Arsyad Thalib Lubis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tomflamingo (bicara | kontrib) |
k clean up, removed stub tag |
||
Baris 15:
Arabiyah di Tanjung Balai, Asahan (1923-1924), dan Madrasah Hasaniyah
Medan (1925-1930). Kemudian ia mempelajari Ilmu Tafsir Hadis, Usul Fikih,
dan Fikih kepada Syeikh Hasan Maksum (1884-1937) seorang ulama terkemuka di [[Kota Medan|Medan]].</big>
<big>la adalah seorang murid yang cerdas dan rajin sehingga ketika belajar di Madrasah Binjai, ia mendapat pekerjaan dari gurunya, H.
Baris 21:
kabar. Pekerjaan ini sekaligus menjadi latihan baginya dalam hal tulis-menulis
yang menjadi salah satu profesinya di masa dewasa.<ref name="ibid">ibid</ref></big>
'''<big>PERNIKAHAN</big>'''
Baris 42 ⟶ 41:
<big>8. dan Hawari Arsyad Lubis (Kisaran, 3 Oktober 1947).</big>
'''<big>MENJADI GURU</big>'''
Baris 48 ⟶ 46:
<big>Mulai Tahun 1926 Arsyad muda sudah menjadi [[guru]] yang berilmu. Dari itu tidak heran bila masyarakat Aceh memohon kepada beliau untuk menjadi guru di Meulaboh Aceh Barat pada tahun 1931. Pada tahun 1932, beliau kembali kembali lagi ke Medan untuk mengabdi di lembaga Pendidikan Al Washliyah. Pada zaman penjajahan sebelum merdeka dari penjajahan (1945-1949) beliau sekeluarga tinggal di daerah kongsi dan berpindahan-pindah ke daerah Tebing Tinggi dan Rantau Prapat. Kehidupan mereka masih belum damai namun beliau masih aktif mengajar.</big>
<big>Mulai Tahun 1954 beliau dilantik menjadi Staff pengajar di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Setahun kemudian diangkat menjadi Guru Besar di UISU dalam bidang Fiqih dan Ushul Fiqih di Universitas yang sama. Dan pada tahun 1959 beliau ditetapkan menjadi Guru Besar Bidang Syari’ah di Universitas Al Washliyah Medan.</big>
== <big>Karya</big> ==
Baris 55 ⟶ 53:
al-Islam (1955-1957).</big>
<big>Pada usia 28 tahun, menulis buku pertamanya, ia menulis buku di berbagai bidang ilmu agama.</big>
<big>Pada bidang akidah, ia antara lain menulis buku; ''Imam Mahdi'', Pokok-Pokok Kepercayaan dalam Islam, Pelajaran Iman, Pelajaran Tauhid, dan Akidah Imaniyah. Pada bidang Fikih, Usul Fikih, dan Akidah, ia menulis Ilmu Fikih, Fatwa Mengenai sebelas Masalah Agama, Ilmu Pembagian Pusaka, Jaminan
Kemerdekaan Beragama dalam Hukum Islam, al-Usul fi 'ilma al-Usul (pokok-
pokok dalam Ilmu Usul Fikih), dan al-Qawa'id al-Fiqhiah (Kaidah-Kaidah
Fikih, dua jilid).</big>
<big>Pada bidang ibadah ia menulis Pemimpin Haji Mabrur, Pelajaran Ibadah, dan Himpunan Doa Nabi-Nabi. Pada bidang perbandingan agama, ia menulis Ruh Islam, Islam di Polandia, Istilahat al-Muhaddis (Istilah-istilah Ahli Hadis), Pembahasan di Sekitar Nuzulul Qur'an, Kisah
Isr'a Mi'raj, dan Pedoman Mati.
