Arsitektur dan peninggalan sejarah di Surakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Dhanang wibowo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 17:
Kawasan Solo utara, yang ditata oleh pihak [[Mangkunagaran]], juga memiliki jejak arsitektur yang banyak mendapat sentuhan Eropa. Bagian utara kota Solo dilewati oleh Kali Pepe, yang seperti Bengawan Solo juga berkali-kali menimbulkan bencana banjir. Pembangunan tanggul kali dan pintu air, saluran drainasi, MCK (mandi-cuci-kakus, yang pertama kali diterapkan), serta penempatan kantor kelurahan yang selalu berada pada perempatan jalan, merupakan beberapa jejak yang masih dapat dilihat sekarang, yang pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan [[Mangkunagara IV]].
 
 
==Benteng Vastenburg==
==Militer==
 
===Benteng Vastenburg===
 
Di kota Surakarta terdapat pula bekas peninggalan kolonial Belanda yaitu [[Benteng Vastenburg]] yang dulu digunakan sebagai pusat pengawasan kolonial Belanda untuk mengawasi gerak-gerik [[Keraton Kasunanan]], namun sekarang keadaannya tidak terurus, di pusat kota Surakarta di dekat (sejalan dengan) [[Balaikota Surakarta]]. Dulu bangunan ini bernama "Grootmoedigheid" dan didirikan oleh [[Gubernur Jenderal]] [[Baron van Imhoff]] pada tahun [[1745]]. Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah Gubernur Belanda. Benteng dikelilingi oleh kompleks bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal perwira dan asrama perwira. Bangunan benteng ini dikelilingi oleh tembok batu bata setinggi enam meter dengan konstruksi ''bearing wall'' serta parit dengan jembatan angkat sebagai penghubung. Setelah kemerdekaan pernah berfungsi sebagai kawasan militer dan asrama bagi [[Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya]] / [[Kostrad]]. Bangunan di dalam benteng dipetak-petak untuk rumah tinggal para prajurit dengan keluarganya.<ref>http://www.solonet.co.id/sololama/vastenburg.htm</ref>
 
===Gedung Brigade Infanteri===
 
Gedung Brigade [[Infanteri]] merupakan bangunan yang dibangun untuk melengkapi kompleks benteng pertahanan Vastenburg.
 
===Kantor Kodim===
 
Dulunya terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta, bangunan ini berkaitan erat dengan [[Loji Gandrung]] sebagai rumah komandan pasukan Belanda dan Benteng Vastenburg sebagai pusat pertahanan tentara Belanda di wilayah Surakarta. Sejak beberapa tahun terakhir, kantor Kodim yang baru berada di Jalan Ahmad Yani, sementara kantor yang lama dikembalikan ke pemilik. Setiawan Jodi pernah memiliki kantor kodim ini.
 
===Dalem Poerwadiningratan===
==Pasar Gedhe Hardjonagoro==
 
Dalem Purwodiningratan terletak di lingkungan dalam Keratonan, Baluwarti dan merupakan bangunan dalem yang terluas, terbesar dengan pagar tertinggi di lingkungan itu (90m x 100m atau sekitar 1 Ha).
 
Bangunan ini dibuat oleh Sunan [[Paku Buwono IV]] bersamaan dengan dibangunnya [[Dalem Suryohamijayan]] dan [[Dalem Sasonomulyo]]. Ketika Dalem Poerwadiningratan selesai dibangun, Sinuhun PB IV berkenan untuk mengadakan ''Lenggah Sinoko'' (sidang pemerintahan dihadapan para menteri) di bangunan tersebut.
 
Dalem ini kemudian diserahkan kepada [[Ratu|Kanjeng Ratu]] [[Pembayun]] yang dinikahi oleh [[KPH|KGPH]] [[Mangkubumi II]], kemudian diwariskan kepada [[KPH]] [[Riyo Atmodjo]]. Putra beliau yang mendapatkan hak waris atas dalem adalah [[Raden Mas|Kanjeng Raden Mas]] [[Haryo Purwodiningrat Sepuh]] dan kemudian pada putranya lagi Kanjeng Raden Mas [[Tumenggung Haryo Purwodiningrat]].
 
