Sejarah Bali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 112:
Menyusul [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], pada tanggal [[23 Agustus]] [[1945]], Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan beliau inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah [[Sunda Kecil]] dengan ibu kotanya [[Singaraja]].
 
Sejak pendaratan [[NICA]] di Bali, Bali selalu menjadi arena pertempuran. Dalam pertempuran itu pasukan RI mengunakanmenggunakan sistem [[gerilya]]. Oleh karena itu, [[MBO]] sebagai induk pasukan selalu berpindah-pindah. Untuk memperkuat pertahanan di Bali, didatangkan bantuan ALRI dari Jawa yang kemudian menggabungkan diri ke dalam pasukan yang ada di Bali. Karena seringnya terjadi pertempuran, pihak Belanda pernah mengirim surat kepada Rai untuk mengadakan perundingan. Akan tetapi, pihak pejuang Bali tidak bersedia, bahkan terus memperkuat pertahanan dengan mengikutsertakan seluruh rakyat.
 
Untuk memudahkan kontak dengan [[Jawa]], Rai pernah mengambil siasat untuk memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali. Pada 28 Mei 1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa kecil di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai kembali menuju arah barat yang kemudian sampai di Desa Marga (Tabanan). Untuk lebih menghemat tenaga karena terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama dengan masyarakat.