Tari Tumbu Tanah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, replaced: dimana → di mana (4) |
|||
Baris 22:
== Gerak dasar ==
Secara umum, gerak dasar tari Tumbu Tanah di antara masyarakat Arfak tidak memiliki perbedaan. Perbedaan dasarnya terletak pada pasangan tari, lagu yang dinyanyikan, serta tujuan tarian.{{sfn|Assa|Hapsari|2015|p=33|ps=: "Acara Tumbu Rumah pada dasarnya sama dengan Dansa Tumbu Tana dan tari Tumbu Tanah. Acara Tumbu Rumah adalah suatu acara tari masyarakat Arfak yang dilakukan di Rumah Kaki Seribu. Perbedaan tari Tumbu Tanah terletak pada pasangan tari yang harus sejenis, yaitu laki-laki bergandengan tangan dengan laki-laki dan perempuan bergandengan tangan dengan perempuan, lagu yang dinyanyikan harus berbau lagu pujian kepada roh nenek moyang dan Sema, serta tujuan tarian yang memiliki makna tersendiri bagi mereka. Selain itu, ''nihet duwei'' (lagu kedua) dalam Dansa Tumbu Tana biasanya mengagungkan seorang perempuan dan keindahan alam Arfak, serta ada juga nyanyian sebagai tanda kemenangan perang. Selain nyanyian, masyarakat Arfak juga memiliki alat musik yang digunakan untuk memanggil semua kaum kerabat dan sebagai pengiring tari Tumbu Tanah yang disebut dengan ''keucoawa''. Selain musik tiup bambu, masyarakat Arfak, khususnya Hattam, juga mempunyai alat musik dari kulit ''bia'' (kerang laut) atau disebut ''triton'', alat musik ini diperoleh di sekitar Teluk Doreh. Alat musik tiup ''triton'' disebut dengan ''funa'' dalam bahasa Hattam (...)"}} Selain itu, tari ini tidak memiliki banyak ragam gerakan. Tari Tumbu Tanah hanya mengenal dua gerak dasar, yaitu ''bihim ifiri kai cut'' (melompat sambil menghentakkan kaki di tanah) dan ''yam'' (bergandengan tangan). Adapun lagu yang dinyayikan dalam tari Tumbu Tanah harus berbau lagu pujian kepada roh leluhur masyarakat Arfak.{{sfn|Kondologit|Sawaki|2016|p=102|ps=: "Dari aspek jumlah penarinya ragam tarian ini tetap sama seperti dahulu, yaitu berjumlah lebih dari 10 penari, sedangkan dari aspek gerak dasar tarian yang dikenal oleh masyarakat Arfak secara umum dan orang Hattam secara khusus tidak ada perbedaan,
;''Bihim ifiri kai cut''
[[Berkas:Tari Tumbu Tanah (3).jpg|jmpl|280x280px|Gerakan melompat sambil menghentakkan kaki di tanah dalam tari Tumbu Tanah ({{harvnb|Kondologit|Sawaki|pp=102–103|2016}}).|al=]]''Bihim ifiri kai cut'' adalah gerakan melompat sambil menghentakkan kaki di tanah. Selain berawal dari kegiatan pesta makan untuk berkumpul kembali, gerakan ini juga diadopsi masyarakat Arfak dari [[kuskus]] (dalam bahasa Hattam disebut dengan ''mieya'') yang melompat-lompat dan [[namdur]] atau burung pintar<ref>{{Cite web|url=https://www.greeners.co/flora-fauna/burung-namdur-polos-si-arsitek-bersayap/|title=Burung Namdur Polos, Si Arsitek Bersayap|last=Greeners|first=|date=3 Juli 2015|website=Greeners|access-date=22 April 2019}}</ref> (dalam bahasa Hattam disebut dengan ''mbreicew, urinyai,'' atau ''undebaicing'') yang sedang membuat sarang. Masyarakat Arfak meniru gerakan kedua binatang tersebut karena dirasa mudah dilakukan untuk sebuah tarian.