Wilayah administrasi khusus di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
RHKt (bicara | kontrib)
k →‎Sejarah: Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 89:
Perdebatan mengenai apa itu daerah istimewa sebenarnya diawali dari voting bentuk negara Indonesia dalam sidang BPUPKI.<ref>Dalam pemungutan suara 55 memilih [[republik]], 6 [[kerajaan]], 1 [[abstain]], dan 2 lain-lain. (Saafrudin Bahar, 1992:106)</ref> Keadaan tersebut berlanjut dalam diskusi para bapak pendiri bangsa mengenai bentuk negara.<ref>Dalam panitia kecil perancang UUD yang diketuai [[Ir Sukarno]], 17 suara memilih bentuk [[kesatuan]] dan 2 suara memilih bentuk [[federasi]]. (Saafrudin Bahar, 1992:174)</ref> Akhirnya dicari jalan tengah untuk kedudukan daerah yang berstatus ''zelfbesturende landschappen'' dalam lingkungan negara Indonesia dengan memunculkan ide daerah istimewa.
 
Namun dalam sidang BPUPKI ada penyamaan antara ''zelfbesturende landschappen'' dan ''volksgemeenschappen''. Dengan demikian tidak hanya kesultanan maupun kerajaan, namun juga daerah mempunyai susunan asli, seperti desa di [[Jawa]] dan [[Bali]], negeri[[nagari]] di [[Minangkabau]], dusun dan marga di [[Palembang]] dan sebagainya yang dapat ditetapkan sebagai daerah yang bersifat istimewa.<ref>Saafrudin Bahar, 1992:218</ref> Negara menghormati dan memperhatikan susunan asli daerah tersebut. Namun belum ada bentuk jelas bagaimana daerah istimewa tersebut.
 
Dalam sidang PPKI konsepnya tidak jauh berbeda. ''Zelfbesturende landschappen'' ditegaskan hanya sebagai daerah bukan sebagai negara. Keistimewaannya pun dikaitkan dengan susunan asli dari daerah tersebut. Demikian pula susunan asli ''zelfstandige gemeenschappen'' atau ''Inheemsche Rechtsgemeenschappen'' seperti negerinagari di Minangkabau dihormati susunan aslinya. Panitia kecil yang dibentuk PPKI tidak memajukan usul apapun mengenai daerah istimewa.<ref>Saafrudin Bahar, 1992:342</ref> PPKI memutuskan kedudukan daerah istimewa (''Kooti'' – bahasa waktu itu) untuk sementara ditetapkan tidak ada perubahan dan penyelesaian selanjutnya diserahkan pada presiden.<ref>Saafrudin Bahar, 1992:348-350; Berita Republik Indonesia Tahun II No 7 Tahun 1946 hal 48</ref> Di luar sidang PPKI, Presiden Indonesia menetapkan empat piagam kedudukan untuk empat penguasa Jawa.<ref>Keempat penguasa jawa itu adalah Seri Paduka (SP) Paku Buwono XII dari Surakarta; SP Hamengku Buwono IX dari Yogyakarta; SP Mangku Negara VIII dari Mangkunegaran Surakarta; dan SP Paku Alam VIII dari Paku Alaman Yogyakarta</ref>
 
=== Masa Revolusi Nasional ===
Baris 128:
{{wikisource|Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012}}
UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan undang-undang keistimewaan Yogyakarta. Keistimewaan Yogyakarta didefinisikan sebagai keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Kewenangan Istimewa merupakan wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Sebagaimana [[DKI Jakarta]], kewenangan istimewa DIY terletak pada level [[provinsi]].<ref>“Kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi.” '''UU No. 13 Tahun 2012 Pasal 6'''</ref> DIY diberikan kewenangan untuk mengatur urusan keistimewaan dengan Perdais (Peraturan Daerah Istimewa).<ref>“(1) Kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah dan urusan Keistimewaan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. (2) Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; b. kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; c. kebudayaan; d. pertanahan; dan e. tata ruang. (3) Penyelenggaraan kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Perdais.” '''UU No. 13 Tahun 2012 Pasal 7'''</ref>
 
== Bekas ==