[[Kategori:Sejarah Pasundan]]
[[Kategori:Kawasan menurut etnis]]
== Sejarah ==
Wilayah ini telah menjadi rumah bagi [[manusia purba]] sejak [[Prasejarah|zaman prasejarah]] (setidaknya sejak 9500 SM).<ref>{{cite news | title = Tulang jari di Goa Pawon berumur 9.500 tahun lebih | newspaper = Sindo News | author = Oris Riswan | date = 1 March 2014 | url = http://daerah.sindonews.com/read/840201/21/tulang-jari-di-goa-pawon-berumur-9-500-tahun-lebih-1393608090 | language = id}}</ref> Ada beberapa temuan arkeologi prasejarah pemukiman manusia purba, di [[gua Pawon]] di kawasan ''[[karst]]'' [[Padalarang, Bandung Barat]], dan di sekitar danau tua [[Kota Bandung|Bandung]].<ref name=brief>{{cite web| title = An Extremely Brief Urban History of Bandung| publisher = Institute of Indonesian Architectural Historian| url=http://www.iis.u-tokyo.ac.jp/~fujimori/lsai/bandung.html| access-date = 2006-08-20 }}</ref><ref>{{cite journal|last=Brahmantyo|first=B. |author2=Yulianto, E. |author3=Sudjatmiko |title=On the geomorphological development of Pawon Cave, west of Bandung, and the evidence finding of prehistoric dwelling cave |journal=JTM |year=2001 |url=http://www.geocities.com/ekoy001/PawonJTM-web.htm |access-date=2008-08-21 |archive-url=https://web.archive.org/web/20091021170802/http://geocities.com/ekoy001/PawonJTM-web.htm |archive-date=October 21, 2009 |url-status=unfit }}</ref>
Reruntuhan [[Candi Bojongmenje]] ditemukan di daerah [[Rancaekek, Bandung|Rancaekek, Kabupaten Bandung]], sebelah timur Bandung. Candi ini diperkirakan berasal dari awal abad ke-7 masehi, sekitar periode yang sama atau bahkan lebih awal dari [[Dataran Tinggi Dieng|candi Dieng]] di [[Jawa Tengah]].<ref>{{cite web | title = Candi Bojongmenje | work = Perpustakaan Nasional Indonesia | url = http://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_barat-candi_bojongmenje | language = id}}</ref>
Referensi sejarah tertua tertulis di wilayah Parahyangan berasal dari sekitar abad ke-14, ditemukan dalam [[Prasasti Cikapundung]], dimana wilayah tersebut merupakan salah satu pemukiman di lingkungan [[Pakwan Pajajaran|Kerajaan Pajajaran]].<ref>{{cite news | title = Prasasti Bertuliskan Huruf Sunda Kuno Ditemukan di Bandung | date = 9 October 2010 | author = R.Teja Wulan | newspaper = VOA Indonesia | url = http://www.voaindonesia.com/a/prasati-bertuliskan-sunda-kuno-ditemukan-di-cikapundung-104635514/84657.html | language = id}}</ref> Parahyangan adalah bagian dari bekas [[Kerajaan Sunda]]. Wilayah pegunungan pedalaman Parahyangan dianggap suci dalam kepercayaan [[Sunda Wiwitan]]. ''[[Kabuyutan]]'' atau ''[[mandala]]'' (tempat suci di [[Jayagiri, Lembang, Bandung Barat|Jayagiri]]) disebutkan dalam teks Sunda kuno dan terletak di suatu tempat di dataran tinggi Parahyangan, mungkin di utara Bandung modern di lereng [[Gunung Tangkuban Parahu]].
Setelah jatuhnya Kerajaan Sunda pada abad ke-16, Parahyangan diperintah oleh para bangsawan dan bangsawan dari [[Kabupaten Cianjur|Cianjur]], [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]], dan [[Kabupaten Ciamis|Ciamis]]. Para pangeran ini diklaim sebagai pewaris sah dan keturunan raja-raja Sunda, [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]]. Meskipun kekuasaan dominan saat itu dipegang oleh [[Kesultanan Banten]] dan [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]], para bangsawan Sunda di dataran tinggi Parahyangan relatif menikmati kebebasan dan otonomi internal.
Pada tahun [[1617]], [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Mataram]] melancarkan kampanye militer di seluruh Jawa dan menjadi pengikut [[Kesultanan Cirebon]]. Pada tahun [[1618]], pasukan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] menaklukkan [[Kabupaten Ciamis|Ciamis]], [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]], dan menguasai sebagian besar wilayah Parahyangan. Pada tahun [[1630]] Sultan Agung mendeportasi penduduk asli Parahyangan setelah ia menumpas pemberontakan di daerah tersebut.<ref>{{cite book |last=Kiernan |first=Ben |title= Blood and Soil: Modern Genocide 1500-2000|year=2008 |url=https://books.google.com/books?id=R5p7cRyK748C |page=142|isbn=9780522854770 }}</ref>
[[Kesultanan Mataram]] terlibat perebutan kekuasaan dengan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda|Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC)]] yang berpusat di [[Batavia]]. Mataram secara bertahap melemah kemudian melalui perjuangan suksesi pangeran Jawa dan keterlibatan [[Belanda]] dalam urusan internal istana Mataram. Untuk mengamankan posisi mereka, raja-raja Mataram kemudian membuat konsesi yang signifikan dengan ''[[Perusahaan Hindia Timur Belanda|VOC]]'' dan menyerahkan banyak tanahnya yang semula diperoleh oleh Sultan Agung, termasuk Parahyangan. Sejak awal abad ke-18, Parahyangan berada di bawah kekuasaan Belanda.
Daerah itu dikenal sebagai ''De Preanger'' pada [[Sejarah Nusantara (1800–1942)|masa penjajahan Belanda]]. Ibu kotanya mula-mula terletak di ''Tjiandjoer'' ([[Kabupaten Cianjur|Cianjur]]) kemudian dipindahkan ke [[Kota Bandung|Bandung]] yang lambat laun berkembang menjadi pemukiman penting. Pada abad ke-19, Belanda telah menguasai sebagian besar [[Jawa]]. Apalagi melalui pembangunan [[Jalan Raya Pos]] oleh [[Herman Willem Daendels|Daendels]] yang menghubungkan kawasan perkebunan ''Preanger'' dengan [[Batavia|pelabuhan Batavia]] dan banyak bagian lain di Jawa, ''Preanger'' terbuka untuk [[investasi]], [[eksploitasi]], dan bisnis. [[Keresidenan]] ''Preanger'' yang berdiri sejak tahun [[1818]] menjadi kawasan perkebunan penting dan produktif pada zaman [[Hindia Belanda]] yang menghasilkan [[kopi]], [[teh]], kina, dan banyak tanaman komersial yang menguntungkan banyak pemilik perkebunan Belanda yang kaya.
[[Kopi jawa|Kopi Jawa]], yang dipromosikan ke seluruh dunia oleh [[Belanda]], sebenarnya adalah kopi yang ditanam di ''Preanger''. Pada awal abad ke-20, [[Kota Bandung|Bandung]] berkembang menjadi pemukiman penting dan kota terencana. [[Kota Bandung|Bandung]] sebelum perang dirancang sebagai ibu kota baru [[Hindia Belanda]], meskipun [[Perang Dunia II]] mengakhiri rencana ini. Setelah [[Indonesia]] merdeka, Parahyangan dianggap sebagai nama sejarah yang romantis untuk kawasan pegunungan di [[Jawa Barat]] yang mengelilingi Bandung.
== Geografi ==
|