selatan didasarkan pada kapal negeri Selatan/AustronesiaNusantara berpapan banyak dan berlunas (dikenal sebagai ''po'' oleh orang Cina, sebenarnya dari kata bahasa Jawa kuno "parahu",<ref name=":10" />{{rp|1280}} kata bahasa Jawa "prau", atau kata Melayu "perahu"—dulunya berarti kapal besar).<ref name=":3">Manguin, Pierre-Yves. 2012. “Asian ship-building traditions in the Indian Ocean at the dawn of European expansion”, in: Om Prakash and D. P. Chattopadhyaya (eds), ''History of science, philosophy, and culture in Indian Civilization'', Volume III, part 7: The trading world of the Indian Ocean, 1500-1800, pp. 597-629. Delhi, Chennai, Chandigarh: Pearson.</ref>{{rp|613}}<ref>{{Cite journal|last=Rafiek|first=M.|date=Desember 2011|title=Kapal dan Perahu dalam Hikayat Raja Banjar: Kajian Semantik|url=|journal=Borneo Research Journal|volume=5|pages=187-200|via=}}</ref>{{rp|193}}<ref>{{Cite book|last=Sunyoto|first=Agus|year=2017|url=https://archive.org/details/atlaswalisongo/page/n43/mode/2up?q=kun-lun|title=Atlas Walisongo|location=South Tangerang|publisher=Pustaka IIMaN}}</ref>{{rp|21}} Kapal jung Cina Selatan menunjukkan ciri-ciri kapal Austronesia: Lambung berbentuk V dan berujung ganda (baik haluan dan buritan sama-sama lancip) dengan lunas, dan menggunakan kayu asal daerah tropis. Ini berbeda dengan kapal jung Cina bagian utara, yang dikembangkan dari perahu-perahu sungai berlambung datar.<ref name="Pham">{{cite book |last1=Pham |first1=Charlotte Minh-Hà L. |title=Training Manual for the UNESCO Foundation Course on the Protection and Management of Underwater Cultural Heritage in Asia and the Pacificc |date=2012 |publisher=UNESCO |chapter=Unit 14: Asian Shipbuilding (Training Manual for the UNESCO Foundation Course on the protection and management of the Underwater Cultural Heritage) |isbn=978-92-9223-414-0 |url=https://www.academia.edu/10065854}}</ref>{{rp|20-21}} Kapal-kapal Cina utara memiliki dasar lambung yang rata, tidak memiliki lunas, tanpa rangka (hanya sekat kedap air), buritan dan haluan berbentuk kotak/persegi, dibuat dari kayu pinus atau cemara, dan papannya diikat dengan paku besi atau penjepit.<ref name=":2" />{{rp|613}}
 
Tidak diketahui kapan orang Tionghoa mulai mengadopsi teknik pembuatan kapal Asia Tenggara (Austronesia). Mereka mungkin telah dimulai sejak abad ke-8, tetapi perkembangannya bertahap dan kapal jung Cina pengarung laut tidak muncul secara tiba-tiba.<ref name=":6" />{{rp|276}}<ref>{{Citation|last=Manguin|first=Pierre-Yves|title=Relationship and Cross-Influence between South-East Asian and Chinese Shipbuilding Traditions|date=1984|work=Final Report, SPAFA Workshop on Shipping and Trade Networks in Southeast Asia|pages=197–212|place=Bangkok|publisher=SPAFA}}</ref>{{rp|200}}<ref>{{Cite journal|last=Flecker|first=Michael|date=2007|title=The South-China-Sea Tradition: the Hybrid Hulls of South-East Asia|url=http://dx.doi.org/10.1111/j.1095-9270.2006.00109.x|journal=International Journal of Nautical Archaeology|volume=36|issue=1|pages=75–90|doi=10.1111/j.1095-9270.2006.00109.x|issn=1057-2414}}</ref>{{rp|83}} Kata "po" bertahan dalam bahasa Cina lama setelah itu, merujuk pada kapal jung besar yang berlayar di lautan.<ref name=":6" />{{rp|274}}
 