Demikian hingga kawasan ini bernama Poerwadiningratan. (Menurut aturan Jawa, Dalem diberi nama sesuai dengan pemilik terakhir bangunan). Sampai sekarang Dalem Poerwodiningratan dimiliki oleh segenap keluarga keturunan Poerwadiningrat.
 
Rumah Jawa merupakan pencerminan diri pemilik-nya oleh karena itu seringkali pamor rumah Jawa akan berangsur-angsur turun atau hilang setelah pemiliknya meninggal dunia.
 
Kanjeng Raden Mas Tumenggung Haryo Poerwodiningrat adalah seorang [[Bupati]] [[Keraton Kasunanan Surakarta]] yang pernah menjabat sebagai penguasa [[Taman Sriwedari|Sriwedari]]. Seorang dengan wibawa besar yang tercermin dari dalem yang dimilikinya.
 
Pengaruh ini dirasakan menurun ketika beliau wafat (sesuai peribahasa Jawa ''Yen ditinggal Ibu ora kopen ning yen ditinggal Bapak ora kajen''). Ini tercermin dari kebiasaan-kebiasaan penghormatan terhadap bangunan yang telah berubah. Misalnya kendaraan yang berlalu-lalang disekitar pendopo atau masuk pendopo tanpa melepas alas kaki.
 
Pada zaman KRTH Poerwodiningrat, pendatang yang masuk ke lingkungan dalem berjalan kaki bahkan berjalan jongkok di pendopo untuk menghormat. Halaman pendopo ditutup pasir untuk area duduk para abdi dalem yang sowan, dan ada tempat penyimpanan payung-payung untuk para tamu.
 
Seiring dengan berfungsinya bangunan sebagai kantor [[Departemen Pertanian dan Kehakiman]] ([[1947]]) kebiasaan ini mulai ditiadakan. Dalem Poerwodiningratan juga pernah digunakan sebagai SMP, SMA, SGA dari [[Yayasan Pendidikan Tjokroaminoto]] (sekitar tahun 1950–1960).
 
Poerwodiningratan juga mempunyai urutan ruang seperti halnya bangunan tradisional Jawa dengan paviliun di sekelilingnya. Paviliun kini ditinggali oleh keluarga Poerwadiningrat.
 
Dengan dasar (warah/petuah) filosofi dari Sunan [[Paku Buwono X]] bahwa "''Budoyo Jowo iku ora bedo karo pusoko kadatone, lamun dipepetri bakal hamberkahi nanging lamun siniosio bakal tuwuh haladipun''" yang kurang lebih berarti budaya Jawa itu sama dengan pusaka keraton jika dihormati akan memberi berkah, namun jika disia-sia akan memberi hukuman. Untuk itu setiap malam Jumat ''dalem pringgitan'' diberi sesajian dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Demikian pula pada tanggal 1 bulan Jawa dan setiap tahun pada [[bulan Sapar]] untuk memperingati berdirinya bangunan tersebut.
 
Layaknya bangunan kuno di Jawa, pada bangunan ini sering terjadi hal-hal aneh yang bersifat mistik terutama bila sesajian lupa disajikan di dalam pendopo.
 