Buku-buku tersebut pada umumnya telah tersebar luas di masyarakat.</big>
<big>Sebahagian dari buku karyanya dijadikan buku wajib di perguruan-perguruan Al Washliyah.</big>
<big>Hampir sepanjang hayatnya ia gunakan untuk mengajar di antaranya di Madrasah Al Irsyadiyah Medan sejak tahun 1926-1930, di Madrasah Al Washliyah Meulaboh, Aceh 1931-1932, Madrasah Al Washliyah Medan 1933-1945, Madrasah Al Qismul Ali Al Washliyah Tebing Tinggi 1946-1947 dan Madrasah Al Qismul Ali Al Washliyah Medan 1953-957. Kemudian ia menjadi lektor pada Sekolah Persiapan Perguruan Tinggi Islam Indonesia di Medan 1953-1954, guru besar Ilmu Fikih dan Ushul Fikih pada [[Universitas Islam Sumatra Utara]] (1954), dan dosen tetap pada [[Universitas Al Washliyah]] sampai akhir hayatnya.<ref>Ahmad Nasution et. al., Sejarah Ulama-Ulama Terkemuka di Sumatra Utara
Baris 72 ⟶ 70:
<big>Sejak 1946 hingga 1957 ia memegang berbagai jabatan struktural di Departemen Agama, di antaranya Kepala Mahkamah Syariah Keresidenan [[Sumatra Timur]], Kepala Jawatan Agama Keresidenan Sumatra Timur
(Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Sumatra Utara), Kepala Bahagian Kepenghuluan Kantor Urusan Agama Propinsi Sumatra Utara, dan Pejabat Kepala Kantor Urusan Agama Propinsi Sumatra Utara.<ref name="ibid" /></big>
<big>Dalam kegiatan organisasi, ia aktif sebagai anggota Pengurus Besar organisasi [[Al Washliyah]] (1930-1956). Meskipun kemudian ia tidak duduk dalam kepengurusan, ia tetap aktif memberikan sumbangan pikiran dan tenaga dalam
kegiatan Al Washliyah yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan
sosial.</big>
<big>Sejak Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) di lebur ke dalam Masyumi
Baris 83 ⟶ 81:
<big>Ketika paham Ahmadiah Qadian menimbulkan gejolak di Sumatra Timur, ia menfatwakan kekafiran Ahmadiah Qadian dan larangan menguburkan penganutnya di pekuburan muslim. la juga memfatwakan bahwa Komunis harus diharamkan hidup di Indonesia pada Muktamar Ulama Seluruh Indonesia di Medan tahun 1953,
dan fatwanya itu dipertegas lagi pada Muktamar Ulama se-Sumatra di Bukit Tinggi dan Muktamar Ulama di Palembang.<ref>Ibid., h. 292-293</ref> Ia juga selalu diminta untuk memberikan kuliah umum pada HUT UNIVA, seperti pada awal tahun 1960-an, pada saat itu terjadi polemik tentang kemungkinan manusia sampai ke angkasa luar (bulan) sedang hangat dibicarakan berbagai kalangan masyarakat.</big>
<big>Maka Arsyad Thalib Lubis memberikan kuliah umum pada acara HUT ke II UNIVA yang jatuh pada tanggal 18 Mei 1960 dengan judul: ”Agama Islam dan Penghuni Angkasa Luar”. Dalam kuliah ini ia menyimpulkan bahwa dalil-dalil yang disebutkan al-Qur'an memungkinkan manusia untuk sampai ke angkasa luar.<ref>35Arifinsyah, Wacana Pluralisme Agama Kontemporer (Bandung: Citapustaka, 2002), h.95</ref> Selain itu pada HUT yang ke X, ia menyampaikan kuliah umumnya dengan judul:“Keesaan Tuhan Menurut Ajaran Kristen dan Islam”.</big>
'''<big>KARYA TULIS</big>'''
Baris 98 ⟶ 95:
<big>2. Pendidikan.</big>
<big>3. Hal-hal yang berhubungan dengan dakwah.</big>
<big>Berikut nama-nama buku karya Syekh H. Muhmmad Arsyad Thalib Lubis :</big>
Baris 128 ⟶ 125:
