Qurotul Ain: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 94:
Setelah cukup mendapatkan bimbingan dari Syekh Nurjati Cirebon, maka ketiga anak–anak dari Nyi Subang Larang dengan Raden Pamanah Rasa, adik bungsu dari Nyi Mas Rara Santang dan Raden Walasungsang yang bernama Raden Sangara atau Raden Kian Santang bertugas menyebarkan dan mengajarkan ajaran Agama Islam di Barat Cirebon yakni ke wilayah Limbangan - Kabupaten Garut. Sedangkan Nyi Mas Rara Santang bersama kakaknya Raden Walasungsang ditugaskan untuk berhaji dan sebelum berhaji disarankan terlebih dahulu menemui Syekh Ibrahim di Campa untuk mendapatkan bimbingan.
 
Ketika setelah mendapatkan bimbingan dari Syech Ibrahim, maka Raden Walasungsang dan Nyi Mas Rara Santang ditugaskan untuk melanjutkan perjalanannya ke Mekkah. Selama di Mekah, keduanya tinggal di pondok Syech Bayanullah, adik Syekh Nurjati dan berguru kepada Syekh AbuyazidAbu Yazid Al-Busthami. Setelah selesai melaksanakan ibadah haji, maka kakaknya Nyi Mas Rara Santang yang bernama Raden Walasungsang dipersunting oleh Nyi Indang Geulis atau Endang Ayu di Mekah, sedangkan adiknya yang bernama Nyi Mas Rara Santang ketika di Mekkah dipersunting oleh raja Mesir yang bernama Maulana Sultan Mahmud atau Syarif Abdullah Azmatkhan.
 
Kemudian setelah berhaji, Raden Walasungsang beserta istrinya Nyi Indang Geulis atau Endang Ayu pulang ke negeri Caruban atau Cirebon, sedangkan adiknya yang bernama Nyi Mas Rara Santang di bawa oleh suaminya ke negeri Mesir.
Baris 104:
2. Syarif Nurullah ( Lahir di Mesir pada tahun 1375 Saka atau tahun 1453 Masehi ).
 
Waktu terus berganti, setelah Syarif Abdullah ayahnya Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah meninggal dunia, maka jabatan Sultan Mesir diserahkan kepada Syarif Nurullah, sedangkan Syarif Hidayatullah dan ibundanya yang bernama Nyi Mas Rara Santang meneruskan menimba ilmu agama Islam dari ulama Mekah dan BagdadBaghdad. Setelah cukup menimba ilmu Agama Islam, tepatnya pada tahun 1397 Saka atau tahun 1475 Masehi Syarif Hidayatullah bersama ibundanya pulang ke Negeri Caruban atau Cirebon bermaksud untuk menyebarkan Agama Islam dan bertemu kepada Eyang dan Uwaknya Syarif Hidayatullah yakni kepada Ki Gedeng Tapa ( Eyang Syarif Hidayatullah ) dan Raden Walasungsang atau Pangeran Cakrabuana atau Cakraningrat ( Uwak Syarif Hidayatullah ).
 
Sesampainya di Pelabuhan Muara Jati Cirebon, mereka disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa yang merupakan Eyangnya Syarif Hidayatullah dan Raden Walasungsang yang merupakan Uwaknya Syarif Hidayatullah, pada waktu itu Raden Walasungsang menjadi Penguasa Cirebon yang bergelar Pangeran Cakrabuana atau Cakraningrat. Akhirnya setelah lama di Cirebon Syarif Hidayatullah mendapatkan bimbingan dan arahan dari Ki Gedeng Tapa dan Raden Walasungsang untuk menjadi Santri Baru guna menimba lebih dalam lagi ilmu dan memperdalam Agama Islam ke Paguron Gunung Jati di Pasambangan Jati yang dipimpin oleh Syech Nurjati Cirebon.
Baris 114:
Selain itu, dalam usahamu nanti janganlah kamu meninggalkan dua macam sembahyang sunah, yaitu sunah duha dan sunah tahajud. Di samping itu, engkau tetap berpegang teguh pada empat perkara, yakni syare’at, hakikat, tarekat, dan ma’rifat, serta wujudkanlah atau bentuklah masyarakat yang Islamiyah”.
 
Waktu terus berganti, ketika Syekh Nurjati meninggal dunia maka pemimpin Paguron Gunung Jati dipimpin oleh anak bungsunya Syekh Nurjati Cirebon yang bernama Syekh Datuk KhafidKhafi.
 
Hari berganti hari tahun berganti tahun, usia Syekh Datuk Khafid sudah sangat uzur, maka kedudukan atau pimpinan Paguron Gunung Jati digantikan atau dipimpin oleh Syarif Hidayatullah. Ketika menggantikan kedudukan pimpinan Paguron Gunung Jati sebagai guru dan da’i di Amparan Jati Syarif Hidayatullah diberi julukan Syekh Maulana Jati atau disingkat Syekh Jati.