==Tempat Umum==
 
===Pasar Gedhe Hardjonagoro===
{{artikel|Pasar Gede Harjonagoro}}
 
Baris 42 ⟶ 73:
Arsitektur Pasar Gedhe merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya tradisional. Pada tahun [[1947]], Pasar Gedhe mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian merenovasi kembali pada tahun [[1949]]. Perbaikan atap selesai pada tahun [[1981]]. Pemerintah Indonesia mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari pasar gedhe, digunakan untuk kantor [[DPU]] yang sekarang digunakan sebagai pasar buah.<ref>http://www.solonet.co.id/sololama/pasargede.htm</ref>
 
===Pasar Klewer===
 
{{sect-stub}}
Baris 50 ⟶ 81:
Pasar Klewer merupakan salah satu pasar batik terbesar di Indonesia. Pasar ini terletak di dekat [[Keraton Kasunanan]] dan di seberang [[Masjid Agung Surakarta]]
 
===Rumah Sakit Kadipolo===
 
Rumah Sakit Kadipolo terletak di jalan Dr. [[Radjiman Wedyodiningrat|Radjiman]] dengan luas lahan sekitar 2,5 Ha. Rumah sakit ini didirikan pada masa pemerintahan Sunan [[Paku Buwono X]].
Baris 66 ⟶ 97:
Sejak tahun [[1985]] bangunan tersebut menjadi milik klub sepak bola [[Arseto]] sebagi tempat tingal dan ''mess'' bagi para pemain Arseto Solo. Namun kini sebagian besar bangunan dibiarkan kosong tak terawat.<ref>http://www.solonet.co.id/sololama/rs_kadipolo.htm</ref>
 
===Gedung Pengadilan Tinggi Agama===
==Dalem Poerwadiningratan==
 
Awalnya bangunan ini dipergunakan untuk rumah tinggal. Sejak tahun 1938 digunakan sebagai Kantor Departemen Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Ornamen bangunan ini bergaya Arab-Kolonial, terlihat dari penggunaan kubah lengkung yang dihiasi kaca dan berbagai ukiran kaligrafi. Bangunan ini terletak di jalan Slamet Riyadi Surakarta.
Dalem Purwodiningratan terletak di lingkungan dalam Keratonan, Baluwarti dan merupakan bangunan dalem yang terluas, terbesar dengan pagar tertinggi di lingkungan itu (90m x 100m atau sekitar 1 Ha).
 
Bangunan ini dibuat oleh Sunan [[Paku Buwono IV]] bersamaan dengan dibangunnya [[Dalem Suryohamijayan]] dan [[Dalem Sasonomulyo]]. Ketika Dalem Poerwadiningratan selesai dibangun, Sinuhun PB IV berkenan untuk mengadakan ''Lenggah Sinoko'' (sidang pemerintahan dihadapan para menteri) di bangunan tersebut.
 
===Kantor Pertani===
Dalem ini kemudian diserahkan kepada [[Ratu|Kanjeng Ratu]] [[Pembayun]] yang dinikahi oleh [[KPH|KGPH]] [[Mangkubumi II]], kemudian diwariskan kepada [[KPH]] [[Riyo Atmodjo]]. Putra beliau yang mendapatkan hak waris atas dalem adalah [[Raden Mas|Kanjeng Raden Mas]] [[Haryo Purwodiningrat Sepuh]] dan kemudian pada putranya lagi Kanjeng Raden Mas [[Tumenggung Haryo Purwodiningrat]].
 
Berdiri tahun 1908 sebagai bangunan rumah tinggal seorang bangsawan [[Tionghoa]] yang dekat dengan kerabat Keraton. Pernah digunakan sebagai tempat usaha batik oleh pedagang [[Lawiyan, Lawiyan, Surakarta|Lawiyan]]. Tahun [[1978]] dialihfungsikan sebagai kantor PT. Pertani yang melayani bidang administrasi perkantoran. Mempunyai banyak kesamaan detail arsitektur dengan Gedung Veteran, Loji Gandrung dan Bekas Kantor DPU.
Demikian hingga kawasan ini bernama Poerwadiningratan. (Menurut aturan Jawa, Dalem diberi nama sesuai dengan pemilik terakhir bangunan). Sampai sekarang Dalem Poerwodiningratan dimiliki oleh segenap keluarga keturunan Poerwadiningrat.
 
