Foto jurnalistik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan by 103.242.23.178 (bicara): Iklan
Tag: Pembatalan
Ariyanto (bicara | kontrib)
k Merapikan artikel (via JWB)
Baris 20:
 
== Definisi ==
Menurut Wilson Hicks (editor foto majalah ''Life'' dari 1937-1950),<ref name=":2">Alwi, A. 2004. ''Fotojurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa''. Jakarta: PT Bumi Aksara.</ref> foto jurnalistik merupakan kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial dari pembacanya. Sedangkan menurut Kenneth Kobre:<ref name=":1">Hidayatullah. A. 2016. Jurnalisme Cetak Konsep dan Praktik. Yogyakarta: Litera Yogyakarta.</ref> foto jurnalistik bukan hanya melengkapi berita sebuah edisi sebagai ilustrasi dalam berita, namun foto jurnalistik saat ini mewakili alat terbaik yang ada untuk melaporkan peristiwa umat manusia secara ringkas dan efektif. Mary Warner Marien:<ref name=":1" /> juga menjelaskan bahwa efek fotografi bukan terletak pada efek visual namun pada nilai sosialnya. Dalam pengerian lain Oscar Motuloh:<ref name=":1" /> pun menjelaskan bahwa, foto jurnalistik merupakan media komunikasi yang menggabungkan elemen verbal dan visual. Elemen verbal berupa kata-kata yang disebut ''caption'' yang melengkapi sebuah gambar, karena sebuah foto tanpa keterangan akan kehilangan maknanya. dan James Nachtwey:<ref name=":1" /> pun menjelaskan bahwa, sebuah foto dapat merasuki pikiran dan menjangkau hati dengan kekuatan kesegaran. Hal ini mempengaruhi bagian jiwa dimanadi mana makna hanya sedikit bergantung pada kata-kata dan membuat satu dampak mendalam, lebih mendasar, lebih dekat mendekat dengan pengalaman mentah.
 
Foto jurnalistik merupakan bagian dari dunia jurnalisme yang menggunakan bahasa visual untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan tetap terikat kode etik jurnalistik. Dalam foto jurnalistik ada etika yang dijunjung tinggi, pesan dan berita yang ingin disampaikan, ada batasan yang tidak boleh dilanggar dan ada peristiwa yang harus ditampilkan dalam sebuah ''frame.'' Hal terpenting dalam fotografi jurnalistik adalah nilai-nilai kejujuran yang berlandaskan pada fakta objektif semateri. Keunggulan dari foto jurnalistik adalah mampu mengatasi keterbatasan manusia pada huruf dan kata. Sedangkan aspek penting dalam foto jurnalistik yaitu mengandung unsur-unsur fakta, informatif dan mampu bercerita. Perlu juga memperhatikan nilai estetika dan sentuhan seni yang menjadi nilai tambah.
Baris 39:
# Foto: Bentuk visual atau gambar dari sebuah objek yang dijadikan pendukung berita atau berita tersendiri.
# Nama Fotografer: nama orang yang melakukan pemotretan atau foto yang harus dicantumkan pada sisi kanan bawah dari foto, baik menempel dalam foto atau dari luar foto.
# Keterangan foto atau caption foto: foto yang diberi keterangan atau caption pada sisi bawah atau samping. Caption berisi: keterangan siap atau apa yang ada dalam foto, dimanadi mana tempatnya, kapan waktu pemotretan dan bagaimana keadaan isi foto tersebut: ditulis secara ringkas: mengarahkan pembaca untuk membaca berita atau artikel yang dalam media tersebut. Pada prinsipnya, memberi keterangan foto sama dengan membuat ''lead'' dengan memperhatikan unsur 5W
 