[[Berkas:Qingming Festival Detail 6.jpg|jmpl|ka|Detail kapal di Sepanjang Sungai Selama Festival Qingming, oleh [[Zhang Zeduan]] (1085–145)]]
Baris 31 ⟶ 36:
==== Abad ke-10 sampai ke-13 (dinasti Song) ====
{{Main|Kapal Quanzhou}}
Dinasti perdagangan Song mengembangkan jung pertama berdasarkan pada kapal-kapal Asia Tenggara. Pada era ini mereka juga telah mengadopsi layar jung Austronesia. Kapal-kapal dinasti Song, baik niaga maupun militer, menjadi tulang punggung angkatan laut [[dinasti Yuan]] berikutnya. Khususnya pada [[invasi Mongol ke Jepang]] (1274–84), serta [[invasi Mongol ke Jawa]] (keduanya gagal), pada dasarnya bergantung pada kemampuan angkatan laut Song yang baru saja didapatkan mereka. Worcester memperkirakan bahwa jung dinasti Yuan yang besar berukuran lebar 10,97 m (36 kaki) dan lebih dari 30,48 m (100 kaki) panjangnya. Secara umum mereka tidak memiliki lunas, linggi depan, atau linggi belakang. Mereka memang memiliki papan tengah, dan sekat kedap air untuk memperkuat lambung, yang menambah beratnya. Penggalian arkeologis lebih lanjut menunjukkan bahwa jenis kapal ini umum pada abad ke-13.<ref>{{Cite book|title=The Junks and Sampans of the Yangtze, A Study in Chinese Nautical Research, Volume I: Introduction; and Craft of the Estuary and Shanghai Area|last=Worcester|first=G. R. G.|publisher=Order of the Inspector General of Customs|year=1947|location=Shanghai}}</ref>{{rp|22}} Dengan menggunakan perbandingan antara jumlah tentara dan kapal, Nugroho menyimpulkan bahwa setiap kapal dapat membawa kapasitas maksimum 30 atau 31 orang,<ref name=":1">{{Cite book|title=Majapahit Peradaban Maritim|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|year=2011|isbn=978-602-9346-00-8|location=Jakarta|pages=}}</ref>{{rp|128}} sementara menggunakan data yang disajikan oleh John Man akan menghasilkan kapasitas 29–44 orang per kapal.<ref>{{Cite book|last=Man|first=John|year=2012|title=Kublai Khan: The Mongol King Who Remade China|location=Reading|publisher=Random House|isbn=9781446486153}}</ref>{{rp|306}} David Bade memperkirakan kapasitas 20 sampai 50 orang per kapal untuk kapal yang digunakan dalam ekspedisi ke Jawa.<ref>{{cite book |last=Bade |first=David W. |title=Of Palm Wine, Women and War: The Mongolian Naval Expedition to Java in the 13th Century |year=2013 |publisher=Institute of Southeast Asian Studies |location=Singapore }}</ref>{{rp|46}}
 
==== Abad ke-14 (dinasti Yuan) ====
Baris 70 ⟶ 75:
 
== Jong Jawa ==
{{Main|Djong (kapal)}}Deskripsi fisik jong Jawa berbeda dengan jung China. Mereka terbuat dari kayu yang sangat tebal, dan ketika kapal menjadi tua, mereka diperbaiki dengan papan baru, dengan empat papan penutup, ditumpuk berlapis. Tali dan layar dibuat dengan anyaman [[rotan]].<ref>{{Cite book|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|last=Michel Munoz|first=Paul|publisher=Continental Sales|year=2008|isbn=9814610119|location=|pages=396–397}}</ref><ref name=":9">{{Cite book|title=A Description of the Coasts of East Africa and Malabar in the Beginning of the Sixteenth Century|url=https://archive.org/details/bub_gb_oGcMAAAAIAAJ|last=Barbosa|first=Duarte|publisher=The Hakluyt Society|year=1866|isbn=|location=|pages=}}</ref>{{rp|191-192}} Kapal jung Jawa dibuat menggunakan kayu [[jati]] pada saat laporan ini (1515), pada waktu itu jung China masih menggunakan kayu lunak sebagai bahan utamanya.