Desa di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Asagea (bicara | kontrib)
k Penambahan Daftar Peraturan tentang Desa
Asagea (bicara | kontrib)
k Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 1:
Berdasar pada [[UUD 1945]] Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 18 ayat (7), UU No. 6/2014 tentang Desa menempatkan desa sebagai organisasi campuran (hybrid) antara masyarakat berpemerin- tahanberpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Desa tidak identik dengan pemerintah desa dan kepala desa. Desa mengandung pemerintahan dan sekaligus mengandung masyarakat sehingga membentuk kesat- uankesatuan (entitas) hukum atau kesatuan organik. Desa tidak direduksi sebagai pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan Kabupaten/Kota, melainkan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota.[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een dorpsfeest in de omgeving van de berg Arjuna TMnr 3728-709.jpg|jmpl|300px|ka|Perayaan di desa di kaki [[Gunung Arjuno]] ([[litografi]] tahun 1872 oleh [[Abraham Salm (pelukis)]])]]Menurut [[Undang-Undang Desa|Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa]], Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 
Sebagai pemerintahan lokal, Desa merupakan organisasi pemer- intahan yang paling kecil, paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat. Paling “kecil” berarti bahwa wilayah maupun tugas-tugas pemerintahan yang diemban desa mampu- nyaimampunyai cakupan atau ukuran terkecil dibanding dengan organisasi pemerintahan kabupaten/kota, provinsi maupun pusat. Paling “bawah” berarti desa menempati susunan atau lapisan pemerintahan yang terbawah dalam tata pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
 
Desa sebagai “masyarakat yang berpemerintahan” mempunyai sejumlah ciri khas yang berbeda dengan kedudukan sebagai “pemerintahan lokal”:
Baris 7:
# Desa memiliki kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang diakui dan ditetapkan, bukan diserahkan oleh pemerintah.
# Penyelenggaraan kewenangan di bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa, tidak semata didasarkan pada peraturan dari atas tetapi juga memperhatikan prakarsa masyarakat, kondisi sosial budaya, kearifan lokal dan adat istiadat.
# Penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat mengutamakan asas kegotongroyongan, kebersa- maankebersamaan, kekeluargaan dan musyawarah.
# Kepala Desa berasal dari desa setempat, memperoleh mandat dari masyarakat desa setempat, dan menjadi pemimpin masyarakat.
# Perangkat desa tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, yang diisi oleh warga masyarakat desa setempat.
Baris 36:
'''Jenis Desa''' terdiri dari: Desa dan Desa Adat
Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Baris 51 ⟶ 50:
j. keberagaman; dan</br>
k. partisipatif.</br>
 
== Pemerintahan Desa ==
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan [[Badan Permusyawaratan Desa]] (BPD)