Suku Cirebon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Herryz (bicara | kontrib)
k Suntingan 103.175.46.111 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Natsukusha
Tag: Pengembalian
Ariyanto (bicara | kontrib)
k Typo fixing, replaced: dimana → di mana (2)
Baris 17:
|langs=[[Bahasa Cirebon|Cirebon]], [[Bahasa Sunda Cirebon|Sunda Cirebon]], [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels=[[Islam]]
|related= [[Orang Banyumasan| Jawa Banyumasan]], [[Suku Sunda|Sunda Priangan]], [[Suku Banten|Sunda Banten]]
}}
 
'''Suku Cirebon''' adalah kelompok etnis yang tersebar di sekitar wilayah [[Kabupaten Cirebon]], [[Kota Cirebon]], [[Kabupaten Indramayu]]. Selain itu, suku Cirebon juga dapat ditemui di sebagian [[Kabupaten Majalengka]] (sebelah utara atau biasa disebut sebagai Wilayah "Pakaleran"), sebagian [[Kabupaten Subang]] sebelah utara mulai dari Blanakan, Pamanukan, hingga Pusakanagara dan sebagian Pesisir utara [[Kabupaten Karawang]] mulai dari [[Pedes, Karawang|Pesisir Pedes]] hingga [[Cilamaya Wetan, Karawang|Pesisir Cilamaya]] di [[Jawa Barat|Provinsi Jawa Barat]] dan di sekitar [[Losari, Brebes|Kec. Losari]] di [[Kabupaten Brebes]], provinsi [[Jawa Tengah]].
 
Selain itu, Suku Cirebon tersebar di banyak provinsi-provinsi di Indonesia. Pada sensus penduduk 2010 Suku Cirebon berjumlah 1.877.514 jiwa, dengan 961.406 laki-laki dan 916.108 perempuan.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html|title=Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia|last=Na’im|first=Akhsan|date=Oktober 2011|website=Badan Pusat Statistik|access-date=20 Januari 2020}}</ref> Rasionya yaitu sekitar 0,79% dari jumlah penduduk seluruh Indonesia pada tahun 2010 dari semua suku di Indonesia. Provinsi terbanyak yang terdapat suku Cirebon adalah Provinsi Jawa Barat (1.812.842 jiwa), Banten (41.645 jiwa), dan Lampung (8.406 jiwa). Sebanyak 1.425.272 jiwa (75,91%) bermukim di perkotaan dan 452.242 jiwa (25,09%) bermukim di pedesaan.<ref name=":0" /> Masyarakat Suku Cirebon memeluk agama [[Islam]]. Bahasa yang dituturkan oleh orang Cirebon adalah [[Bahasa Jawa]] yang juga ada gabungan beberapa bahasa yakni dari [[Bahasa Sunda|Sunda]], [[Bahasa Arab|Arab]] dan [[Bahasa China|China]] yang mereka sebut sebagai [[Bahasa Cirebon|Bahasa Cirebonan]]an atau [[Bahasa Cirebon|Bahasa Jawa Dialek Cirebon]]<ref>{{Cite book|last=T.D.|first=Sudjana|date=2015|url=|title=Kamus Bahasa Cirebon|location=Bandung|publisher=Humaniora|isbn=978-979-9231-38-8|pages=xiv|url-status=live}}</ref>.Mereka juga memiliki dialek Bahasa Sunda tersendiri yang disebut [[Bahasa Sunda Cirebon]].<ref>{{Cite book|last=|first=Abdurrachman dkk.|date=1985|url=https://labbineka.kemdikbud.go.id/files/upload/bbs_ZEKBCRTN_1568726183.pdf|title=Struktur Bahasa Sunda Dialek Cirebon|location=Jakarta|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=|pages=ix|url-status=live}}</ref>
 