== Karakteristik ==
Baris 139:
Foto-foto yang dihasilkan oleh fotografer disana mengalami penerimaan. Terbukti dengan adanya sebuah foto fenomenal karya Frans Mendur dengan judul Imaji Proklamasi 17 Agustus 1945. Sebelum tahun 1980, seorang jurnalis fotografi sangat berat dalam mengerjakan tugasnya.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=UipRDwAAQBAJ&pg=PA8&lpg=PA8&dq=masa+depan+foto+jurnalistik+dalam+atok+sugiarto&source=bl&ots=Pe8gg1xTau&sig=ybu4zu5wbE7LZlq_gQAgkfaJ0d4&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjS_NWMpd_dAhUD2o8KHalbCMwQ6AEwCXoECAgQAQ#v=onepage&q=masa%20depan%20foto%20jurnalistik%20dalam%20atok%20sugiarto&f=false|title=Jurnalisme Pejalan Kaki: Kiat Membuat Foto untuk Laporan|last=Sugiarto|first=Atok|date=2014-04-06|publisher=Elex Media Komputindo|isbn=9786020236803|language=id}}</ref> Wartawan foto harus membawa seperangkat peralatan fotografi serta film jenis lembaran untuk menghasilkan reportase foto. Seiring berjalannya waktu, muncul kamera dengan ukuran 135mm dengan jenis gulungan film yang sedikit meringankan tugas seorang pewarta foto. Walau demikian, pewarta foto masih sulit untuk mengirimkan foto yang telah diambilnya. Setelah mengambil gambar, pewarta foto harus melakukan proses pencucian film agar gambar yang diambilnya dapat terlihat. Apabila, sang pewarta foto mengirim gulungan film kepada media cetak, pihak perusahaan pun juga tetap harus mencuci dan memilah film yang akan masuk untuk diterbitkan. Selain itu, dalam proses pengirimannya sendiri, seorang jurnalis fotografi harus pandai-pandai untuk menitipkan foto kepada penumpang pesawat atau bisa melalui jasa cargo. Cara lain dilakukan dengan saluran jasa telepon yang memakan waktu 20 menit, meskipun biaya yang dikeluarkan cenderung lebih mahal. Hal ini akan sangat memakan waktu, padahal dalam penyampaian berita, kecepatan menjadi hal yang paling utama.
 
Sekitar abad 21 keadaan berubah, dimanadi mana jurnalis dimanjakan dengan kamera digital (''digital camera''). Pengambilan gambar cenderung lebih mudah, pewarta foto pun tak perlu membawa perangkat yang berat-berat. Hanya dengan satu kamera, dapat mengambil gambar maupun video. Data digital yang telah ada tak perlu melakukan proses pencucian dan cetak terlebih dulu. Proses mengirimnya pun semakin mudah dan murah dengan adanya internet. Foto akan tiba hanya dalam hitungan menit.
 
Pewarta foto mengamati dan mengambil gambar sesuai dengan kejadian atau peristiwa pada saat itu, sehingga mereka harus fokus dan selalu siap untuk menangkap objeknya. Demikian, gambar akan menceritakan peristiwa yang sebenarnya terjadi serta dapat memantik respon emosional dari khalayak. Khalayak pun menjadi lebih tertarik dengan informasi-informasi yang dilengkapi dengan foto. Pasalnya, berita narasi memerlukan waktu yang lebih lama melalui proses membaca dan penalaran, sedangkan berita foto langsung mengundang respon dari khalayak.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=c4kcBO2awv0C&pg=PA3&dq=perkembangan+foto+jurnalistik&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjXgpnal9_dAhVOT30KHW2FD6kQ6AEIOjAC#v=onepage&q=perkembangan%20foto%20jurnalistik&f=false|title=Paparazzi: memahami fotografi kewartawanan|last=Sugiarto|first=Atok|date=2005|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=9789792217391|language=id}}</ref> Meski demikian, keduanya akan saling melengkapi dalam proses penyajian berita sehingga penyampaian informasi akan semakin jelas. Hal ini yang menjadikan media cetak mensejajarkan antara wartawan tulis dan wartawan foto.