===Bank Indonesia===
Rumah Jawa merupakan pencerminan diri pemilik-nya oleh karena itu seringkali pamor rumah Jawa akan berangsur-angsur turun atau hilang setelah pemiliknya meninggal dunia.
 
Dulu bernama [[Bank Indonesia|Javasche Bank]]. Merupakan kantor cabang karya arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuipers dengan standart gaya neoklasik. Sekelompok pemuda pernah menggunakan gedung ini untuk menculik PM [[Sutan Syahrir|Syahrir]] pada masa revolusi.
Kanjeng Raden Mas Tumenggung Haryo Poerwodiningrat adalah seorang [[Bupati]] [[Keraton Kasunanan Surakarta]] yang pernah menjabat sebagai penguasa [[Taman Sriwedari|Sriwedari]]. Seorang dengan wibawa besar yang tercermin dari dalem yang dimilikinya.
 
Pengaruh ini dirasakan menurun ketika beliau wafat (sesuai peribahasa Jawa ''Yen ditinggal Ibu ora kopen ning yen ditinggal Bapak ora kajen''). Ini tercermin dari kebiasaan-kebiasaan penghormatan terhadap bangunan yang telah berubah. Misalnya kendaraan yang berlalu-lalang disekitar pendopo atau masuk pendopo tanpa melepas alas kaki.
 
==Tempat Ibadah==
Pada zaman KRTH Poerwodiningrat, pendatang yang masuk ke lingkungan dalem berjalan kaki bahkan berjalan jongkok di pendopo untuk menghormat. Halaman pendopo ditutup pasir untuk area duduk para abdi dalem yang sowan, dan ada tempat penyimpanan payung-payung untuk para tamu.
===Masjid Agoeng Soerakarta===
 
Seiring dengan berfungsinya bangunan sebagai kantor [[Departemen Pertanian dan Kehakiman]] ([[1947]]) kebiasaan ini mulai ditiadakan. Dalem Poerwodiningratan juga pernah digunakan sebagai SMP, SMA, SGA dari [[Yayasan Pendidikan Tjokroaminoto]] (sekitar tahun 1950–1960).
 
Poerwodiningratan juga mempunyai urutan ruang seperti halnya bangunan tradisional Jawa dengan paviliun di sekelilingnya. Paviliun kini ditinggali oleh keluarga Poerwadiningrat.
 
Dengan dasar (warah/petuah) filosofi dari Sunan [[Paku Buwono X]] bahwa "''Budoyo Jowo iku ora bedo karo pusoko kadatone, lamun dipepetri bakal hamberkahi nanging lamun siniosio bakal tuwuh haladipun''" yang kurang lebih berarti budaya Jawa itu sama dengan pusaka keraton jika dihormati akan memberi berkah, namun jika disia-sia akan memberi hukuman. Untuk itu setiap malam Jumat ''dalem pringgitan'' diberi sesajian dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Demikian pula pada tanggal 1 bulan Jawa dan setiap tahun pada [[bulan Sapar]] untuk memperingati berdirinya bangunan tersebut.
 
Layaknya bangunan kuno di Jawa, pada bangunan ini sering terjadi hal-hal aneh yang bersifat mistik terutama bila sesajian lupa disajikan di dalam pendopo.
 
==Masjid Agoeng Soerakarta==
 
Masjid Agung Surakarta pada masa lalu merupakan Masjid Agung Negara. Semua pegawai pada Masjid Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar dari keraton misalnya Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin.
Baris 114 ⟶ 134:
* Gedang Selirang, merupakan bangunan yang dipergunakan untuk para abdi dalem yang mengurusi masjid Agung.
 