# <big>Al Aqaid Al Imaniyah.</big>
# <big>Ikhtisar Riwayat Nabi-Nabi.</big>
# <big>Himpunan Doa Nabi-Nabi.</big>
<big>Kegiatan Jurnalistik Muhammad Arsyad Thalib Lubis sebagai penulis dan Pimpinan Majalah di Medan adalah :</big>
Baris 140 ⟶ 137:
<big>4. Tahun 1945 Pimpinan Majalah Dewan-dewan Islam.</big>
<big>5. Tahun 1955-1957 Anggota Redaksi Sinar Islam.</big>
<big>Disamping majalah Bahasa Indonesia Tuan Arsyad pada tahun 1939 menerbitkan majalah yang berbahasa Arab yang diberi nama dengan Majalah Ulum Al Islamiyah. Yang menjadi ciri khas majalah ini adalah adanya artikel-artikel yang ditulis oleh ulama Al Azhar Mesir seperti Syekh Mustafa Al Maraghi, Syekh Rasyid Ridha dan Syekh Abdul Quddus (Ulama dari Madinah).</big>
<big>Pola pemikiran Muhammad Arsyad Thalib Lubis banyak dipengaruhi oleh ulama-ulama Timur Tangah dari kelompok Salaf seperti Ibnu Taimiyah (Abad 12 M) dan Ibnu Al Qayim Al Jauziyah (571 H).</big>
<big>Pemikiran Tuan Arsyad dalam perbandingan agama sudah mendapat titik temu antara agama yang ada di Indonesia yang akhirnya muslim harus mengatakan bagimu agama mu dan bagiku agamaku.</big>
<big>Ulama Indonesia yang banyak mempengaruhi pemikiran Muhammad Arsyad Thalib Lubis adalah Syekh H. Hasan Maksum.</big>
'''<big>KARYA MONUMENTAL</big>'''
<big>Semua bangunan milik Al Washliyah yang didirikan sebelum tahun 1972 adalah konstribusi almarhum Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis.</big>
Baris 168 ⟶ 165:
<big>Dana yang terkumpul itulah yang digunakan oleh Yayasan Baitul Makmur untuk mengirim para da’i dan muballigh ke Karo dan Dairi bahkan ke daerah Mentawai serta ke daerah-daerah terpencil lainnya, yang honor bulanan mereka dibayar Yayasan Baitul Makmur.</big>
<big>Setelah Almarhum dr. Gading Hakim wafat, para ulama dan Pengurus Baitul Makmur sepakat mengangkat Prof. dr. H. Chairuddin P. Lubis Sp.A(k) sebagai Ketua Umum Yayasan dengan didampingi beberapa Guru Besar Fakultas Kedokteran USU Medan. Sungguh mereka sebenarnya telah melanjutkan misi para ulama terdahulu. Sayang sampai sekarang Baitul Makmur belum memiliki kantor yang tetap, karena itu buku-buku dan kitab-kitab yang dibeli Baitul Makmur dari H. Hammad Hasan Lubis (Alumni Kairo Universiti) dititipkan di Kantor Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Kami berdoa kiranya Allah SWT., memberkati usia Prof. dr. Chairuddin P. Lubis Sp.A (K), karena lebih 50% dana kegiatan Yayasan Baitul Makmur berasal dari zakat, sadakah dan wakaf beliau. Banyak yang berharap kiranya setelah siap masjid dakwah USU yang kembar di Jl. Sumarsono Kampus USU ada satu ruangan yang dapat dijadikan sebagai kantor yayasan Baitul Makmur sehingga masjid Dakwah USU akan menjadi Islamic Center di tengah-tengah masyarakat intelektual kampus.</big>
'''<big>POKOK - POKOK PERJUANGAN BERUPA GAGASAN, IDE DAN AKSI</big>'''
Baris 186 ⟶ 183:
<big>7. Pendiri Al Jam’iyatul Washliyah sekaligus berkontribusi dalam memodernisasi dunia pendidikan.</big>
<big>8. Bersama Al Jamiyatul Washliyah mendirikan Madrasah dan Sekolah sebanyak 745 unit dan 10 Perguruan Tinggi yang tersebar di Indonesia.</big>
'''<big>PEKERJAAN YANG DITEKUNI</big>'''
Baris 203 ⟶ 199:
<big>5. Ketua Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara 1965.</big>
<big>6. Anggota Konstituante dari Partai Masyumi 1956 - 1959.</big>