<ref name=":03" />{{rp|145}} Lambung kapal Jawa dibentuk dengan menggabungkan papan ke lunas dan kemudian ke satu sama lain dengan sematpasak dan paku kayu, tanpa menggunakan rangkabaut (kecualiatau untukpaku penguatbesi. berikutnya),Rangka maupunakan bautdibangun ataubelakangan paku(konstruksi besi"kulit terlebih dahulu"). Papannya dilubangi oleh bor tangan dan dimasukkan dengan pasak, yang tetap di dalam papan-papan itu, tidak terlihat dari luar.<ref name=":6">{{Cite journal|last=Manguin|first=Pierre-Yves|date=September 1980|title=The Southeast Asian Ship: An Historical Approach|url=|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=11|issue=2|pages=266–276|doi=10.1017/S002246340000446X|jstor=20070359|via=}}</ref>{{rp|268}}<ref name=":27">Manguin, Pierre-Yves. 2012. “Asian ship-building traditions in the Indian Ocean at the dawn of European expansion”, in: Om Prakash and D. P. Chattopadhyaya (eds), ''History of science, philosophy, and culture in Indian Civilization'', Volume III, part 7: The trading world of the Indian Ocean, 1500-1800, pp. 597-629. Delhi, Chennai, Chandigarh: Pearson.</ref>{{Rp|612}}<ref name=":28">{{Cite journal|last=Manguin|first=Pierre-Yves|year=2021|title=The assembly of hulls in Southeast Asian shipbuilding traditions: from lashings to treenails|url=http://dx.doi.org/10.4000/archaeonautica.2397|journal=Archaeonautica|issue=21|pages=137–140|doi=10.4000/archaeonautica.2397|issn=0154-1854}}</ref>{{Rp|138}} Kapal itu juga sama-sama lancip pada kedua ujungnya, dan membawa dua kemudi yang mirip dayung dan menggunakan [[layar tanja]], tetapi ia juga menggunakan layar jung,<ref name=":111">{{Cite journal|last=Mills|first=J. V.|date=1930|title=Eredia's Description of Malaca, Meridional India, and Cathay|url=https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.281670/page/n1/mode/2up|journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society|volume=8|pages=|via=}}</ref>{{rp|37}} jenis layar yang berasal dari Indonesia.<ref name="Johnstone 1980">{{Cite book|title=The Seacraft of Prehistory|last=Johnstone|first=Paul|publisher=Harvard University Press|year=1980|isbn=978-0674795952|location=Cambridge|pages=93-4}}</ref>{{rp|191-192}} Ini sangat berbeda dari kapal Cina, yang lambungnya diikat oleh tali dan paku besi ke rangka dan ke sekat yang membagi ruang kargo. Kapal Cina memiliki kemudi tunggal di buritan, dan (kecuali di Fujian dan Guangdong) mereka memiliki bagian bawah yang rata tanpa lunas.<ref name=":132"/>{{rp|58}} Kerajaan [[Majapahit]] menggunakan versi yang sangat besar dari kapal-kapal ini, dibangun di utara Jawa, untuk mengangkut pasukan melintasi laut.<ref name=":4" />{{rp|115}}
[[Berkas:Javanese jong in Indian Ocean, from Miller Atlas of 1519.png|jmpl|Bagian yang dipotong dari peta samudra Hindia di atlas Miller, menunjukkan 2 jong, satu adalah kapal dengan 6 tiang dilihat dari belakang, yang lain adalah kapal dengan 7 tiang. Lambang bulan sabit menunjukkan bahwa jong ini berasal dari salah satu kesultanan Islam di [[Indonesia]].]]
