Mimpi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Enterwind (bicara | kontrib)
k Membalikkan revisi 21823993 oleh 114.125.110.4 (bicara) Spam Link
Tag: Pembatalan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 35:
 
Sebagian orang mendapati mimpi ia sedang terlambat bekerja hanya karena ia mendengar suara ayam. Bunyi dan gangguan eksternal selama kita tertidur akan merangsang memori masa lalu yang berkaitan dengan gangguan tersebut.<ref name=":0" />
 
== Mimpi Menurut Ajaran Islam ==
Menafsir mimpi bukanlah suatu hal klenik atau tabu. Upaya menafsir mimpi juga pernah dilakukan oleh seluruh anak Adam, tak terkecuali Nabi Yusuf As, dia adalah nabi yang terkenal sebagai penakwil mimpi. Menurut ajaran Islam, mimpi digunakan untuk mengukur kadar kejujuran seseorang. Semakin jujur seseorang ketika terjaga, semakin benar pula mimpi dalam tidurnya. Hal ini didasarkan kepada sabda Nabi Muhammad Saw.
 
''Apabila telah dekat waktunya (hari kiamat) hampir saja mimpi orang yang beriman tidak akan berdusta. Yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur ucapannya. Mimpi itu ada tiga, mimpi yang baik sebagai kabar gembira dari Allah SWT, mimpi yang buruk yang berasal dari setan, dan mimpi yang berasal dari diri manusia sendiri. Apabila salah satu dari kalian memimpikan sesuatu yang dibenci, hendaklah dia bangun salat dan tidak menceritakannya kepada orang lain'' (H.R. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad bin Hanbal, al-Thabarani, dan al-Hakim).
 
Muhammad Ibn Sirin pernah menulis sebuah kitab yang berjudul ''Tafsir al-Ahlam'', kitab yang memuat tentang kumpulan mimpi-mimpi dan cara memahaminya. Dia menyebut bahwa mimpi yang benar itu ada dua macam. ''Pertama,'' mimpi benar yang tidak membutuhkan penafsiran karena telah jelas tergambar dalam mimpi. ''Kedua,'' mimpi yang membutuhkan penafsiran karena mengandung hikmah dan makna lain di luar yang dilihat dalam mimpi.
 
Abu al-Abbas Ahmad bin Sulthan di sisi lain dalam kitabnya yang berjudul ''Qawaid Tafsir al-Ahlam'' mengklasifikasikan mimpi menjadi empat bagian. ''Pertama'', mimpi yang terpuji dari segi lahir dan batin. ''Kedua'', mimpi yang terpuji dari segi lahir, tetapi tercela dari segi batin (maksudnya secara lahir mimpi tersebut tampak baik, tetapi arti dari mimpi tersebut sebenarnya adalah buruk). ''Ketiga'', mimpi yang secara lahir tampak buruk, tetapi secara batin diartikan sebagai mimpi yang terpuji. ''Keempat'', mimpi yang tercela dari segi lahir maupun batin (Abu al-Abbas Ahmad bin Sulthan, ''Qawaid Tafsir al-Ahlam'', juz 1, hlm. 138).
 
== Referensi ==