Al-Ghazali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbaikan untuk PW:CW (Fokus: Minor/komestika; 1, 48, 64) + genfixes
k clean up
Baris 45:
 
== Keluarga ==
Ayah dari al-Ghazali bekerja sebagai pemintal dan penjual wol. Ayahnya dikenal sebagai orang yang memiliki pengabdian dalam menuntu ilmu agama. Ketika memiliki waktu luang sehabis bekerja, ia selalu mendatangai para tokoh agama dan para ahli fikih untuk mendengarkan nasihat-nasihat. Sifat dan kepribadian ayahnya kurang diketahui. Ketika masih dalam usia anak-anak, ayahnya wafat. Ia meninggalkan al-Ghazali bersama saudara kandung laki-lakinya yang bernama Ahmad.{{Sfn|Zaini|2016|p=150}}
 
== Sifat Pribadi ==
Baris 51:
 
== Pendidikan ==
Pendidikan dari al-Ghazali sangat diperhatikan oleh ayahnya. Ayahnya sendiri tidak dapat membaca dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Sebelum kematian ayahnya, al-Ghazali dititipkan kepada salah seorang sahabatnya agar mengurus persoalan pendidikan dari al-Ghazali dan saudaranya yang bernama Ahmad.{{Sfn|Saepuddin|2019|p=18}}
 
Al-Ghazali menempuh pendidikan dasar di kota Tus.{{Sfn|Saepuddin|2019|p=17}} Ia mulai belajar ilmu agama tingkat dasar dari seorang guru bernama Ahmad bin Muhammad Razkafi.{{Sfn|Saepuddin|2019|p=18}} Pada tingkat dasar, dia mendapat pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan dia menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, dia mula mempelajari ilmu [[ushuluddin]], ilmu [[mantiq]], usul [[fiqih]],[[filsafat]], dan mempelajari segala pendapat keeempat [[mazhab]] hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, dia melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu [[fiqih]], Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di [[Naisabur]]. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, dia telah dilantik menjadi mahaguru di [[Madrasah Nizhamiyah]] (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di [[Baghdad]] pada tahun 484 Hijrah. Kemudian dia dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana. Ia telah mengembara ke beberapa tempat seperti [[Mekkah]], [[Madinah]], [[Mesir]] dan [[Jerusalem]] untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, dia menulis kitab ''[[Ihya Ulumuddin]]'' yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.
Baris 75:
 
=== Ilmu kalam ===
Pengetahuan awal dari al-Ghazali berasal dari gurunya yang bernama al-Juwaini. Karena pengajaran dari gurunya, ia menjadi ragu-ragu dengan ilmu [[kalam]]. Pada masa hidupnya, terdapat banyak aliran pemikiran mengenai ilmu kalam. Masing-masing aliran ini memiliki pemikiran yang bertentangan. Hal inilah yang membuat al-Ghazali ragu mengenai kebenaran ilmu kalam dari masing-masing aliran pemikiran tersebut. Keraguan dan pencarian kebenaran ini dikemukakannya dalam kitabnya yang berjudul al-Munqiz min al-Dalal. Ia menyebutkan di dalam kitabnya ini bahwa kebenaran yang dicarinya adalah kebenaran mutlak. Kebenaran ini diumpamakannya seperti hasil mutlak dari angka yang sudah pasti memiliki kedudukan yang lebih tinggi dengan angka lain yang nilainya lebih kecil.{{Sfn|Zaini|2016|p=148}}
 
=== Tasawuf ===
Baris 90:
 
=== Pendidikan dan pengajaran ===
Dalam pemikiran al-Ghazali, pengajaran dan pendidikan merupakan penyebab manusia memperoleh derajat yang tinggi di antara makhluk ciptaan lainnya di Bumi. Manusia menjadi terhormat karena memiliki ilmu dan amal.{{Sfn|Saepuddin|2019|p=14}}
 
=== Kurikulum ===
Al-Ghazali menyusun sebuah [[organisasi]] dalam kurikulum yang disebut kurikulum inti. Kurikulum ini berlaku bagi keagamaan maupun keduniawian. Dalam pandangan Al-Ghazali, mata pelajaran di dalam kurikulum bersifat terpisah. Masing-masing mata pelajaran memiliki subjek yang berbeda dengan mata pelajaran lain. Namun, masing-masing tetap memiliki hubungan satu sama lain. Al-Ghazali menganggap bahwa ilmu merupakan bagian-bagian yang terpisah yang tersusun menjadi sebuah kesatuan. Ia membagi ilmu [[fardu kifayah]], ilmu [[fardu ain]] dan ilmu [[mubah]]. Tujuan pembagian ilmu ini sebagai bentuk pemilihan pengetahuan yang dibutuhkan oleh masyarakat muslim dan pengatahuan yang menjadi syarat untuk mempelajari dan melengkapinya.{{Sfn|Sabda|2008|p=101}}
 
Al-Ghazali menetapkan ilmu-ilmu pokok keagamaan sebagai ilmu fardu ain. Ilmu ini menjadi pusat perhatian utama dalam [[pendidikan]]. Ilmu fardu ain ini menjadi pengarah dan pengendali bagi pengembangan bidang keilmuan yang lainnya. Sedangkan ilmu fardu kifayah dan ilmu mubah menjadi dasar bagi pengembangan ilmu yang lainnya.{{Sfn|Sabda|2008|p=101-102}}
 
=== Pendidikan karakter ===
Baris 105:
 
=== Pendidikan akidah ===
Menurut al-Ghazali, pendidikan akidah harus dicegah dari timbulnya [[kesesatan]]. Karenanya. pendidikan harus memiliki strategi pembelajaran yang tepat. Al-Ghazali menolak pendapat dari mazhab Muktazilah mengenai kewajiban semua orang untuk berdebat mengenai akidah dalam konteks ilmu kalam. Hal ini ditolaknya karena al-Ghazali meyakini bahwa ilmu kalam yang dikaji oleh orang awam akan menimbulkan kebingungan bagi dirinya sendiri. Al-Ghazali tidak mengharamkan ilmu kalam, karena menurutnya ilmu ini dapat mengarahkan akidah seseorang dalam pencegahan dari kelompok ahli bidah atau kelompok pemikiran selain Islam.{{Sfn|Romadlon dan Septi|2020|p=1}}
 
Dalam pembelajaran akidah, al-Ghazali memberikan sebuah metode khussu bagi anak kecil dan bagi orang awam. Ia mengajarkan akidah dengan menggunakan ayat Al-Qur’an dan hadis yang penyampaiannya dilakukan dengan [[retorika]] yang tepat. Ia melarang pembelajaran ilmu kalam bagi orang yang tidak memenuhi persyaratan keilmuan untuk mempelajarinya.{{Sfn|Romadlon dan Septi|2020|p=2}}
Baris 146:
{{Navbox Ulama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'i}}
 
{{DEFAULTSORT:Al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i, Abu Hamid Muhammad bin}}
{{Commonscat|Al-Ghazali}}
 
{{DEFAULTSORT:Al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i, Abu Hamid Muhammad bin}}
[[Kategori:Ulama Sunni|Abu Hamid Muhammad al-Ghazali]]
[[Kategori:Filsuf Islam|Abu Hamid Muhammad al-Ghazali]]