Pertemuan dengan jong raksasa dicatat oleh penjelajah Barat. Giovanni da Empoli (pedagang Florentine) mengatakan bahwa di tanah Jawa, jung tidak berbeda kekuatannya dibanding benteng, karena ia memiliki tiga dan empat lapis papan, satu di atas yang lain, yang tidak dapat dirusak dengan artileri. Mereka berlayar bersama dengan wanita, anak-anak, dan keluarga mereka, dan semua orang menjaga kamarnya sendiri.<ref>''Lettera di Giovanni da Empoli'', dalam [https://archive.org/details/archiviostoricoi03fireuoft/page/58/mode/2up?q= Archivio Storico Italiano]. Florence: G. P. Vieusseux. 1846.</ref>{{Rp|58}} Portugis mencatat setidaknya dua pertemuan dengan jong besar, satu ditemui di lepas pantai Pacem ([[Kesultanan Samudera Pasai]]) dan yang lainnya dimiliki oleh Pati Unus, yang menyerang [[Melaka Portugis|Malaka Portugis]] pada 1513.<ref>{{Cite book|title=The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774|last=Albuquerque|first=Afonso de|publisher=The Hakluyt society|year=1875|isbn=|location=London|pages=}}</ref>{{rp|62–64}}<ref name=":19">{{Cite book|last=Felner|first=Rodrigo José de Lima|year=1860|url=https://archive.org/details/in.gov.ignca.14105/page/217/mode/2up|title=Lendas da India por Gaspar Correa Tomo II|location=Lisboa|publisher=Academia Real das Sciencias|pages=|language=Portuguese|url-status=live}}</ref>{{rp|216–219}} Karakteristik kedua kapal itu serupa, keduanya lebih besar dari kapal Portugis, dibangun dengan banyak papan, tahan terhadap tembakan meriam, dan memiliki dua kemudi mirip dayung di samping kapal.<ref>{{Cite journal|last=Winstedt|first=Richard Olaf|date=1935|title=A History of Malaya|journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society|volume=13|issue=1|pages=iii-270}}</ref>{{rp|70–71}} Setidaknya, jong Pati Unus dilengkapi dengan tiga lapis selubung (''sheating'') yang menurut orang Portugis lebih dari satu ''cruzado'' (koin)<ref group="Catatan">Sejenis uang Portugis berdiameter 3,8 cm. Lihat Liebner, Horst H. (2016). ''Beberapa Catatan Akan Sejarah Pembuatan Perahu dan Pelayaran Nusantara''. Prosiding Konferensi Nasional Sejarah X Jilid II Subtema II. Jakarta, 7-10 November 2016. 1-83. Halaman 45.</ref> masing-masing.<ref name=":03" />{{rp|151-152}} Orang China melarang kapal-kapal asing memasuki Guangzhou, karena khawatir kapal-kapal jung Jawa atau Melayu akan menyerang dan merebut kota itu, karena dikatakan bahwa salah satu dari jung ini akan mengalahkan dua puluh kapal jung Cina.<ref name=":03">{{Cite book|last=Cortesão|first=Armando|year=1944|url=https://archive.org/details/McGillLibrary-136385-182|title=The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515 volume I|location=London|publisher=The Hakluyt Society|isbn=9784000085052}} {{PD-notice}}</ref>{{rp|122-123}}
 
Lokasi produksi utama jong terutama di 2 tempat di sekitar Jawa. Tempat itu adalah di pantai utara Jawa, di sekitar Cirebon dan Rembang–Demak (di selat Muria yang memisahkan gunung Muria dengan pulau Jawa), dan juga di pesisir Selatan Kalimantan, terutama di Banjarmasin dan pulau-pulau sekitarnya. Tempat ini sama-sama memiliki hutan jati, tetapi galangan kapal di [[Kalimantan]] tetap mendatangkan kayu jati dari Jawa, sedangkan Kalimantan sendiri menjadi pemasok kayu ulin.<ref name=":202" />{{rp|132}}<ref name=":6" />{{rp|272}}<ref>{{Cite book|last=Tarling|first=Nicholas|year=1992|title=The Cambridge History of Southeast Asia|last=Manguin|first=P.Y: Volume One, From Early Times to c.1800|publisher=Cambridge University Press|year=1980|isbn=|location=Cambridge|pages=0521355052}}</ref>{{rp|33377}} [[Pegu]] (sekarang Bago), yang merupakan pelabuhan besar pada abad ke-16, juga memproduksi jong, oleh orang Jawa yang menetap disana.<ref>{{Cite book|last=Cortesão|first=Armando|year=1944|url=https://archive.org/details/McGillLibrary-136388-15666|title=The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515 volume II|location=London|publisher=The Hakluyt Society|isbn=}} {{PD-notice}}</ref>{{Rp|250}}
 
== Catatan ==