<big>Pada tanggal 12 Oktober-28 November 1959 Pemerintah Republik Indonesia mengutus H. Muhammad Arsyad Thalib dan H. Nasrudin Latif ke Uni Soviet dan negara-negara Soviet Union dalam rangka menguatkan hubungan persahabatan antara Indonesia dan Uni Soviet. Diantara ke daerah Tasyken, Samarkand, Setalyn, Moskow, Leningrat, dan kembali Melalui Peking, Rangong dan Bangkok.</big>
Baris 214 ⟶ 210:
<big>3. Tahun 1955 - 1959 Anggota Redaksi Islam.</big>
'''<big>PERJUANGAN</big>'''
<big>Pada masa perjuangan kemerdekaan, ia turut memberikan andil sesuai dengan bidangnya, berpidato untuk membangkitkan semangat jihad melawan penjajahan.</big>
<big>Tuan Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis adalah seorang Ulama Pejuang Kemerdekaan RI dan penjaga kedaulatan NKRI dari rongrongan pihak luar maupun dari dalam terutama pemberontakan PKI. Beliau aktif dalam upaya mencerdaskan anak bangsa melalui organisasi Al Jam’iyatul Washliyah dan menyalurkan aspirasi politiknya bersama Partai Masyumi. Beliau adalah Anggota Konsituante RI (MPR) yang menyuarakan aspirasi rakyat di Parlemen tingkat Pusat.</big>
Baris 225 ⟶ 220:
<big>Buku beliau Penuntun Perang Sabil pada November 1945 menjadi panduan untuk melawan Belanda dan sekutu. Gerak-gerak Tuan Arsyad terus diperhatikan Belanda dan beliau dianggap sebagai ulama yang berpengaruh dikalangan kaum muslim dan sangat berpengaruh bagi penjajah. Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Arsyad mengeluarkan fatwa wajib atas setiap muslim menolak kedatangan Belanda kembali yang berkeinginan menjajah Indonesia kembali. Orang-orang muslim yang wafat dalam pertempuran melawan Belanda disebut dengan Syahid Fisabillilah, mayatnya tidak wajib dimandikan dan dikafankan, hanya disholatkan saja.</big>
<big>Ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, ia memfatwakan bahwa
Baris 233 ⟶ 227:
<big>Selain itu Tuan Arsyad menjadi Wakil Ketua Hizbullah Daerah Sumatera Timur dan Wakil Ketua PB. Al Jam’iyatul Washliyah pada masa pertempuran Agresi Militer II Tahun 1947. Akibat dari kepintaran beliau di Hizbullah, beliau ditangkap oleh polisi (serdadu) Negara Sumatera Timur yang masih dikuasai oleh Belanda dan tentara NICA.</big>
<big>Dalam situasi seperti ini musibah yang paling berat dihadapi oleh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis yaitu istrinya yang sangat dicintainya kembali kehadirat Allah SWT. Dengan pengawalan yang sangat ketat beliau datang melihat jenazah istrinya dan mendoakannya. Setelah itu beliau dipaksa, dibawa kembali ke Penjara Suka Mulia. Setalah istrinya wafat beliau tidak menikah lagi sampai akhir hayatnya. Hidupnya diwakafkan untuk mengabdi kepada agama dan negara. Setalah Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 27 Desember 1949 semua tahanan politik dibebaskan termasuk didalamnya H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis.</big>
<big>Pada waktu clash ke II yaitu,
1947-1949 ketika Sumatra Timur jatuh ke tangan Belanda dan meresmikan berdirinya Negara Sumatra Timur (NST), ia sangat menentang dan untuk mempertahankan negara kesatuan RI, Arsyad Thalib Lubis mengungsi ke pedalaman dan berkeras tidak mau bekerjasama dengan penjajah. Pada waktu
itu, ia adalah anggota Dewan Pertahanan Daerah Sumatra Timur-Selatan dan
