Warna (Hindu): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k merombak
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 32:
Pada periode pasca-[[Weda]], pembagian ''warna'' dijelaskan dalam literatur ''[[Dharmasastra]]'', ''[[Mahabharata]]'' dan ''[[Purana]]''.<ref name="Hiltebeitel 2011 529–531">{{harvp|Hiltebeitel, Dharma|2011|pp=529–531}}</ref>
 
== PenyimpanganDharmasastra ==
Sistem ''warna'' dibahas secara luas dalam ''[[Dharmasastra]]''.<ref name="Olivelle 1998 189–216">{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|1998|pp=189–216}}</ref> Sistem ''Warna'' dalam ''Dharmasastra'' membagi masyarakat menjadi empat ''warna'' (''[[Brahmana]]'', ''[[Kesatria]]'', ''[[Waisya]]'', dan ''[[Sudra]]''). Mereka yang tersingkir dari sistem ini karena dosa mereka yang berat dikucilkan sebagai ''orang buangan'' (tak tersentuh) dan dianggap di luar sistem ''warna''.<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|1998|pp=199–216}}</ref><ref>{{citation |last=Bayly |first=Susan |title=Caste, Society and Politics in India from the Eighteenth Century to the Modern Age |publisher=Cambridge University Press |year=2001 |isbn=978-0-521-26434-1 |pages=9–11}}</ref> [[Orang barbar]] dan mereka yang tidak benar atau tidak etis juga dianggap ''orang buangan''.<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|1998|pp=199–203}}</ref>
 
Kesarjanaan baru-baru ini menunjukkan bahwa diskusi tentang varna serta orang-orang buangan yang tak tersentuh dalam teks-teks ini tidak mirip dengan [[Kasta|sistem kasta]] era modern di [[India]]. Patrick Olivelle, seorang profesor agama [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]] dan [[India]] dan dikreditkan dengan terjemahan modern dari literatur [[Weda]], ''Dharmasutra'' dan ''[[Dharmasastra]]'', menyatakan bahwa teks-teks India kuno dan abad pertengahan tidak mendukung ritual pencemaran, kemurnian-ketidakmurnian sebagai dasar sistem ''warna''.<ref name="Olivelle 2008 240–241">{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|2008|pp=240–241}}</ref> Menurut Olivelle, kemurnian-ketidakmurnian dibahas dalam teks-teks ''Dharmasastra'', tetapi hanya dalam konteks moral individu, polusi ritual dan biologis (makan jenis makanan tertentu seperti daging, [[buang air kecil]] dan [[buang air besar]]).<ref name="Olivelle 1998 189–216"/>
Banyak orang yang menganggap Caturwarna sama dengan [[Kasta]] yang memberikan seseorang sebuah status dalam masyarakat semenjak ia lahir. Namun dalam kenyataannya, status dalam sistem Warna didapat setelah seseorang menekuni suatu bidang/profesi tertentu. Sistem Warna juga dianggap membeda-bedakan kedudukan seseorang. Namun dalam ajarannya, sistem Warna menginginkan agar seseorang melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya.
 
Dalam ulasannya tentang ''Dharmasastra'', Olivelle menulis, "kita tidak melihat contoh ketika istilah murni/kotor digunakan sehubungan dengan sekelompok individu, ''warna'' atau [[kasta]]."<ref name="Olivelle 2008 240–241" /> Satu-satunya penyebutan [[Najis|kenajisan]] dalam teks [[Sastra]] dari [[milenium]] pertama adalah tentang orang-orang yang melakukan dosa berat dan dengan demikian jauh dari ''warna'' mereka. Olivelle menyebutkan "orang yang jatuh" dan tidak murni, menyatakan bahwa mereka dikucilkan.<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|2008|p=240}}</ref>
Kadang kala seseorang lahir dalam keluarga yang memiliki status sosial yang tinggi dan membuat anaknya lebih bangga dengan status sosial daripada pelaksanaan kewajibannya. Sistem Warna mengajarkan seseorang agar tidak membanggakan ataupun memikirkan status sosialnya, melainkan diharapkan mereka melakukan kewajiban sesuai dengan status yang disandang karena status tersebut tidak didapat sejak lahir, melainkan berdasarkan keahlian mereka. Jadi, mereka dituntut untuk lebih bertanggung jawab dengan status yang disandang daripada membanggakannya.
 