== Kontroversi ==
Baris 217:
Selama ini bahasa Cirebon dianggap sebagai dialek dari bahasa Jawa dikarenakan beberapa pihak yang menginginkan Cirebon tetap menjadi bagian dari budaya Jawa hanya berpegang pada penelitian model Guiter saja yang mengharuskan perbedaan antar kedua subjek bahasa sebesar 80%, tetapi jika menggunakan pendekatan Lauder, pendekatan ini mengkritisi jumlah persentase yang diajukan guiter yaitu sebesar 80% karena menurut Lauder, cukup 70% saja dalam kajian dialektometri bagi sesuatu untuk dikatakan sebagai "bahasa" yang Mandiri.
.
Lauder, sudah menggunakan metode yang lazim dan umum dilakukan dalam kajian dialektologi terhadap bahasa-bahasa di Indonesia, yaitu metode dialektometri, hanya yang menarik dari pandangannya itu ialah usulannya tentang modifikasi kategori persentase perbedaan unsur kebahasaan untuk menyebutkan suatu isolek sebagai bahasa atau dialek yang diajukan oleh Guiter, Guiter menitik beratkan perbedaan kebahasaan harus sekitar 80%. Menurutnya, persentase untuk dianggap beberapa isolek sebagai bahasa yang berbeda, jika perbedannya di atas 80% tterlalu tinggi untuk bahasa-bahasa di Indonesia. Karena kategori kajian guiter itu dibangun di atas data bahasa-bahasa Barat (eropa dan sejenisnya), karena itu perlu dimodifikasi. Kenyatan lain, menurutnya, ialah berdasarkan hasil penelitian berbagai bahasa daerah di Indonesia memperlihatkan perbedaan antara bahasa yang satu dengan yang lainnya hanya sekitar 65%–70% saja, dimanadi mana perbedaan kosakata antara Bahasa Jawa Cirebon dengan Bahasa Jawa lainnya adalah hanya sekitar 24-25% saja yang dalam pendekatan Lauder dianggap belum bisa menjadi sebuah bahasa mandiri dikarenakan menurut Lauder harus butuh kurang lebih setidaknya 70% perbedaan.<ref>Kawi, Djantera. 2002. Peneltian,kekerabatan dan pemetaan bahasa-bahasa daerah di Indonesia: provinsi Kalimantan Timur. [[Jakarta]]:Departemen Penddikan Nasional</ref>
 
=== Kosakata ===
Baris 632:
[[Berkas:Padesan-Sitiwinangun.jpg|jmpl|300px|''Pandesan'' (gentong air wudhu) yang digunakan sebagai gerbang taman pada rumah orang tua dalang Ade Irfan (dalang [[tari Topeng Cirebon|tari Topeng Cirebon gaya Palimanan]]) di jalan Pesantren gang ''Singalengan'', ''blok'' lepet, [[Cikeduk, Depok, Cirebon|desa Cikeduk]], [[Depok, Cirebon|kecamatan Depok]], [[kabupaten Cirebon]] yang dibuat oleh pengerajin ''anjun'' (membuat gerabah) di [[Sitiwinangun, Jamblang, Cirebon|desa Siti Winangun]], terdapat relif ayat kursi dan 5 ayat al baqarah yang ditunjukan agar masyarakat yang mendatanginya diberi keselamatan dan lindungan dari Allah swt]]
 
''Pandesan'' atau gentong yang diperuntukan bagi air wudu merupakan bagian dari penerapan adat Cirebon yang bernafaskan Islam, sejarah masyarakat Cirebon sebelumnya pernah mencatat aktivitas berwudu pada babad [[Kaliwulu, Plered, Cirebon|desa Kali Wulu]] yang menceritakan kedatangan dua orang kerumah ''Ki Gede Silintang'' untuk meminta air untuk berwudu serta pada cerita turun temurun tentang ''Sindang Pancuran'' di [[sindanglaut, lemahabang, cirebon|desa Sindang Laut]] dimanadi mana pancuran digunakan untuk berwudu. Pembuatan ''pandesan'' pada masa lalu hampir dibuat di beberapa desa yang memiliki masjid-masjid besar misalnya di sekitar [[masjid Panjunan]], [[Panjunan, Lemahwungkuk, Cirebon|kelurahan Panjunan]], [[kota Cirebon]] yang dibangun pada 1480 oleh Pangeran Panjunan (Syarif Abdurrahman), tetapi sekarang masyarakat sekitar [[masjid Panjunan]] sudah tidak lagi memproduksi ''pandesan'' sehingga ''pandesan'' yang dijual disekitar masjid pada masa sekarang adalah buatan dari masyarakat [[Sitiwinangun, Jamblang, Cirebon|desa Siti Winangun]], [[Jamblang, Cirebon|kecamatan Jamblang]], [[kabupaten Cirebon]]<ref>[http://www.cirebontrust.com/cirebon-kuno-dan-kini-73-masjid-merah-yang-tetap-merah.html|Noer, Nurdin. 2015. Cirebon Kuno dan Kini (73); Masjid Merah yang Tetap Merah. [[kota Cirebon|Cirebon]]: Cirebon Trust]{{Pranala mati|date=Juni 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
=== Adat Pernikahan Agung ''(Pelakrama Ageng)'' ===