Haroa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbarui referensi situs berita Indonesia
Ariyanto (bicara | kontrib)
k Bersih-bersih (via JWB)
Baris 33:
''Pekandeana anana maelu'' atau makan-makannya anak yatim adalah Haroa yang dilakukan setiap tanggal 10 Muharram yang merujuk pada peristiwa meninggalnya [[Husain bin Ali]]. Haroa ini dilaksanakan dengan harapan memberi kekuatan bagi [[Ali bin Husain|Imam Ali Zainal Abdiin]] agar kuat dalam meneruskan amanah Rasululah untuk menegakkan agama Islam.
 
Tradisi ini bermula pada masa Kesultanan Buton di tahun 1824 saat [[Sultan Ibnu Badaruddin Al Butuni]] menegur para punggawanya perihal ibadah, dimanadi mana si [[punggawa]] telah menunaikan salat namun belum menyantuni anak yatim. Sehingga Sulan Badaruddin pun menerangkan perihal memperlakukan anak yatim yang dikutip dari surah Al Amaun ayat 1-7. Sehingga Kesultanan Buton menggelar tradisi Pakandeana Anaana Maelu dan menetapkan sebagai kewajiban bagi seluruh dermawan serta menganjurkan memberi pendidikan layak kepada anak yatim piatu.<ref name=":4">{{Cite news|last=Mawandili|first=Risno|date=2021-08-20|title=Mengenal Pakandeana Anaana Maelu, Tradisi Masyarakat Buton untuk Membahagiakan Anak Yatim Piatu|url=https://sultra.tribunnews.com/2021/08/20/mengenal-pakandeana-anaana-maelu-tradisi-masyarakat-buton-untuk-membahagiakan-anak-yatim-piatu|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id|access-date=2022-08-21}}</ref>
 
Pelaksanaannya adalah dengan cara memanggil dua orang anak yatim berusia 4-7 tahun (sesuai umur Imam Ali). Ritual ini akan dimulai dengan acara memandikan anak yatim oleh tetua adat. Anak laki-laki akan dibasuh dengan bunga "[[Cempaka wangi|jampaka]]" sedangkan anak perempuan dengan bunga kamba manuru, sebanyak tiga kali sambil mengucapkan [[Salawat Tarhim|salawat]]. Menurut keyakinan, bunga "jampaka" melambangkan keperkasaan pria dan Bunga "kamba manuru" lambang dari kelembutan wanita.<ref name=":4" /> Anak-anak tersebut dibasuh dari leher, muka hingga kepala dan diberikan pakaian bagus. Setelahnya mereka disuapi dengan hidangan yang telah disiapkan menggunakan wadah talang. Adapun makna filosofis dari pengusapan air tersebut adalah agar anak yatim itu mendapat pahala sebanyak helaian rambut.<ref>{{Cite web|last=ZonaSultra|first=Admin|date=2019-09-15|title=Pakandeana Anaana Maelu, Tradisi Masyarakat Buton Membina Anak Yatim {{!}} ZonaSultra.id|url=https://zonasultra.id/pakandeana-anaana-maelu-tradisi-masyarakat-buton-membina-anak-yatim.html|language=id-ID|access-date=2022-08-21}}</ref>