Olivelle menambahkan bahwa fokus utama dalam hal-hal yang berkaitan dengan kemurnian/kekotoran dalam teks-teks ''Dharmasastra'' berkaitan dengan "individu terlepas dari afiliasi ''warna'' (kasta) mereka".<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|2008|pp=240–245}}</ref>
Di [[Indonesia]] (khususnya di [[Bali]]) sendiri pun terjadi kesalahpahaman terhadap sistem Catur Warna. Catur Warna harus secara tegas dipisahkan dari pengertian kasta. Pandangan tersebut dikemukakan oleh Drs. I Gusti Agung Gde Putera, waktu itu Dekan Fakultas Agama dan Kebudayaan Institut Hindu Dharma Denpasar pada rapat Desa Adat se-kabupaten Badung tahun 1974. Gde Putera yang kini Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama mengemukakan:<ref>Sebuah Kutipan dari buku "Kasta dalam Hindu – kesalahpahaman berabad-abad". Oleh: Ketut Wiana dan Raka Santeri</ref>
{{cquote|Kasta-kasta dengan segala macam ''titel''-nya yang kita jumpai sekarang di Bali adalah suatu anugerah kehormatan yang diberikan oleh Dalem (Penguasa daerah Bali), oleh karena jasa-jasa dan kedudukannya dalam bidang pemerintahan atau negara maupun di masyarakat. Dan hal ini diwarisi secara turun temurun oleh anak cucunya yang dianggap sebagai hak, walaupun ia tidak lagi memegang jabatan itu. Marilah jangan dicampur-adukkan soal titel ini dengan agama, karena titel ini adalah persoalan masyarakat, persoalan jasa, persoalan jabatan yang dianugerahkan oleh raja pada zaman dahulu. Dalam agama, bukan kasta yang dikenal, melainkan "warna" dimana ada empat warna atau Caturwarna yang membagi manusia atas tugas-tugas (fungsi) yang sesuai dengan bakatnya. Pembagian empat warna ini ada sepanjang zaman.}}
 
Olivelle menyatakan:
Menurut I Gusti Agung Gede Putera, kebanggaan terhadap sebuah gelar walaupun jabatan tersebut sudah tidak dipegang lagi merupakan kesalahpahaman masyarakat Bali turun-temurun. Menurutnya, agama Hindu tidak pernah mengajarkan sistem kasta melainkan yang dipakai adalah sistem Warna.
 
{{quote|Dumont benar dalam penilaiannya bahwa ideologi varna tidak didasarkan pada kemurnian. Jika demikian, kita akan menemukan setidaknya beberapa komentar tentang kemurnian dan ketidakmurnian relatif dari berbagai ''warna''. Yang lebih penting lagi adalah bahwa ideologi kemurnian dan ketidakmurnian yang muncul dari literatur ''[[Dharmasastra]]'' berkaitan dengan individu dan bukan dengan kelompok, dengan pemurnian dan bukan dengan kemurnian, kemudian memberikan sedikit dukungan pada teori yang menjadikan kemurnian relatif sebagai dasar stratifikasi sosial.<ref>{{harvp|Olivelle, Caste and Purity|2008|p=210}}</ref>}}
 
Tiga yang pertama<ref>{{cite book|first=Mark |last=Juergensmeyer |author-link=Mark Juergensmeyer |title=The Oxford Handbook of Global Religions|url=https://books.google.com/books?id=SwXz4uFWiRgC&pg=PA27 |year=2006 |publisher=Oxford University Press, USA |isbn=978-0-19-972761-2 |page=27}}</ref> ''warna'' dijelaskan dalam ''[[Dharmasastra]]'' sebagai "dua kali lahir" dan mereka diizinkan untuk mempelajari [[Weda]]. Pembatasan tentang siapa yang dapat mempelajari Weda tidak ditemukan dalam literatur zaman Weda.
 
''[[Manusmerti]]'' menugaskan pemeliharaan ternak sebagai pekerjaan ''[[Waisya]]'' tetapi bukti sejarah menunjukkan bahwa para ''[[Brahmana]]'', ''[[Kesatria]]'', dan ''[[Sudra]]'' juga memiliki dan memelihara ternak dan bahwa kekayaan ternak adalah andalan rumah tangga mereka. Ramnarayan Rawat, seorang profesor sejarah dan berspesialisasi dalam pengucilan sosial di [[anak benua India]], menyatakan bahwa catatan Inggris abad ke-19 menunjukkan bahwa Chamars, terdaftar sebagai tak tersentuh, juga memiliki tanah dan ternak dan aktif bertani.<ref>{{cite book |last=Rawat |first=Ramnarayan |title=Reconsidering untouchability : Chamars and Dalit history in North India |publisher=Indiana University Press |location=Bloomington |year=2011 |isbn=978-0-253-22262-6 |pages=53–63}}</ref> Kaisar dari [[Kosala]] dan pangeran Kasi adalah contoh lainnya.<ref name="Kumar2002" />
 
Tim Ingold, seorang [[Antropologi|antropolog]], menulis bahwa ''[[Manusmerti]]'' adalah komentar yang sangat skematis pada sistem ''warna'', tetapi juga memberikan "model daripada deskripsi".<ref>{{cite book |last=Ingold |first=Tim |title=Companion Encyclopedia of Anthropology |publisher=Routledge |year=1994 |isbn=978-0-415-28604-6 |page=1026}}</ref> Susan Bayly menyatakan bahwa ''Manusmerti'' dan kitab suci lainnya membantu mengangkat [[Brahmana]] dalam hierarki sosial, kemudian ini adalah faktor dalam pembuatan sistem ''warna'', tetapi teks-teks kuno dalam beberapa hal tidak "menciptakan fenomena kasta" di [[India]].<ref>{{citation |last=Bayly |first=Susan |title=Caste, Society and Politics in India from the Eighteenth Century to the Modern Age |publisher=Cambridge University Press |year=2001 |isbn=978-0-521-26434-1 |page=29}}</ref>
 
== Catatan ==