===Masjid Mangkoenegaran===
 
Pendirian Masjid Mangkunagaran diprakarsai oleh [[Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya]] [[Mangkunagara I]] di [[Praja Mangkunagaran|Kadipaten Mangkunagaran]] sebagai masjid [[Lambang Panotogomo]].
Baris 135 ⟶ 155:
Saat ini Masjid Mangkunagaran bernama ''Al-Wustho'', diberi nama demikian pada tahun [[1949]] oleh Bopo Penghulu Pura Mangkunagaran Raden Tumenggung K.H. Imam Rosidi. Masjid Mangkunagaran merupakan masjid yang cukup unik karena di sini dapat dilihat hiasan kaligrafi Alquran di berbagai tempat, seperti pada pintu gerbang, pada markis/kuncungan, soko dan Maligin.
 
===Masjid Lawejan===
 
Masjid Laweyan dibangun pada masa Djoko Tingkir sekitar tahun [[1546]]. Merupakan masjid pertama di [[Kerajaan Pajang]].
Baris 166 ⟶ 186:
Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan oleh PB X untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.
 
===Geredja Katholik Antonius===
==Parmadi Poetri==
 
[[Gereja Katolik Santo Antonius Surakarta]] merupakan gereja tertua di Surakarta yang didirikan tahun 1905. Memiliki skala bangunan yang besar, bangunan ini belum pernah berubah bentuk dan fungsinya hingga hari ini.
Berdiri Januari 1927 atas prakarsa pemerintahan Kasunanan dengan nama HIS ([[Hollandsch-Inlandsche School]]) Pamardi Putri. Semula digunakan untuk putri kerabat dekat kasunanan. Sebuah bangunan yang berfungsi sama namun digunakan untuk lelaki bernama [[Gedung Ksatriyan]].
 
===Tempat Ibadah Tri Dharma Tien Kok Sie===
==Gedung Pengadilan Tinggi Agama==
 
[[Berkas:Klenteng Tien Kok Sie.jpg|thumb|300px|Muka Depan Klenteng Tien Kok Sie]]
Awalnya bangunan ini dipergunakan untuk rumah tinggal. Sejak tahun 1938 digunakan sebagai Kantor Departemen Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Ornamen bangunan ini bergaya Arab-Kolonial, terlihat dari penggunaan kubah lengkung yang dihiasi kaca dan berbagai ukiran kaligrafi. Bangunan ini terletak di jalan Slamet Riyadi Surakarta.
 
Klenteng yang terletak di Jalan R.E Martadinata no.12 ini sudah berdiri semenjak 263 (2008) tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1745.
==Gedung Veteran==
 
Vihara Avalokitheswara merupakan tempat ibadah umat Tri Dharma ( Confucianisme, Buddhisme, dan Taoisme ). Sangat dipengaruhi oleh arsitektur Tiongkok.
Dikenal juga dengan sebutan Gedung Lowo. Awalnya bangunan ini digunakan sebagai rumah tinggal bangsawan/pejabat Belanda. Tahun [[1945]] gedung ini dihuni oleh keluarga Djian Ho. Gedung ini terletak di jalan Slamet Riyadi dengan bentuk khas arsitektur kolonial untuk sebuah bangunan rumah tinggal.
 
===Vihara Am Po Kian===
Setelah merdeka gedung ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia dan digunakan sebagai Gedung Veteran. Pemugaran besar yang berarti tanpa merubah bentuk asli bangunan pernah dilakukan pada tahun 1983-1985.
Vihara Am Po Kian didirikan tanggal [[24 Agustus]] [[1875]] dan mengalami perbaikan pada tanggal [[14 Agustus]] [[1944]]. Dulu merupakan bangunan kuil milik seorang [[biksu]] dengan adu ilmu akhirnya bangunan ini dapat dikuasai oleh [[Kyai Ageng Henis]] (Kakek dari Raja-raja [[Mataram]]) dan diubah fungsikan menjadi masjid.
Di dalam kawasan ini pula Kyai Ageng Henis beserta keluarganya dimakamkan. Pada halaman tengah makam terdapat pendapa tempat menikahkan raja pada masa kerajaan [[Kartasura]]. Saat ini tempat tersebut digunakan sebagai tempat persiapan ziarah/istirahat.
 