wakil ketua Markas Besar Kelaskaran Al Washliyah.<ref name="ibid" /> Ketika serangan bom Belanda menghujani kota Tebing Tinggi dan mulai memasuki perbatasan kota, ia bersama beberapa guru dan anggota Al Washliyah berusaha bertahan di Markas Besar Kelaskaran Al Washliyah di kota itu.</big>
<big>Setelah pertempuran semakin sengit dan keadaan tidak mungkin di pertahankan, ia meninggalkan kota untuk menyatukan kekuatan di daerah Tanjung Balai, Asahan. Beberapa hari kemudian ia bergerak menuju Rantau
Baris 247 ⟶ 240:
untuk meninjau [[Tashkent]], Mereka kembali ke Indonesia melalui Peking (Beijing), Rangoon (Yangon), dan Bangkok. Sebagai hasil dari lawatannya ini, ia menulis sebuah buku tentang keadaan umat Islam di sana agar menjadi cermin bagi umat Islam di Indonesia. Menurutnya, umat Islam di bawah
kekuasaan Komunis merupakan kelompok kecil yang senantiasa diawasi dan tidak bebas dalam menjalankan ibadah. Namun naskah buku ini hilang sebelum sempat dicetak.</big>
'''<big>LATAR BELAKANG PENDIDIKAN</big>'''
Baris 253 ⟶ 245:
<big>Pada awalnya Tuan Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis mendapat pendidikan dari ayahnya yang sebagai ulama Stabat. Pendidikan Formal di dapat beliau di sekolah rendah (''Vervolg School'') di Stabat. Setelah tamat tahun 1917 Tuan Arsyad melanjutkan pelajaran di Madrasah Islam Stabat bersama abangnya H. Baharuddin Thalib Lubis. Madrasah tersebut dipimpin oleh H. Zainuddin Bilah yang mendapatkan pendidikan di Mekkah (Arab Saudi).</big>
<big>Pada Tahun 1923-1924 Tuan Arsyad dan abangnya Baharuddin Thalib Lubis merantau ke Tanjung Balai Asahan untuk melanjutkan pelajaran mereka di Madrasa Ulum Arabiah dan Balaghah. Syekh Abdul Hamid Muhammad adalah alumni dari Mekkah tahun 1916. Syekh Abdul Hamid inilah yang membuat reformasi kurikulum Madrasah dan Madrasah mulai belajar dibangku tidak lagi duduk bersilah. Setelah tamat dari Madrasah Ulumul Al Arabiyah, Tuan Arsyad melanjutkan ke Makhtab yang di pimpinan oleh Syekh Hasan Maksum di Medan. Dari Hasan Maksum inilah Tuan Arsyad banyak mendapat ilmu tambahan dalam bidang agama dan perbandingan agama.</big>
'''<big>BERSAMA AL WASHLIYAH</big>'''
<big>Al Jamiyatul Washliyah di lahirkan pada tanggal 30 November 1930 di Medan Provinsi Sumatera Utara. Organisasi ini adalah penggembangan dari Debating Club para siswa di Maktab Islamiyah Tapanuli. Pimpinan Debating Club itu adalah H. Aburrahman Syihab. Abdurrahman memperhatikan kecerdasan Tuan Syekh H. Arsyad dan akhirnya mereka berdua dan H. Udin Syamsudin melahirkan organisasi Al Washliyah. Disamping mereka bertiga ada seorang tokoh lagi dalam Al Washliyah yang sangat penting yaitu H. Ismail Banda yang wafat di Iran. Jabatan Syekh H. Muhammad Arsyad diinternal Al Washliyah :</big>
Baris 279 ⟶ 271:
<big>10. Guru Besar Universitas Islam Sumatera Utara.</big>
<big>11. Guru Besar Universitas Al Washliyah</big>
▲<big>'''WAFAT'''</big>
<big>Pada tanggal 6 Juli 1972 hari Kamis bersamaan dengan 23 Jumadil Awal 1392 H Syekh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis kembali kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa setelah menderita sakit beberapa hari dan sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Pringadi Medan.</big>
Baris 313 ⟶ 304:
|isbn = 9789790081499
}}</big>
<big>{{Authority control}}</big>
|