{{sfn|Kondologit|Sawaki|2016|p=102–103|ps=: "Menurut masyarakat Arfak, gerakan melompat ini diikuti atau sumber inspirasinya berasal dari kuskus pohon yang berada di wilayah Pegunungan Arfak yang dalam bahasa Hattam disebut ''mieya''. Pada masa lalu, nenek moyang mereka melihat ''mieya'' atau kuskus pohon seperti sedang menari dengan gerakan melompat-lompat ketika mengiringi burung pintar (namdur polos) atau dalam bahasa Hattam disebut ''mbreyceeuw''/''urinyai''/''undebaicing'' yang sedang membuat rumahnya. Sehingga mereka melihat gerakan ini sangat bagus dan mudah dilakukan lalu ketika sedang menari mereka menirunya".}}
Gerakan melompat sambil menghentakkan kaki di tanah dilakukan pada pertengahan lagu. Pada gerakan ini, kedua kaki para penari menjadi kekuatan untuk melompat. Dengan menekuk lutut sedikit ke depan dan mendorong tubuh agar terangkat ke atas menggunakan tumpuan, para penari harus mendarat dengan kaki sejajar. Maksud gerakan ini selalu dimulai pada pertengahan lagu adalah agar para penari tidak terlalu lelah. Satu lagu dalam tari Tumbu Tanah biasanya berlangsung selama 3–5 menit, sedangkan dalam satu tari Tumbu Tanah biasanya menyanyikan 7–10 lagu. Masyarakat Arfak berpendapat jika gerakan melompat dalam tari Tumbu Tanah dimulai sejak awal lagu, para penari akan cepat kelelahan dan hanya dapat membawakan 3–5 lagu.{{sfn|Kondologit|Sawaki|2016|p=103–104|ps=: "Gerakan ini dilakukan pada pertengahan lagu atau syair yang dilantunkan,
;''Yam''
Baris 36:
;''Jey/srem''
''Jey/srem'' merupakan formasi memanjang. Formasi ini dilakukan pada lagu pertama sampai dengan lagu ketiga. Pada formasi memanjang ini, ''dop'' (penari yang menjadi pemimpin) mengambil tempat di bagian depan dari para penari lain sambil menyanyikan ''diun'' (lagu yang hanya dapat dinyanyikan oleh orang-orang tua) yang telah disiapkan. Setelah itu, barulah para penari lain berbaris di samping kanan pemimpin lagu tersebut secara horizontal sampai semua penari lengkap, sambil mengikuti lagu kedua yang dinyanyikan oleh pemimpin tari. Lagu kedua yang dinyanyikan dalam tari Tumbu Tanah adalah ''nihet duwei'', yaitu jenis lagu yang bersifat situasional (lagu penyambutan tamu, perayaan perang, ataupun perayaan pesta pernikahan). Ketika lagu kedua memasuki tahap akhir, barulah semua penari mulai melakukan gerakan melompat-lompat dan menghentakkan kaki sambil bergandengan tangan.{{sfn|Kondologit|Sawaki|2016|p=105–106|ps=: "Dalam formasi ini, mula-mula seorang penari yang menjadi pemimpinnya akan mengambil tempat di bagian depan penari lain,
;''Ikrop''
Baris 166:
== Nilai ==
Masyarakat Arfak memandang tari Tumbu Tanah sebagai jati diri mereka karena berasal dari nenek moyang. Menurut mereka, gerak, formasi, lagu pengiring, alat musik, dan aksesoris dalam tari Tumbu Tanah merupakan ciri khas masyarakat Arfak yang membedakannya dengan tarian di daerah Papua lain. Apabila ada seseorang yang melihat atau mendengarkan ada tari Tumbu Tanah yang sedang dilakukan, dapat dipastikan bahwa tarian tersebut dilakukan oleh masyarakat Arfak.{{sfn|Kondologit|Sawaki|2016|p=125|ps=: "Khusus untuk seni tari, Anderson (1974) mengemukakan bahwa tari memiliki kekuatan untuk membangkitkan sebuah respon kinestetik pada sebagian penontonnya yang pada kenyataannya adalah cara
Tanah juga memiliki nilai-nilai yang tersimpan
di dalamnya (...)"}}
|