==Peninggalan Bersejarah==
==Kantor Pertani==
 
===Parmadi Poetri===
Berdiri tahun 1908 sebagai bangunan rumah tinggal seorang bangsawan [[Tionghoa]] yang dekat dengan kerabat Keraton. Pernah digunakan sebagai tempat usaha batik oleh pedagang [[Lawiyan, Lawiyan, Surakarta|Lawiyan]]. Tahun [[1978]] dialihfungsikan sebagai kantor PT. Pertani yang melayani bidang administrasi perkantoran. Mempunyai banyak kesamaan detail arsitektur dengan Gedung Veteran, Loji Gandrung dan Bekas Kantor DPU.
 
Berdiri Januari 1927 atas prakarsa pemerintahan Kasunanan dengan nama HIS ([[Hollandsch-Inlandsche School]]) Pamardi Putri. Semula digunakan untuk putri kerabat dekat kasunanan. Sebuah bangunan yang berfungsi sama namun digunakan untuk lelaki bernama [[Gedung Ksatriyan]].
==Bank Indonesia==
 
===Gedung Veteran===
Dulu bernama [[Bank Indonesia|Javasche Bank]]. Merupakan kantor cabang karya arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuipers dengan standart gaya neoklasik. Sekelompok pemuda pernah menggunakan gedung ini untuk menculik PM [[Sutan Syahrir|Syahrir]] pada masa revolusi.
 
Dikenal juga dengan sebutan Gedung Lowo. Awalnya bangunan ini digunakan sebagai rumah tinggal bangsawan/pejabat Belanda. Tahun [[1945]] gedung ini dihuni oleh keluarga Djian Ho. Gedung ini terletak di jalan Slamet Riyadi dengan bentuk khas arsitektur kolonial untuk sebuah bangunan rumah tinggal.
==Geredja Katholik Antonius==
 
Setelah merdeka gedung ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia dan digunakan sebagai Gedung Veteran. Pemugaran besar yang berarti tanpa merubah bentuk asli bangunan pernah dilakukan pada tahun 1983-1985.
[[Gereja Katolik Santo Antonius Surakarta]] merupakan gereja tertua di Surakarta yang didirikan tahun 1905. Memiliki skala bangunan yang besar, bangunan ini belum pernah berubah bentuk dan fungsinya hingga hari ini.
 
===Broederan Poerbayan===
 
Bruderan [[Purbayan]] merupakan tempat pendidikan sekaligus asrama bagi para [[Bruder]]. Didirikan pada zaman penjajahan Belanda tahun 1921/1922.
 
==Tempat Ibadah Tri Dharma Tien Kok Sie==
 
[[Berkas:Klenteng Tien Kok Sie.jpg|thumb|300px|Muka Depan Klenteng Tien Kok Sie]]
 
Klenteng yang terletak di Jalan R.E Martadinata no.12 ini sudah berdiri semenjak 263 (2008) tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1745.
 
Vihara Avalokitheswara merupakan tempat ibadah umat Tri Dharma ( Confucianisme, Buddhisme, dan Taoisme ). Sangat dipengaruhi oleh arsitektur Tiongkok.
 
==Vihara Am Po Kian==
Vihara Am Po Kian didirikan tanggal [[24 Agustus]] [[1875]] dan mengalami perbaikan pada tanggal [[14 Agustus]] [[1944]]. Dulu merupakan bangunan kuil milik seorang [[biksu]] dengan adu ilmu akhirnya bangunan ini dapat dikuasai oleh [[Kyai Ageng Henis]] (Kakek dari Raja-raja [[Mataram]]) dan diubah fungsikan menjadi masjid.
Di dalam kawasan ini pula Kyai Ageng Henis beserta keluarganya dimakamkan. Pada halaman tengah makam terdapat pendapa tempat menikahkan raja pada masa kerajaan [[Kartasura]]. Saat ini tempat tersebut digunakan sebagai tempat persiapan ziarah/istirahat.
 
==Referensi==