Sureq Galigo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Latar belakang dan usaha pelestarian: #1Lib1Ref #1Lib1RefID |
k clean up, replaced: dimana → di mana (4) |
||
Baris 25:
Anak lelaki I La Galigo yaitu La Tenritatta' adalah yang terakhir di dalam epik itu yang dinobatkan di Luwu'.
Isi epik ini merujuk ke masa ketika orang [[Bugis]] bermukim di pesisir pantai [[Sulawesi]]. Hal ini dibuktikan dengan bentuk setiap kerajaan ketika itu. Pemukiman awal ketika itu berpusat di muara sungai
== La Galigo di [[Sulawesi Tengah]] ==
Baris 39:
== La Galigo di [[Sulawesi Tenggara]] ==
Ratu [[Wolio]] pertama di [[Butung]] ([[Butuni]] atau [[Buton]]) di gelar Wakaka,
Di [[Pulau Muna]] yang berdekatan, pemerintahnya mengaku bahwa ia adalah keturunan Sawerigading atau kembarnya We Tenriyabeng. Pemerintah pertama Muna yaitu Belamo Netombule juga dikenali sebagai Zulzaman adalah keturunan Sawerigading. Terdapat juga kisah lain yang mengatakan bahwa pemerintah pertama berasal dari [[Jawa]], kemungkinan dari [[Majapahit]]. Permaisurinya bernama Tendiabe. Nama ini mirip dengan nama We Tenyirabeng, nama yang di dalam kisah La Galigo, yang menikah dengan Remmangrilangi', artinya, 'Yang tinggal di surga'. Ada kemungkinan Tendiabe adalah keturunan We Tenyirabeng. Pemerintah kedua, entah anak kepada Belamo Netombule atau Tendiabe atau kedua-duanya, bernama La Patola Kagua Bangkeno Fotu.
Baris 53:
Kisah Sawerigading cukup terkenal di kalangan keturunan [[Bugis]] dan [[Makasar]] di [[Malaysia]]. Kisah ini dibawa sendiri oleh orang-orang [[Bugis]] yang bermigrasi ke [[Malaysia]]. Terdapat juga unsur [[Melayu]] dan [[Bangsa Arab|Arab]] diserap sama.{{citation needed}}
Pada [[abad ke-15]], [[Melaka]] di bawah pemerintahan [[Sultan Mansur Syah]] diserang oleh 'Keraing Semerluki' dari [[Makassar]]. Semerluki yang disebut ini kemungkinan adalah Karaeng Tunilabu ri Suriwa, putera pertama kerajaan Tallo',
Perhubungan yang jelas muncul selepas abad ke-15. Pada tahun 1667, [[Belanda]] memaksa pemerintah [[Gowa]] untuk mengaku kalah dengan menandatangani [[Perjanjian Bungaya]]. Dalam perjuangan ini,Gowa dibantu oleh Arung Matoa dari Wajo. Pada tahun berikutnya, kubu Tosora dimusnahkan oleh [[Belanda]] dan sekutunya [[Arung Palakka|La Tenritta' Arung Palakka]] dari Bone. Hal ini menyebabkan banyak orang [[Bugis]] dan [[Makassar]] bermigrasi ke tempat lain. Contohnya, serombongan orang [[Bugis]] tiba di [[Selangor]] di bawah pimpinan Daeng Lakani. Pada tahun 1681, sebanyak 150 orang [[Bugis]] menetap di [[Kedah]]. Manakala sekitar abad ke-18, Daeng Matokko' dari Peneki, sebuah daerah di Wajo', menetap di [[Johor]]. Sekitar 1714 dan 1716, adiknya, La Ma'dukelleng, juga ke [[Johor]]. La Ma'dukelleng juga diberi gelar sebagai [[bajak laut|pemimpin bajak laut]] oleh [[Belanda]].{{citation needed}}
Keturunan Opu Tenriburong memainkan peranan penting
Pada [[abad ke-19]], sebuah teks [[Melayu]] yaitu [[Tuhfat al-Nafis]] mengandung cerita-cerita seperti di dalam La Galigo. Walaubagaimanapun, terdapat perubahan-perubahan dalam [[Tuhfat al-Nafis]] seperti permulaan cerita adalah berasal dari Balqis/[[Ratu Syeba]] dan tiada cerita mengenai turunnya keturunan dari langit seperti yang terdapat di dalm La Galigo. Anak perempuannya, Sitti Mallangke', menjadi Ratu Selangi, sempena nama purba bagi pulau [[Sulawesi]] dan menikah dengan Datu Luwu'. Kisah ini tidak terdapat dalam La Galigo. Namun, anaknya, yaitu Datu Palinge' kemungkinan adalah orang yang sama dengan tokoh di dalam La Galigo.{{citation needed}}
|